Majelis hakim memvonis terdakwa
Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai pajak dengan hukuman tujuh tahun
penjara. Majelis hakim menilai Gayus terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana korupsi.
Albertina Ho, ketua majelis
hakim, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu
(19/1/2011), mengatakan, sebagai pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding,
Gayus tidak teliti, tidak tepat, tidak cermat, serta tidak menyeluruh saat
menangani keberatan pajak PT SAT. Selain itu, hakim menilai Gayus telah
menyalahgunakan wewenang.
Menurut hakim, Gayus telah
mengusulkan menerima seluruh keberatan pajak PT SAT. Usulan itu lalu disetujui
mulai dari Humala Napitupulu selaku penelaah, Maruli Pandapotan Manurung selaku
Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan, serta Bambang Heru Ismiarso sekalu
Direktur Keberatan dan Banding. Akibat diterimanya permohonan keberatan pajak
itu, menurut hakim, PT SAT sebagai korporasi menerima keuntungan sekitar Rp 570
juta. “Terbukti telah merugikan keuangan negara,” ucap Albertina saat
membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Terkait dengan kasus itu, majelis
hakim menjerat Gayus dengan dakwaan subsider, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Seperti diketahui, Gayus
berkali-kali mengklaim tidak ada korupsi, bahkan pelanggaran prosedur saat
menerima keberatan pajak PT SAT. Gayus pun bersumpah di hadapan majelis hakim.
“Demi Tuhan dan demi ibu yang melahirkan saya, serta anak saya yang sangat saya
sayangi, keberatan PT Surya Alam Tunggal 1.000 persen sesuai prosedur,” katanya
saat membacakan pembelaan atau pleidoi pribadi.
Menurut Gayus, kasus PT SAT
adalah hasil rekayasanya bersama penyidik tim independen Polri agar dapat
menjerat atasan Gayus, Bambang Heru. Alasan rekayasa, Gayus kesal dengan mantan
bosnya itu.
Selain memvonis tujuh tahun
penjara, majelis juga memvonis Gayus membayar denda sebesar Rp 300 juta.
“Apabila denda tidak dibayar diganti tiga bulan kurungan,” ucap Albertina Ho,
Ketua Majelis Hakim, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Rabu (19/1/2011). Albertina didampingi dua hakim anggota yakni Tahsin
dan Sunardi.
Putusan itu jauh lebih rendah
dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni hukuman penjara selama 20
tahun ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Menurut
hakim, Gayus terbukti melakukan korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya
Alam Tunggal (PT SAT). Sebagai pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding
Ditjen Pajak, Gayus tidak teliti, tidak tepat, tidak cermat, serta tidak
menyeluruh sebelum mengusulkan menerima keberatan pajak. Selain itu, hakim
menilai Gayus telah menyalahgunakan wewenang.
Akibat diterimanya keberatan
pajak itu, hakim menilai negara dirugikan sebesar Rp 570 juta. Terkait kasus
itu, hakim menjerat Gayus Pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi.
Terkait perkara kedua, menurut
hakim, Gayus terbukti menyuap penyidik Bareskrim Polri sekitar 760.000 dollar
AS melalui Haposan Hutagalung selama proses penyidikan tahun 2009. Suap itu
agar dirinya tidak ditahan, rumahnya di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, tidak
disita, uangnya di rekening di Bank Mandiri tidak diblokir, serta agar
diperbolehkan diperiksa di luar Gedung Bareskrim Polri.
Dalam pertimbangan, hakim menilai
pencabutan keterangan di berita acara pemeriksaan saksi-saksi terkait suap itu
tidak beralasan hukum. Terkait kasus itu, majelis menjerat Gayus dengan Pasal 5
ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Dalam perkara tiga, menurut
hakim, Gayus terbukti memberikan janji uang sebesar 40.000 dollar AS kepada
Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara di Pengadilan
Negeri Tangerang. Dari uang itu, sebesar 10.000 dollar AS akan diserahkan ke
dua hakim anggota. “Uang itu untuk mempengaruhi putusan,” ucap Albertina.
Terkait perkara itu, hakim menjerat Gayus dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU
Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor.
Dalam perkara keempat, menurut
hakim, Gayus terbukti memberikan keterangan palsu terkait asal usul hartanya
senilai Rp 28 miliar di rekening yang diblokir penyidik. Uang itu diklaim hasil
pengadaan tanah di daerah Jakarta Utara, antara Gayus dengan Andy Kosasih.
Menurut hakim, uang Rp 28 miliar itu patut diduga hasil dari tindak pidana
korupsi selama berkerja di Direktorat Jenderal Pajak. Terkait perkara itu,
hakim menjerat Pasal 22 Jo 28 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor.
Para aktivis antikorupsi,
termasuk Adnan Buyung Nasution, menilai kasus PT SAT adalah kasus yang sangat
kecil lantaran kerugian negara hanya Rp 570 juta serta tak ditemukan adanya
suap dalam perkara itu. Nilai itu sangat jauh dibandingkan dengan harta
fantastis Gayus yang diduga hasil tindak pidana selama bekerja di Direktorat
Jenderal Pajak, yakni sekitar Rp 100 miliar. (Sandro Gatra)
Sumber: Kompas, Rabu, 19 Januari
2011
Terdakwa kasus mafia pajak, Gayus
H Tambunan, dikawal ketat anggota polisi saat tiba di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Rabu (19/1/2011). Hari ini, Gayus akan menjalani sidang dengan agenda
pembacaan vonis. Kompas Images/Kristianto Purnomo
http://infokorupsi.com/id/