JAKARTA--MICOM: Sejumlah aktivis era 98 menilai, Indonesia gagal mencapai cita-cita dan inti reformasi, karena dibajak bandit politik dan ekonomi.
Cita-cita reformasi ’98 yakni menciptakan kehidupan rakyat Indonesia yang sejahtera sesuai amanat konstitusi diselewengkan menjadi kepentingan pribadi para bandir tersebut.
Mantan Aktifis 98 yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menjelaskan, ada tiga kekuatan yang menjadi bandit ekonomi dan politik yang menghancurkan cita-cita reformasi.
Pertama, terdapat sejumlah politisi yang mencoba mereduksi demokrasi Indonesia dengan politik uang (money politic). Substansi politik sudah tidak ada lagi, yang tersisa adalah politik prosedural namun melegalkan money politic.
Kedua, masih banyak bandit ekonomi dari jaman Orde Baru (Orba) yang bergurita mencengkeram kekuatan modal di Indonesia. Ketiga, kekuatan asing sangat dominan menguasai peta politik dan ekonomi di Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk kepentingan pibadi.
"Kekuatan asing tersebut sudah masuk hingga ke ranah pembentukkan Undang Undang," ujar Ray dalam sarasehan Lesehan 98: Reformasi Menuju Nadir, di Jakarta, Minggu (22/5).
Selain itu, Ray menjelaskan, reformasi yang sudah berumur 13 tahu, separuh waktunya dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, SBY gagal mencapai cita-cita reformasi dan hanya mengandalkan politik pencitraan.
"Kegagalan SBY adalah kegagalan reformasi. Karena lebih dari separuh waktu di jaman reformasi dipimpin olehnya," tegasnya.
Menurut aktivis 98, Masinton Pasaribu, politik di Indonesia sudah tersandera oleh bandit politik. Bandit politik tersebut berusaha untuk menyeret Indonesia ke ranah money politic. Uang digunakan sebagai alat untuk melakukan transaksi politik.
"Kita dulu memperjuangkan demokrasi, tapi hari ini kita melihat demokrasi yang ada masih pada tataran demokrasi prosedural. Maksudnya, ada pemilu, parpol yang banyak, parlemen yang agak kritis. Tapi, sekali lagi hanya prosedural, tidak substantif. Ini yang melahirkan para bandit politik karena biaya politik mahal, seperti di legislatif dan eksekutif," paparnya.
Sementara itu, sejumlah aktifis 98 seperti Edwin partogi, Dolly Kurnia, Sarbini dan La Ode Ridhay juga menyayangkan beberapa kolega aktivis yang telah masuk ke ranah politik praktis seperti menjadi anggota DPR dan staf ahli DPR, tidak banyak membantu agenda reformasi.
Malah, mereka terkooptasi oleh sistem partai dan atmosfer buruk kerja DPR. Ray menyebutkan anggota DPR yang lahir dari rahim reformasi seperti Budiman Sudjatmiko malah tidak banyak bersuara di DPR.
"Misalnya soal gedung baru atau soal kebijakan yang tidak pro rakyat, para mantan aktivis tersebut tidak banyak yang bersuara. Itu sangat disayangkan. Malah yang bersuara adalah orang-orang tua di DPR. Sebetulnya kami mengharapkan para mantan aktivis tersebut terdepan," tegasnya.
Sementara secara terpisah, Wakil Sekjen Nasional Demokrat (Nasdem), Melki Laka Lena mengatakan, tujuan kenegaraan di era reformasi ini sudah ditinggalkan. Para politisi sibuk berbicara soal transaksi politik.
"Selain itu, demokrasi kita masih gagal memenuhi kepentingan publik. Demokrasi hanya untuk segelintir elite," tandasnya. (OL-12)
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/05/22/227921/284/1/Bandit-Politik-dan-Ekonomi-Sabotase-Cita-Cita-Reformasi