“Kami sudah berbicara dan dia (Mahfud-red) akan segera melapor,” katanya sebelum memulai rapat dengar pendapat KPK dengan Komisi III DPR, Senin (23/5) pagi.
Sebelumnya, juru bicara KPK Johan Budi SP juga mengatakan bahwa KPK akan bertindak jika sudah menerima data dan informasi, bukan menunggu adanya laporan.
“KPK bertindak berdasarkan data dan informasi yang diterima, bukan sekadar berdasarkan laporan. Jadi apa yang dikatakan Mahfud MD memang sudah dapat menjadi alasan untuk memeriksa, namun KPK belum bisa maju karena belum ada data dan informasi,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan. seharusnya Mahfud segera melapor KPK bukan kepada presiden. “Saya mengapresiasi itu. Tetapi sebaiknya segera ke KPK, bukan mengadakan jumpa pers dan melapor kepada presiden,” katanya. Adanya dugaan gratifikasi merupakan wewenang KPK bukan presiden sehingga KPK bisa segera bertindak.
Dia juga menginginkan informasi itu segera diusut mengingat sudah makin buruknya citra DPR di masyarakat. “Kami ingin sekali DPR ini bersih dari praktik-praktik yang tidak benar,” tuturnya. Menurut dia, KPK jangan takut mengusut setuntas-tuntasnya dan jangan tebang pilih. ”Sudah banyak langkah KPK yang mengindikasikan adanya tebang pilih,” katanya.
Busyro membantah adanya tekanan dari partai besar terkait kasus pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang, Sumatera Selatan. “Tidak ada intervensi,” katanya. Nazaruddin hingga kini belum dapat dimintai keterangan. “Belum ada informasi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan diperlukan keterangannya,” kata Johan Budi. Sampai saat ini penyidikan yang dilakukan KPK belum membutuhkan keterangan dari Nazaruddin.
Tunggu Eksekusi
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie di Jakarta, Senin pagi mengatakan, sanksi terhadap Narazuddin tinggal menunggu eksekusi. “Dalam waktu dekat akan ada keputusan. Arahan Pak SBY sebagai Ketua Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan sudah final. Kita tunggu saja apakah dia (Nazaruddin-red) akan diberi peringatan keras atau dinonaktifkan atau malah dipecat. Kita tunggu keputusan Dewan Kehormatan,” katanya.
Hal senada dikemukakan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat lainnya, Ahmad Mubarok. Ia memastikan bahwa sanksi pada Nazaruddin tinggal menunggu eksekusi. ”Pernyataan Presiden bahwa ini bukan persoalan remeh lebih dahsyat. SK kan soal keputusan tertulis. Ini tinggal eksekusi saja. Kita kan lagi rapat,” ujarnya.
Ia mencontohkan, anggota Partai Demokrat yang pernah mendapat sanksi dengan Pergantian Antarwaktu (PAW) sampai dipecat dari partai. ”Partai tidak akan mengikuti opini media, tetapi berdasarkan pertimbangan sendiri. Ada tiga sanksi yakni peringatan keras atau dinonaktifkan atau malah dipecat,” katanya.
Ketua DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik di Jakarta, Senin menyatakan, tindakan Nazaruddin memberikan 120.000 dolar Singapura kepada Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M Gaffar, dinilai melanggar Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 13 juncto UU No 20 Tahun 2001.
Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000.
“Unsur-unsur dalam pasal tersebut sudah terpenuhi. Nazaruddin memberikan hadiah 120.000 dolar Singapura dibuktikan dengan adanya tanda terima pengembalian uang tersebut kepada Sekjen MK Janedjri M Gaffar,” katanya.
Untuk itu, menurut dia Sekjen MK sebaiknya menjelaskan apakah Nazaruddin bermaksud meminta proyek karena kedudukan Sekjen selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran). Ini karena seluruh pengelolaan, penggunaan anggaran, termasuk untuk proses pengadaan kewenangan Sekjen. “Apakah saat itu MK sedang melakukan proses pengadaan,” katanya.
Ia mengatakan, dari beberapa laporan, Nazaruddin dikenal aktif melobi dan memberi uang. Sekjen MK menjadi penerima pasif. “Mungkin, Sekjen terpaksa menerima uang di bawah tekanan atau ancaman bahwa MK akan diobrak-abrik. Tidak mungkin Nazaruddin sebagai pengusaha memberikan uang sebesar itu begitu saja, tanpa tujuan. Sekjen MK bisa didorong untuk bicara terbuka dan apa adanya,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, mengingatkan bahwa kepercayaaan dan tingkat keyakinan publik terhadap pemerintah di bidang penegakan hukum tidak otomatis membaik, sekali pun pemerintah sudah ikut-ikutan memojokkan Nazaruddin.
Dalam jumpa pers bersama Mahfud MD, Jumat (20/5), dengan agenda gelar kasus Nazaruddin, dilihat sebagian kalangan sebagai upaya pemerintah menunggangi kasus Nazaruddin untuk memperbaiki citranya. “Muncul pertanyaan, kalau dalam kasus Nazaruddin respons Istana begitu agresif, mengapa pada kasus lain yang juga melibatkan kader Partai Demokrat, SBY nyaris tidak memberi respons. Begitu juga pada kasus-kasus besar seperti skandal Bank Century, mafia hukum dan mafia pajak,” ujarnya.
Karena itu, sejumlah politikus yakin bahwa ada motif lain dalam kasus Nazaruddin. Paling masuk akal adalah motif pencitraan. Kalau benar motifnya seperti itu, tentulah tidak etis. “Selain itu, sebagian orang mempertanyakan kapasitas SBY yang hadir dalam jumpa pers bersama itu.
Sebagai presiden atau sebagai Ketua Dewan Pembina PD? Tidak pada tempatnya jika Ketua Dewan Pembina PD membahas kasus Nazaruddin di kantor presiden. Terlalu berlebihan, apalagi hanya untuk mempersilakan Pak Mahfud gelar kasus Nazaruddin,” tuturnya.
Sekjen Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan, mendukung sepenuhnya langkah penegakan hukum yang akan diberikan kepada Nazaruddin jika benar terlibat kasus suap di Kemenpora. Ini karena pihaknya menginginkan penegakan hukum yang seadil-adilnya sampai kasus tersebut tuntas. (Diamanty Meiliana/Web Warouw/Lili Sunardi)