BANDUNG, (PRLM). - Kapolda
Jabar Irjen Drs. Susno Duadji, S.H.,S.E mendesak Gubernur Jabar Ahmad
Heryawan untuk mulai membersihkan jajarannya mulai dari pusat (Gedung
Sate,) hingga daerah-daerah dari perilaku korupsi dan “penyakit
masyarakat”. Dengan begitu, visi misi Jabar menjadi Provinsi Agamis akan
segera terwujud dan Jabar bisa memberi keteladanan kepada provinsi
lainnya di Indonesia.
“Kalau hanya janji dan omongan, nggak bisa kita menjadikan Jabar ini keluar dari predikat provisi yang korupnya tinggi. Tahap pertama, saya akan sikat koruptor di masa kepemimpinan saya. Selanjutnya, kasus koruptor di masa sebelum saya. Pokoknya nggak ada kasus korupsi yang saya peti-es-kan, baik itu kasus di Kab. Bandung maupun Kota Bandung atau daerah lain di Jabar. Kami juga berlomba dengan KPK di jalan kebaikan memberantas korupsi ini. Yang jelas, kepolisian sudah menjadi juara setelah KPK dalam memberantas korupsi,” kata Susno Duadji kepada pers yang menemuinya seusai berdialog dengan para mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, di aula UIN SGD Bandung, Kamis (20/8).
Dalam dialog yang dipandu Rektor UIN SGD Bandung, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, M.S, dan Drs. H. Endin Nasrudin, M.Si (Pembantu Rektor III), Drs. H. Ayi Sofyan, M.S., (PD III Fak. Syariah dan Hukum), KBP Jati Wiyono, SH.,MM (Kabid Binkum Polda Jabar) itu, Susno Duadji sempat memperoleh pertanyan hangat dari mahasiswa berkaitan dengan berbagai kasus korupsi dan perilaku polisi khususnya yang di Jabar.
Menyinggung tentang kasus polisi menjadi pelaku pungli, Susno Duadji mengatakan, silakan pers tidak lagi menyebut istilah oknum polisi tetapi polisi selaku tersangka pelaku korupsi. “Namun ketahuilah, saya berpuluh-puluh tahun menekuni dan memantau persoalan korupsi. Yang terbesar kasus korupsi, itu bukan kepolisian. Namun, instansi lainlah terbesar kasusnya. Saya punya bukti-bukti otentik. Saya bicara ini pakai bukti, bukan asal ngomong,” kata Susno Duadji.
Dalam kaitan ini, diingatkan bangsa Indonesia tidak akan dihargai bangsa lain jika tetap bermental dan berpraktek korupsi. Demikian halnya, Jabar ini harus sejak sekarang bersih dari berbagai praktek korupsi dan kita mesti saling bahu-membahu mewujudkannya. Jangan hanya instansi kepolisian, khususnya di Jabar, ini yang bekerja keras memberantas korupsi. Akan tetapi, semua instansi juga harus sama-sama membersihkan jajarannya dari praktek korupsi.
“Kata Aa-Gym, rumusannya 3-M, yakni mulailah dari diri sendiri, keluarga di rumah, lalu masyarakat dan instansi di kantoran. Lalu, mulailah dari sekarang dan mulailah dari yang kecil atau hal sederhana,” tutur Susno.
Ubahlah mental Jabar
Sementara itu, dalam ceramahnya, Susno mengatakan, warga Jabar harus mengubah mental dan perilakunya bilamana ingin hidup sejahtera. Mulailah dari sekarang baik warganya, pejabat pemerintah, politisi, maupun wakil rakyat untuk mengubah kebiasaannya berbicara menjadi mendengar.
“Jika pemimpin sudah tidak mau mendengar dan menerima masukan. Kerjanya cari kesalahan orang lain tanpa mau tabayun (mengecek informasi,) dari orang lain, maka pemimpin itu tergolong buruk. Pemimpin, baik itu level gubernur, wali kota, bupati, atau lebih rendah, jika sudah lebih banyak ngomong, nggak mau dengar, itu membahayakan,” tutur Susno.
