Bupati PandeglangDimyati Gagal
Diperiksa, Wakil Ketua DPRD Kota BekasiDiperiksa KPK
Mantan
Wakil Wali Kota Bogor Moch Sahid (61), sejak Selasa (14/4), ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan Bogor Kelas II, Jalan Paledang, Bogor Tengah, Kota Bogor. M
Sahid harus menjalani putusan Pengadilan Negeri Bogor yang menghukumnya empat
tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi saat
menjadi Ketua DPRD Kota Bogor.
M Sahid,
yang juga wakil wali kota periode 2004-2009, divonis Pengadilan Negeri Bogor
pada 26 Januari 2006. M Sahid lalu mengajukan banding, kasasi, dan peninjauan
kembali atas perkaranya.
Dua
jaksa dari Kejaksaan Negeri Bogor menjemput Sahid di rumahnya di Perumahan
Indraprasta, Bogor Utara, pukul 10.00. Sahid ditemani putrinya menuju kantor
kejaksaan di Jalan IR Juanda, Bogor Tengah, untuk mendengar hasil putusan
Mahkamah Agung. Sahid pun dikawal sejumlah jaksa ke Lapas Paledang, ditemani
kuasa hukumnya, Jhon Pieter Simanjuntak.
Menurut
Kepala Kejaksaan Negeri Bogor Sururung Aritonang, pengiriman Sahid ke Lapas
Paledang untuk menjalankan amar putusan MA Nomor 212.K/Pidsus/2008 bertanggal
29 April 2008.
”Surat
putusan MA itu kami terima pada Juli 2008. Putusan tidak segera kami laksanakan
karena yang bersangkutan sakit. Sejak itu kami melakukan pemantauan dan
akhirnya kami mendapat kepastian yang bersangkutan sudah sehat. Sekarang kami
dapat melakukan eksekusi putusan MA,” kata Aritonang.
Inti
putusan MA tersebut adalah menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Bogor dan
Pengadilan Tinggi Jawa Barat, yakni menyatakan Sahid bersalah, baik secara
perorangan maupun bersama anggota Dewan lainnya, melakukan korupsi dana
penunjang kegiatan DPRD Kota Bogor yang berasal dari APBD Tahun Anggaran 2002.
Negara dirugikan sebesar Rp 6,4 miliar. Majelis hakim menghukum Sahid dengan
penjara empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Tidak
hadir
Sementara
itu, unjuk rasa pemuda dan mahasiswa mendesak penahanan Bupati Pandeglang A
Dimyati Natakusumah di depan kantor Kejaksaan Tinggi Banten, Selasa, berakhir
ricuh. Bupati Dimyati gagal diperiksa karena tersangka kasus dugaan suap
persetujuan pinjaman daerah Rp 200 miliar itu tak memenuhi panggilan kejaksaan.
Bupati
Dimyati tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dari Kejati Banten. Dia hanya
mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan dengan dalih masih dalam
proses penghitungan suara pemilu.
”Bupati
mengirimkan surat yang isinya meminta perpanjangan waktu pemeriksaan,” kata
Wakil Kepala Kejati Banten Syaifudin Kasim.
Dalam
surat itu, Dimyati juga menjelaskan pertimbangan ketidakhadirannya ke kantor
Kejati. Salah satunya karena ada surat edaran Menteri Dalam Negeri yang
menyatakan bahwa pegawai negeri sipil diimbau tidak ke luar daerah selama
proses penghitungan suara.
Kejati tak
bisa menerima alasan tersebut karena surat edaran Mendagri itu ditujukan kepada
pegawai negeri sipil, bukan bupati ataupun kepala daerah. Surat edaran Mendagri
itu pun hanya mengatur ranah politik, bukan hukum. Selain itu, status surat
edaran tersebut berada di bawah surat izin pemeriksaan dari Presiden. Posisi
surat izin pemeriksaan Bupati Dimyati lebih kuat dibandingkan dengan surat
edaran Mendagri.
Karena
itu, Kejati langsung mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kedua untuk Bupati
Dimyati. ”Hari ini sudah saya tanda tangani untuk pemeriksaan hari Kamis lusa
(besok),” ujar Kasim. (NTA/rts)
KPK
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD
Kota Bekasi Sutriyono diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait
dugaan korupsi penyalahgunaan APBD Bekasi dan kasus suap Adipura. Selain
Sutriyono, KPK juga memanggil anggota DPRD Bekasi lainnya, Andi Zabidi.
”Mereka dimintai keterangan terkait
dugaan korupsi penyalahgunaan APBD,” kata Johan Budi SP, juru bicara KPK, Senin
(28/2). Kedua legislator Kota Bekasi itu menjadi saksi dalam kasus yang juga
melibatkan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad.
Di kasus yang sama, KPK juga akan
memanggil Sekretaris Daerah Bekasi Tjandra Utama Effendi. Tjandra sendiri sudah
divonis 3 tahun oleh pengadilan tindak pidana korupsi dalam kasus suap.
KPK juga telah menetapkan Mochtar
sebagai tersangka untuk tiga kasus korupsi.
Ketiga kasus itu adalah dugaan
penyuapan dalam perolehan Adipura 2010, penyuapan dalam pengesahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010, serta penyalahgunaan APBD
tahun 2009.
Seusai diperiksa, Sutriyono
terlihat terburu-buru meninggalkan Gedung KPK, tetapi akhirnya bersedia
memberikan keterangan. ”Intinya ditanya sebagai saksi terkait dengan APBD dan
Adipura,” katanya.
Saat ditanya soal imbalan dalam
pengesahan APBD Bekasi, Sutriyono membantahnya. ”Dari partai saya melarang
seperti itu,” ujarnya. (GAL/RAY)