Semangat juang itu mulai menyala ketika hak almarhum ayah dan sanak keluarganya tidak dipenuhi. Mereka termasuk korban bencana raya tsunami, tapi bantuan yang semestinya mereka terima tak kunjung sampai. Dia pun mengindera, dana bantuan tersebut pasti raib karena ditilep. “Saya kemudian termotivasi untuk memahami politik anggaran dan seluk-beluk korupsi,” kisah koordinator Badan pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani SHI.
Pria kelahiran 17 Agustus 1982 ini bergabung dengan GeRAK Aceh sejak tahun 2005. Tetapi, kampanye anti korupsi sudah dilakoninya sejak masih berstatus mahasiswa. Ia termasuk Aktivis HANTAM Aceh (Himpunan Aktivis Anti Militer), dan salah satu Relawan Pemantau Indonesia Cooruption Watch (ICW) Jakarta Program Komisi Darurat Kemanusiaan (KDK) Aceh.
“Saya aktif di lembaga ini karena saya melihat, ada hal yang masih butuh pembenahan. Tata kelola alokasi dana di Aceh, misalnya, belum mampu menyentuh subtansi kebutuhan masyarakat,” kata dia.
Ia menilai, perilaku korupsi saat ini tidak lagi berani dilakukan secara personal. Wabahnya semakin parah karena telah menjadi praktek berjamaah. “Hal ini terlihat jelas pasca konflik dan tsunami. Korupsi berjamaah terjadi di instansi tertentu yang berefek pada kesengsaraan rakyat,” paparnya.
Pengambilan hak-hak masyarakat oleh oknum tertentu membuat Askhal geram. Alumni Fakultas Syariah Jurusan Pidana dan Politik Islam IAIN Ar-Raniry ini menyebut, perlu ada upaya perlawanan terstruktur terhadap implementasi anggaran. Jika tidak, korupsi akan menjadi penyakit parah yang sulit diobati.
Menurutnya, permasalahan pertama terletak pada perilaku. Perubahan utama yang mesti dilakukan adalah perbaikan moral. Dengan adanya moralitas dan nurani yang baik, perilaku korup akan hilang di Aceh.
Askhal berpendapat, Aceh butuh kader yang taat aturan dan berani membantu masyarakat. Juga kader-kader yang paham secara jati diri dan secara moralitas, bahwa korupsi adalah musuh bersama. Baik itu dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam proses menjadi pejabat publik. Dikatakan, kader yang terbentuk bisa menjadi garda terdepan barisan mujahid penentang koruptor. “Mereka nantinya turut andil membangun pemerintahan yang baik. Termasuk ikut mengkampanyekan UU anti korupsi secara aktif,” harap Askhal.
Dari itu, bersama GeRAK ia kemudian membentuk Sekolah Anti Korupsi. Di tahap awal, siswa sekolah tersebut berasal dari kalangan mahasiswa. Dengan pertimbangan, mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan yang akan terlibat dalam pengelolaan urusan publik. Sudah 15 Mahasiswa dari universitas Syiah Kuala dan IAIN Ar-Raniry yang terlatih sekolah di sana.
“Rencana April 2011, kami juga akan mengundang pejabat pemerintah untuk dilatih. Dengan didikan moral yang baik, kami yakin korupsi akan hilang,” cetus pria asal Alue Sungai Pinang, Blang Pidie ini.
Jelang Pilkada
Dalam memerangi korupsi, GeRAK menjalankan beberapa kegiatan. Mulai dari melatih masyarakat agar peka terhadap proses pengawasan keuangan publik secara kontinyu, sampai sosialisasi lewat kampanye anti korupsi dengan melibatkan masyarakat.
Dalam perjalanan panjang pemberantasan korupsi di Aceh kurun waktu 2009 - 2010, GeRAK mencatat 171 kasus dugaan tindak pidana korupsi di seluruh wilayah hukum Aceh. Baik di kabupaten kota maupun di provinsi. Total indikasi kerugian negara mencapai Rp.1,8 Triliun yang terdiri dari dana APBA, APBK, dan bantuan pemerintah pusat yang masuk dalam alokasi anggaran dana alokasi khusus.
“Saat ini, beberapa kasus yang kami laporkan sudah masuk tahap penyelidikan,” paparnya.
Melalui keberhasilan yang bisa mendorong aparat penegak hukum untuk menyidik kasus-kasus yang berpotensi merugikan negara, Askhal sangat berharap uang triliunan bisa digunakan untuk masyarakat, daripada masuk ke tangan oknum yang memperkaya diri sendiri. Maka detik-detik menuju Pilkada, ia akan terus berkampanye agar rakyat bisa memilih pemimpin jujur, amanah dan dapat dipercaya. “Dan bersama GeRAK Aceh, juga berpartisipasi untuk terlibat dalam memonitoring anggaran Aceh agar tidak dipakai untuk kepentingan politik,” tandasnya. nelly (Askhalani SHI)