Pemerintah diduga tidak serius berusaha menangkap dan memulangkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Sejumlah pihak diduga merasa lebih nyaman jika Nazaruddin yang meninggalkan Tanah Air sejak 23 Mei lalu itu tetap tidak ditemukan.
Demikian disampaikan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Soesatyo, Rabu (3/8/2011), di Jakarta. "Saya meyakini, belum ditemukannya Nazaruddin bukan dikarenakan oleh ketidakmampuan aparat yang ditugaskan untuk itu. Namun, lebih karena aparat tidak sungguh-sungguh berusaha menemukan Nazaruddin," kata Bambang yang juga Wakil Bendahara Umum Partai Golkar ini.
Ketidaksungguhan menemukan Nazaruddin, lanjutnya, disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya perubahan sinyal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari "tangkap" menjadi "pulanglah" Nazaruddin. Sinyal perubahan perintah dari Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu diyakini memengaruhi kerja aparat dalam memburu Nazaruddin.
"Kedua, saya meyakini, jika Nazaruddin tertangkap, akan ada banyak pihak yang mendapat 'serangan jantung' karena kesaksian dan sejumlah data atau dokumen yang dimilikinya," tutur Bambang. Apa yang dimiliki Nazaruddin, ujarnya, akan melengkapi tersedianya minimal dua alat bukti sebagai syarat penahanan atau penetapan status tersangka terhadap pihak yang selalu disebut Nazaruddin.
Mereka yang selama ini disebut Nazaruddin, antara lain Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah, dan anggota DPR dari Partai Demokrat, Angelina Sondakh. "Karena nama-nama yang disebut Nazaruddin bukan orang sembarangan, sejumlah pihak, seperti KPK, pemerintah, dan parpol besar tertentu, diduga lebih nyaman jika Nazaruddin tetap tidak ditemukann," kata Bambang. Akhirnya, tutur Bambang, sebagaimana kasus-kasus besar lain yang lenyap ditelan bumi, kasus Nazaruddin ini diharapkan pada saatnya juga bisa dilupakan oleh publik. (nwo)
sumber:
nasional.kompas.com