JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mengakui, Fauzi dan Ali Mudori pernah menjadi staf Menakertrans Muhaimin Iskandar.
Nama Fauzi dan Ali Mudori selama ini disebut terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pencairan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) transmigrasi di Kemenakertrans. ”Dia (Fauzi) bersama Ali Mudori pernah menjadi tim asistensi Pak Muhaimin,” kata juru bicara Kemenakertrans, Suhartono, saat dihubungi wartawan, Kamis (8/9).
Namun dia menegaskan, tim itu bersifat ad hoc (sementara) dan hanya membantu support data dan analisa pemetaan pekerjaan menteri. Tim itu sudah bubar tahun 2010.
Suhartono menyangkal informasi yang menyebut Fauzi dan Mudori sebagai staf khusus Muhaimin. Ditambahkannya, Muhaimin sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan keduanya baik secara pribadi atau terkait pekerjaan.
“Tidak benar itu. Keduanya tidak pernah menjadi staf khusus,” tegasnya.
Nama Fauzi dan Mudori pertama kali dimunculkan oleh tersangka penyuapan Dharnawati dari PT Alam Jaya Papua. Pengacara Dharnawati, Rahmat Jaya, menyebut keduanya sebagai pihak yang aktif berperan dalam proses permintaan dana ke PT Alam Jaya.
Rahmat juga menyebut keterlibatan Acoz, yang diduganya sebagai orang dekat Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Agustus berhasil menangkap tangan tiga orang yang diduga melakukan serah terima uang suap terkait pencairan Dana Percepatan Pembangunan Infrasturktur Daerah bidang transmigrasi di 19 kabupaten tahun 2011. DPPID bernilai total Rp 500 miliar.
Dharnawati yang diduga sebagai pemberi uang ditangkap di daerah Otto Iskandardinata (Otista), Jakarta Timur. I Nyoman Suisanaya, sekretaris Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans ditangkap di Gedung A Kemenakertrans, Jalan Kalibata, Jakarta Timur. Sedangkan, Dadong Irbarelawan, kabag Perencanaan dan Evaluasi tertangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Banten.
Penyidik KPK menemukan barang bukti berupa satu buah kardus durian berisi uang sekitar Rp 1,5 miliar yang diduga sebagai fee supaya dana DPPID di sejumlah daerah transmigrasi segera cair.
Penggeledahan
Sementara itu, kemarin KPK melakukan penggeledahan di kantor Kemenakertrans. Penggeledahan dilakukan terkait kasus suap di lembaga tersebut.
”Penggeledahan dilakukan di kantor Ditjen P2KT,” kata Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, kepada Suara Merdeka.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK menurunkan empat tim.
Dia menambahkan, penggeledahan dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti yang masih dibutuhkan dalam proses penyidikan kasus suap terkait pengembangan kawasan transmigrasi.
”Untuk mencari tambahan alat bukti yang masih diperlukan,” ujar Priharsa.
Tak Libatkan Komisi IX
Terpisah, Komisi IX DPR menolak untuk bertanggung jawab atas munculnya DPPID sebesar Rp 500 miliar Kemenakertrans, meski kementerian di bawah kendali Muhaimin Iskandar itu merupakan mitra kerja Komisi IX.
Menurut Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning, penolakan itu disebabkan oleh tidak terlibatnya Komisi IX mulai dari proses pembahasan hingga pengambilan keputusan anggaran tersebut. Pihaknya akan menolak dan mengedrop anggaran DPPID karena mencederai banyak pihak dan bermasalah.
”Pembahasan anggaran DPPID hanya dilakukan antara jajaran Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran (banggar) DPR dengan departemen-departemen teknis. Selama ini anggaran seperti itu diputuskan hanya berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No 25 Tahun 2011,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Menakertrans Muhaimin Iskandar di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Dia menegaskan, pola itu bertentangan dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) Bab 7 tentang tata cara penetapan pendapatan dan belanja negara. Bab tersebut isinya antara lain memuat ketentuan bahwa semua penentuan anggaran dilakukan oleh Komisi masing-masing dan untuk kemudian disahkan oleh banggar.
”Komisi harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan anggaran. Peraturan Menteri Keuangan seharusnya tidak bisa dijadikan landasan karena Permenkeu itu berada di bawah UU MD3,” tukas Ribka.
Anggota Komisi IX yang juga anggota banggar, Matri Agoeng justru menuding Komisi XI DPR sebagai pihak yang mengetahui dana Rp 500 miliar. Pasalnya, dana tersebut bukan uang yang digunakan untuk program teknis sehingga tidak berada di pos Kemenakertrans, tetapi di pos Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
”Itulah mengapa Komisi IX tidak mengetahui, karena dana itu di bawah penanganan Komisi XI sebagai mitra Kemenkeu,” imbuhnya.
Hal senada juga ditegaskan Menakertrans Muhaimin Iskandar, yang menyatakan bahwa anggaran proyek DPPID senilai Rp 500 miliar tidak diajukan oleh Kemenakertrans karena dana itu biasa disebut dana transfer daerah yang masuk dalam dana penyesuaian.
”Dana penyesuaian infrastruktur itu sepenuhnya ada di Kementerian Keuangan dan besarannya diputuskan bersama Badan Anggaran DPR yang di dalamnya mencakup semua Komisi di DPR,” terangnya.
Muhaimin mengatakan, hal tersebut telah diatur dalam undang-undang sehingga bisa menjadi dasar hukum bahwa dana DPPID bukan masuk ke dalam Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Kemenakertrans dan APBN milik Kemenakertrans.
”Komisi IX meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus keterlibatan dua pejabat Kemenakertrans dan pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat dalam kasus tersebut. Selanjutnya, Komisi IX akan menindaklanjuti melalui Panja Transmigrasi untuk lebih melakukan pengawasan yang efektif terhadap program transmigrasi,” kata Ribka.
Muhaimin membantah ada aliran dana yang masuk ke dalam rekeningnya. Menurutnya, kasus dugaan suap yang melanda kementeriannya itu justru melebar dan semakin tidak jelas. ”Uang mana yang mengalir? Uang dari mana? Dana pembangunannya saja belum turun,” tukasnya usai rapat dengan Komisi IX.
Ketua Umum DPP PKB ini menegaskan, tidak ada sepeser pun dana masuk ke rekening pribadinya karena pencairan Rp 500 miliar DPPID itu belum turun.
”Tanggal 13 (September 2011) ini saja baru penandatanganan komitmen antara Pemda dengan Menteri Keuangan,” katanya.
Muhaimin menduga ada yang memainkan isu dalam kasus ini, sehingga pemberitaan kasus yang dua dari tiga tersangkanya dari Kemenakertrans itu kian melebar. (J13,J22,K32-43)