Pemimpin di Jabar ini, juga harus mengubah kebiasaannya dari senang diundang menjadi gemar mendatangi orang atau rakyat sebagaimana khalifah Umar bin Khattab di masa silam. “Pemimpin yang baik juga harus bermental melayani, bukannya dilayani. Jika seorang gubernur, wali kota, bupati, atau kapolda, kapolres, datang ke daerah lalu minta dilayani, disambut aneka tarian, dan diberi amplop, maka itu tanda-tanda pemimpin jelek. Sifat-sifat inilah cikal-bakal munculnya kasus korupsi,” ujar Susno.
Jabar ini, ungkap Susno, sumber daya alamnya bagus dan berlimpah. Sumber daya manusianya juga baik. Akan tetapi, tidak akan dihargai orang lain jika mentalnya tetap sebagai koruptor dan mencintai “penyakit masyarakat”. Demikian halnya, orang terdidik seperti profesor dan doktor di Jabar ini harus berpikir benar. Jangan sampai kepandaiannya digunakan secara keliru.
“Saya heran, ada kajian dari orang pintar seperti profesor dan doktor di Jabar yang membela lokalisasi Saritem. Logikanya ngawur. Padahal Saritem itu dibangun pemerintah penjajah sejak ratusan tahun silam, dan jumlah pelacurnya mengalami peningkatan. Dari indikator peningkatkan jumlah pelacur, apa bisa dibilang sukses adanya program lokalisasi. Karenanya, saya perintahkan seluruh jajaran kepolisian sikat habis warung remang-remang, tempat penyakit masyarakat lainnya. Ya, Jabar harus bersih dari kemaksiatan,” kata Susno.
Kepada para mahasiswa dan warga Jabar diimbau untuk melapor ke Polda Jabar bilamana di daerahnya masih ada warung remang-remang, penjual miras, dan para pelaku “penyakit masyarakat” lainnya. “Jika laporan valid, dan jelas, akan saya tindak. Kapolsek dan Kapolresnya saya pecat, saya masukkan ke sel. Selain itu, juga harus berani bertanya apakah kita juga tidur bersama dengan pelaku korupsi di dalam rumah. Jika ya, laporkan ke pihak berwajib,” ujar Susno.
Pada akhir acara, Rektor UIN SGD, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, M.S., menyerahkan sejumlah buku karya tulis para dosen di lingkungan UIN SGD, serta membuat komitmen awal untuk melakukan kerjasama dengan jajaran Polda Jabar dalam kajian di bidang hukum dan pendidikan. (A-44/A-122). ***
Sumber: http://m.pikiran-rakyat.com/node/75665
“Kalau hanya janji dan omongan, nggak bisa kita menjadikan Jabar ini keluar dari predikat provisi yang korupnya tinggi. Tahap pertama, saya akan sikat koruptor di masa kepemimpinan saya. Selanjutnya, kasus koruptor di masa sebelum saya. Pokoknya nggak ada kasus korupsi yang saya peti-es-kan, baik itu kasus di Kab. Bandung maupun Kota Bandung atau daerah lain di Jabar. Kami juga berlomba dengan KPK di jalan kebaikan memberantas korupsi ini. Yang jelas, kepolisian sudah menjadi juara setelah KPK dalam memberantas korupsi,” kata Susno Duadji kepada pers yang menemuinya seusai berdialog dengan para mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, di aula UIN SGD Bandung, Kamis (20/8).
Dalam dialog yang dipandu Rektor UIN SGD Bandung, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, M.S, dan Drs. H. Endin Nasrudin, M.Si (Pembantu Rektor III), Drs. H. Ayi Sofyan, M.S., (PD III Fak. Syariah dan Hukum), KBP Jati Wiyono, SH.,MM (Kabid Binkum Polda Jabar) itu, Susno Duadji sempat memperoleh pertanyan hangat dari mahasiswa berkaitan dengan berbagai kasus korupsi dan perilaku polisi khususnya yang di Jabar.
Menyinggung tentang kasus polisi menjadi pelaku pungli, Susno Duadji mengatakan, silakan pers tidak lagi menyebut istilah oknum polisi tetapi polisi selaku tersangka pelaku korupsi. “Namun ketahuilah, saya berpuluh-puluh tahun menekuni dan memantau persoalan korupsi. Yang terbesar kasus korupsi, itu bukan kepolisian. Namun, instansi lainlah terbesar kasusnya. Saya punya bukti-bukti otentik. Saya bicara ini pakai bukti, bukan asal ngomong,” kata Susno Duadji.
