Terdakwa korupsi subsidi pembangunan perumahan Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar, Fransiska Riana Sari, divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Vonis dibacakan ketua majelis hakim Noor Edyono, didampingi anggota hakim ad hoc Shininta Sibarani dan Kalimatul Jumro, pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Semarang, Rabu (4/5).
Menurut majelis hakim, Fransiska terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terdakwa Fransiska terbukti secara sah dan meyakinkan telah turut serta melakukan tindak pidana korupsi. Untuk itu, menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta, apabila tak dibayar diganti kurungan tiga bulan penjara,” kata Noor Edyono.
Meski dalam kasus korupsi GLA terjadi kerugian uang negara senilai Rp 1,54 miliar, majelis hakim tak memerintahkan terdakwa mengembalikan uang tersebut. Pasalnya, majelis hakim menilai Fransiska tak menikmati keuntungan dari hasil uang korupsi.
Uang korupsi itu dinikmati pihak-pihak lain, di antaranya pengawas Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera Karanganyar, Tony Iwan Haryono. “Tak ada tambahan hukuman kepada terdakwa untuk mengembalikan uang korupsi, karena tak ikut menikmati,” ujar Shininta Sibarani.
Dalam pertimbangan hukum, majelis hakim menyatakan hal yang memberatkan Fransiska, korupsi merupakan perbuatan tercela dan merusak sendi-sendi ekonomi masyarakat.
Sedangkan yang meringankan terdakwa, antara lain, bersikap sopan selama persidangan, menyesali perbuatan dan berjanji tak akan mengulangi lagi, sebagai seorang ibu yang masih menyusui anaknya, serta belum pernah dihukum.
Mendengar putusan tersebut, Fransiska yang saat itu mengenakan baju putih dengan celana hitam tak kuasa menahan tangis. Kendati begitu dia menerima putusan.
“Saya menerima putusan ini,” ujar mantan Ketua KSU Sejahtera Karanganyar 2007-2008 itu, setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukum Wahyu Sri Wibowo, Eddy P Wismaningsih dan Gersom Hanung Utomo.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Endang Pawuri dan Dwi Ernawati, menyatakan pikir-pikir. Sebelumnya, JPU menuntut Fransiska empat tahun penjara dan denda senilai Rp 500 juta atau hukuman pengganti enam bulan kurungan penjara.
Ditemui seusai sidang, Wahyu Sri Wibowo menilai vonis terhadap kliennya masih terlalu berat, karena Fransiska tak melakukan korupsi. Perbuatan yang dilakukan Fransiska karena mendapat tekanan dan ancaman dari Tony Haryono. Tony sudah divonis lima tahun 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar. “Tapi karena klien kami menerima vonis majelis hakim, kami sebagai pengacara mengikuti saja dan tak melakukan upaya hukum lain,” tegas Wahyu.
Fransiska Riana Sari bersama-sama dengan Tony Iwan Haryono dan Rina Iriani, Bupati Karanganyar didakwa telah melakukan perbuatan korupsi dana subsidi pembangunan perumahaan GLA Karanganyar dan pemugaran rumah sederhana masyarakat berpenghasilan rendah senilai Rp 1,54 miliar. Kerugian uang negara itu berasal dari jumlah rumah yang belum dibangun di GLA, rumah yang terbangun namun belum terjual, serta selisih antara subsidi pemugaran dan kenyataan yang disalurkan.