Mega: KPK Masih Tebang Pilih
Senin, 31 Januari 2011
BATAM – Penegakan hukum
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih diskriminatif, tebang
pilih,dan pandang bulu.Tak jauh beda dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia perjuangan (PDIP) Megawati
Soekarnoputri menyatakan, tidak perlu menjadi seorang sarjana hukum untuk
menilai bahwa penerapan penegakan hukum di Indonesia masih pandang bulu. Yang
sangat disayangkan, kata Mega, praktik ini juga dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
“Pada kenyataannya memang tebang pilih. Dengan kasus yang sama dan kejadian
yang sama,proses hukum terhadap pihak-pihak yang terkait seharusnya bersamaan.
Tapi ini tidak,” ujar Mega di sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) II PDIP
di Batam,kemarin.
Mega mengatakan hal itu menyikapi proses hukum yang dilakukan KPK terhadap para
kader PDIP yang menjadi tersangka kasus- kasus dugaan korupsi termasuk
penahanan sejumlah anggota dan mantan anggota DPR pekan lalu.
Mereka tersangkut kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom. Sebanyak 13 dari 26 tersangka baru kasus
ini adalah kader dan eks kader PDIP. “Kasusnya sama yakni dugaan suap-menyuap.
Seharusnya tersangka penyuap dan pihak yang disuap diproses secara bersamaan
karena kasusnya memang tidak bisa dipisahkan,”tegas Mega.
Dia mengungkapkan, praktik pandang bulu,diskriminatif,dan tebang pilih dalam
penegakan hukum seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi dan nyata. Hal ini
sudah berkali-kali dilontarkannya.“Dari dulu saya bilang ini tapi tak ada yang
mau percaya karena takut dengan kata-kata tebang pilih,” sesalnya.
Mega juga mengungkapkan, praktik penegakan hukum tebang pilih terjadi pula
dalam penanganan kasus skandal Bank Century. DPR, kata dia, sudah sangat
gamblang memutuskan adanya dugaan pelanggaran dalam kebijakan bailout Bank
Century.
Namun kenyataannya, hingga saat ini proses hukum kasus tersebut belum ada
kemajuan yang berarti. Sementara itu,Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM
Trimedya Pandjaitan menyatakan,PDIP akan selalu konsisten mendukung
pemberantasankorupsi. Namunjikaada praktik tidak tepat yang dilakukan oleh
penegak hukum, PDIP akan lantang pula mengkritiknya.
“Akal sehat kita itu susah menerima logika penegakan hukum di mana sudah banyak
tersangka yang diduga disuap tapi penyuapnya belum ada,”kata Trimedya. Menurut
dia, sangat terbuka kemungkinan lembaga hukum hanya menjadi instrumen penguasa
untuk membungkam dan menekan lawan-lawan politiknya. “Apalagi, hal seperti ini
sudah banyak terjadi di daerah.Misalnya, kepala daerah dari partai penguasa dan
PDIP atau partai lain samasama terjerat kasus hukum.
Yang dari partai penguasa didiamkan sedangkan yang dari PDIP dan partai lain
langsung diproses bahkan sangat cepat,”katanya. Di tempat terpisah,Ketua Dewan
Cabang-Merauke Circle Syahganda Nainggolan juga memandang proses penegakan
hukum di Indonesia masih sarat praktik tebang pilih. “Gerakan moral dan desakan
dari masyarakat serta berbagai elemen sangat diperlukan agar penegakan hukum
bisa on the track. Contoh konkretnya mudah dilihat.Sekarang politikus kecil
ditangkapi sedangkan (kasus) yang besar dialihkan,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray
Rangkuti mengatakan, penahanan 19 mantan dan anggota DPR oleh KPK pekan lalu
sebenarnya tak perlu dijadikan polemik. Dilihat dari tahun terjadinya
perbuatan, penetapan tersangka dan penahanan mereka justru termasuk terlalu
lama.Meski begitu, Ray mengakui bahwa penahanan 19 mantan dan anggota DPR saat
ini akan berdampak pada isu kemungkinan kasus ini dipakai untuk mengalihkan
persoalan hukum Gayus Tambunan.
“Faktor utamanya adalah ketidakmampuan KPK mengungkap siapa pemberi suap kepada
para anggota DPR periode 1999-2004 tersebut. Di sini sangat terasa keganjilan
KPK.Sangat wajar bila banyak pihak mempertanyakan independensinya dalam kasus
ini. Penuh tanda tanya,” kata Ray. Sikap KPK ini, lanjut dia, mengundang
spekulasi bahwa kasus ini dipolitisasi. Tentu saja, kata Ray,para mantan dan
anggota DPR bersama parpolnya tak akan diam.
Selain melakukan upaya perlawanan hukum, hampir dapat dipastikan mereka juga
akan menempuh langkah-langkah politik. Karena itu,kata Ray,setidaknya dalam
satu minggu ini, KPK harus mengungkap dan memastikan siapa sebenarnya pemberi
suap dalam pemilihan deputi gubernur senior BI. Dengan begitu, KPK dapat
menepis tudingan tidak independen, diskriminatif, dan cenderung menjadi
kekuatan kepentingan kelompok tertentu.(Koran SI/ram)
Tags:
Terali