Dalam kaitan ini, diingatkan bangsa Indonesia tidak akan dihargai bangsa lain jika tetap bermental dan berpraktek korupsi. Demikian halnya, Jabar ini harus sejak sekarang bersih dari berbagai praktek korupsi dan kita mesti saling bahu-membahu mewujudkannya. Jangan hanya instansi kepolisian, khususnya di Jabar, ini yang bekerja keras memberantas korupsi. Akan tetapi, semua instansi juga harus sama-sama membersihkan jajarannya dari praktek korupsi.
“Kata Aa-Gym, rumusannya 3-M, yakni mulailah dari diri sendiri, keluarga di rumah, lalu masyarakat dan instansi di kantoran. Lalu, mulailah dari sekarang dan mulailah dari yang kecil atau hal sederhana,” tutur Susno.
Ubahlah mental Jabar
Sementara itu, dalam ceramahnya, Susno mengatakan, warga Jabar harus mengubah mental dan perilakunya bilamana ingin hidup sejahtera. Mulailah dari sekarang baik warganya, pejabat pemerintah, politisi, maupun wakil rakyat untuk mengubah kebiasaannya berbicara menjadi mendengar.
“Jika pemimpin sudah tidak mau mendengar dan menerima masukan. Kerjanya cari kesalahan orang lain tanpa mau tabayun (mengecek informasi,) dari orang lain, maka pemimpin itu tergolong buruk. Pemimpin, baik itu level gubernur, wali kota, bupati, atau lebih rendah, jika sudah lebih banyak ngomong, nggak mau dengar, itu membahayakan,” tutur Susno.
Pemimpin di Jabar ini, juga harus mengubah kebiasaannya dari senang diundang menjadi gemar mendatangi orang atau rakyat sebagaimana khalifah Umar bin Khattab di masa silam. “Pemimpin yang baik juga harus bermental melayani, bukannya dilayani. Jika seorang gubernur, wali kota, bupati, atau kapolda, kapolres, datang ke daerah lalu minta dilayani, disambut aneka tarian, dan diberi amplop, maka itu tanda-tanda pemimpin jelek. Sifat-sifat inilah cikal-bakal munculnya kasus korupsi,” ujar Susno.
Jabar ini, ungkap Susno, sumber daya alamnya bagus dan berlimpah. Sumber daya manusianya juga baik. Akan tetapi, tidak akan dihargai orang lain jika mentalnya tetap sebagai koruptor dan mencintai “penyakit masyarakat”. Demikian halnya, orang terdidik seperti profesor dan doktor di Jabar ini harus berpikir benar. Jangan sampai kepandaiannya digunakan secara keliru.
“Saya heran, ada kajian dari orang pintar seperti profesor dan doktor di Jabar yang membela lokalisasi Saritem. Logikanya ngawur. Padahal Saritem itu dibangun pemerintah penjajah sejak ratusan tahun silam, dan jumlah pelacurnya mengalami peningkatan. Dari indikator peningkatkan jumlah pelacur, apa bisa dibilang sukses adanya program lokalisasi. Karenanya, saya perintahkan seluruh jajaran kepolisian sikat habis warung remang-remang, tempat penyakit masyarakat lainnya. Ya, Jabar harus bersih dari kemaksiatan,” kata Susno.
Kepada para mahasiswa dan warga Jabar diimbau untuk melapor ke Polda Jabar bilamana di daerahnya masih ada warung remang-remang, penjual miras, dan para pelaku “penyakit masyarakat” lainnya. “Jika laporan valid, dan jelas, akan saya tindak. Kapolsek dan Kapolresnya saya pecat, saya masukkan ke sel. Selain itu, juga harus berani bertanya apakah kita juga tidur bersama dengan pelaku korupsi di dalam rumah. Jika ya, laporkan ke pihak berwajib,” ujar Susno.
Pada akhir acara, Rektor UIN SGD, Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, M.S., menyerahkan sejumlah buku karya tulis para dosen di lingkungan UIN SGD, serta membuat komitmen awal untuk melakukan kerjasama dengan jajaran Polda Jabar dalam kajian di bidang hukum dan pendidikan. (A-44/A-122). ***
Sumber: http://m.pikiran-rakyat.com/node/75665