Jakarta, PelitaOnline -- PENILAIAN Publik terhadap
upaya penegakan hukum pada 2011 merupakan yang terburuk dalam tujuh
tahun terakhir, kata lembaga survey Lembaga Survey Indonesia yang
mengumumkan publikasi survey terakhir mereka kemarin (8/1).
Menurut survey yang menggunakan 1.220 orang sebagai responden di
seluruh Indonesia ini, persepsi publik sempat menempati posisi
tertingginya sejak survey dimulai tahun 2005, yang diterjemahkan sebagai
dukungan masyarakat terhadap langkah-langkah positif yang dilakukan
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu untuk
memberantas korupsi, termasuk dengan mengesahkan pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), pada tahun 2003.
Dalam survey yang dirilis Desember tahun 2005, persentase publik
yang memandang dengan positif upaya penegakan hukum terhadap korupsi
(mereka yang menilai upaya penegakan hukum antara 'sangat baik' dan
'baik') masih lebih tinggi ketimbang publik yang berpendapat kondisi
penegakan hukum 'buruk' dan 'sangat buruk'.
Selisih antara pemilih dari dua kelompok kategori itu makin
menyempit dalam beberapa tahun terakhir, kata Direktur LSI, Dodi
Ambardi. Tetapi hingga tahun lalu, selisihnya masih selalu positif, atau
berarti masih lebih banyak publik yang berpandangan kondisi penegakan
hukum terhadap korupsi lebih baik ketimbang lebih buruk.
Efek Elektoral
Tahun ini untuk pertama kalinya, selisih dua kelompok ini menjadi
negatif, atau berarti lebih banyak orang menilai upaya mengatasi korupsi
lebih buruk ketimbang lebih baik.
"Persepsi itu merata tidak hanya di kelas menegah perkotaan, ini gejala umum yang kita temukan di masyarakat,"kata Dody.
LSI menyebut kunci penurunan persepsi positif ini adalah skandal dan
kontroversi kasus korupsi terutama menyangkut dana talangan Bank
Century, skandal korupsi M Nazarudin serta kasus korupsi, Nunun
Nurbaeti.
"Dari survei kondisi penegakan hukum secara nasional sekarang ini
31,3% responden mengatakan kondisi baik, 32,6% mengatakan kondisinya
buruk, 18,0% lagi menyebut kondisinya sedang,"tambah Dodi.
Konsisten dengan hasil ini, menurut LSI, juga penilaian publik atas
kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang mencapai hasil
paling rendah pada tahun 2011 dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Publik, menurut LSI, secara umum menilai lembaga-lembaga publik
strategis tidak bersih dan korupsi, dengan titik tekan keparahan tingkat
korupsi tertinggi pada Partai politik dan DPR.
Terkait peluang partai penguasa atau partai oposisi untuk
menggunakan situasi ini bagi kepentingan kampanye mereka saat ini atau
menjelang pemilu 2014, LSI menyebut peluangnya terbuka luas.
"Penilaian negatif atas kinerja penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi ini punya efek elektoral negatif sangat besar pada partai utama
yang sedang berkuasa, yakni Partai Demokrat,"tegas Dodi.
Salah satu faktor penentu kemenangan periode kedua Demokrat dan
Presiden Yudhoyono pada pemilu dan pilpres 2009, seperti diyakini
berbagai kalangan termasuk LSI, adalah keyakinan publik akan baiknya
kondisi penegakan hukum terhadap tindak korupsi pada lima tahun
sebelumnya.