Pengamat : KPK Harus Periksa PNS Korupsi
Minggu, 04 Desember 2011
Jakarta -Pengamat ekonomi dan politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago mendesak instansi penegak hukum menindaklanjuti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang penyelewengan uang negara oleh Pegawai Negeri Sipil. "Ini harus ditindaklanjuti oleh KPK, kejaksaan, dan institusi penegak hukum lainnya," kata Andrinof saat dihubungi, Sabtu, 3 Desember 2011.
Dalam sebuah seminar akhir November lalu, Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK Subintoro mengungkapkan PPTAK melihat indikasi banyak pegawai negeri yang melakukan penyelewengan uang negara dengan sejumlah modus. Mulai dari pengendapan uang dalam tabungan maupun pencucian uang dengan jalan membeli produk asuransi ataupun membeli produk investasi. Hingga akhir November, PPATK telah menemukan telah menemukan 79 ribu transaksi keuangan mencurigakan, termasuk yang dilakukan pegawai negeri. Sekitar 1.818 diantaranya berindikasi pidana.
Andrinof mendorong PPATK untuk mengungkap secara rinci identitas di balik transaksi mencurigakan tersebut untuk memberikan efek jera. "Harus diumumkan untuk transparansi, jangan ditutupi," kata dia. "Mereka yang terindikasi toh memiliki hak untuk membela diri," kata dia.
Setiap orang yang terbukti, kata Andrinof, minimal harus memperoleh sanksi administratif semisal penurunan pangkat, gaji pokok ataupun penghentian tunjangan dan sanksi pidana. "Mereka harus mendapat sanksi keras," kata dia. Setelah tokoh utamanya terbukti, barulah ditelisik lebih jauh keterlibatan orang-orang dekat yang turut andil melanggengkan korupsi tersebut.
Andrinof mengungkapkan, hingga kini, celah korupsi di institusi negara masih sangat besar. Potensi kerugian terbesar datang dari instansi beranggaran besar seperti Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kesehatan. "Instansi-instansi penerima anggaran besar ini perlu diwaspadai," kata dia. Meskipun, ia menekankan pentingnya pengawasan menyeluruh. Badan Pemeriksa Anggaran Pembangunan, kata dia, harus diefektifkan. "Bukan sekedar memberikan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," kata dia.
Andrinof menyebut sejumlah modus korupsi dalam instansi. Selain pengendapan dana, modus lain yang kerap digunakan adalah penyelenggaraan proyek fiktif, penggelembungan dana hingga pencantuman komponen-komponen fiktif dalam anggaran seperti biaya konsultasi, kajian ataupun studi kelayakan. "Biasanya yang diterima panitia jasa tidak lebih dari 40 persen," ujar dia. Andrinof juga menilai perlunya mewaspadai modus penyembunyian barang dalam pengadaan barang dan jasa.
MARTHA THERTINA/ TEMPO.CO,
Tags:
Birokrasi