Setyawan
Menanggapi makin maraknya beberapa
skandal korupsi kepala daerah dan sejumlah instansi pemerintahan belakangan
ini, jelas terlihat jika koruptor bersanding mesra dengan kekuasaan. Hal itu
sebagai bukti jika sekarang Indonesia sudah krisis pemimpin yang mempunyai
tanggung jawab moral kepada bangsa dan negaranya. Bagi rakyat kecil, sebaiknya
jangan lagi terlalu berharap dengan jaminan kesejahteraan masa depan kepada
pemerintahnya sendiri. Karena, sudah pasti nasib rakyat tak akan pernah
terlintas di benak para pejabat yang korup.
Kalau pejabat korup itu ingat rakyat, sudah pasti itu hanya akan dijadikan
obyek jualan politik yang ujungnya keuntungan sepihak.
Jika hal itu tidak segera
dihentikan, akibatnya, akan muncul naluri purba dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Termasuk di dalamnya akan terjadi people power di mana semua akan
saling memangsa dan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya.
Selain itu tipe korupsi saat ini sudah mulai beralih dari pribadi menjadi
sindikat. Di mana kekuasaan atas sistem, menjadi alat ampuh untuk memuluskan
perbuatan koruptor. Para oknum pejabat yang korup memandang korupsi sebagai
peradaban. Beda dengan rakyat yang memandangnya sebagai perbuatan biadab. Jadi
jangan heran kalau dalam melakukan aksinya, garis komando pun berlaku di lini
para koruptor ini.
Selain itu bobroknya sistem hukum,
juga merupakan angin segar tersendiri bagi para koruptor. Artinya para koruptor
sudah berhitung, misal mereka korupsi Rp 20 miliar, jika dipotong dengan uang
sogokan kepada oknum penegak hukum pasti masih dapat untung miliaran rupiah.
Bahkan jika dipenjara sekali pun, seperti Artalyta Suryani terbukti justru
makin nyaman dalam penjara.
Tanpa adanya sanksi tegas bagi koruptor, dikhawatirkan rakyat akan ikut-ikutan
permisif terhadap perbuatan kriminal lainnya. Yang paling parah adalah
munculnya pengabaian terhadap nilai-nilai moralitas berke-Tuhan-an. Jadi,
percuma saja seorang koruptor ditantang sumpah pocong, dan ditakut-takuti
penjara seumur hidup karena pasti sudah tak akan takut lagi. Maling ayam saja
digebuki sampai mati, masak koruptor miliaran rupiah malah makin gendut badan
dan rekeningnya?
Untuk itulah sekiranya menjadi
sangat wajar dan manusiawi jika wacana hukuman mati bagi koruptor harus kita
dengungkan kembali, berapa pun jumlah nominal yang dikoruptornya. Karena jika
dihitung secara matematis, hanya hukuman itulah yang setimpal dengan perbuatan
yang dilakukannya. (den)
http://www.harianjoglosemar.com/