JAMBI - Rencana Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy menurunkan tim dan melakukan eksaminasi terhadap perkara-perkara korupsi yang terhenti di tengah jalan tanpa alasan jelas di Jambi, ditanggapi biasa-biasa saja oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi BD Nainggolan. Dia mempersilahkan Jamwas turun ke Jambi, karena Jamwas memang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terkait laporan dalam penanganan perkara.
Kajati mengaku tidak mengetahui kasus mana saja yang menjadi sorotan pihak Gedung Bundar, Kejaksaan Agung. Hingga kini, dia tidak menerima tembusan laporan, seperti yang disebut-sebut itu. “Kalau nanti ada tim dari Jamwas yang turun melakukan penyelidikan, itu tidak masalah. Silakan saja,” katanya saat dihubungi tadi malam (6/11).
Meski belum mengetahui kasus-kasus yang menjadi target Jamwas, Nainggolan mengaku pernah menerima laporan dugaan pemberian uang sebesar Rp 500 juta. Ini terkait kasus PLTD Unit 22, Sungaibahar, Muarojambi. Dalam laporan yang masuk disebutkan, Muchtar Muis, mantan Wakil Bupati Muarojambi yang dijebloskan ke tahanan menyetorkan uang tersebut pada kejaksaan tinggi agar tidak ditahan.
“Kasus itu sedang diselidiki. Tetapi kan tidak terbukti, kini dia (Muchtar Muis, red) sudah kita tahan. Tersangka ditahan setelah tiga kali mangkir dari panggilan,” jelasnya.
Kemudian, juga ada kasus jembatan Parit IX Kualatungkal yang tidak ditindaklanjuti. “Kalau soal kasus jembatan Parit IX, Kualatungkal, saya tidak tahu kalau pernah ditangani. Saya belum terima laporannya, kalau pun ada mungkin penanganan perkara sebelum saya menjabat sebagai Kajati,” tegasnya.
Seperti diberitakan, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy mengaku sering menerima informasi adanya oknum jaksa di Jambi yang “bermain” dengan tersangka. Bahkan, kejagung juga kerap menerima informasi ada kasus korupsi yang sengaja dihentikan proses penyidikannya.
Tapi, Marwan enggan menyebutkan kasus apa saja yang digantung jaksa di Jambi itu. Dia hanya menegaskan sedang membuat agenda pengawasan dan turun ke daerah-daerah. “Jambi provinsi prioritas yang bakal dieksaminasi perkaranya. Ada dan banyak (perkara yang digantung) di sana. Anda lebih tahulah,” ujarnya.
Mantan Jampidsus itu mengungkapkan, ada sejumlah kasus di Jambi yang sudah lama ada tersangkanya, tapi tak kunjung di-mejahijau-kan. Terkait hal itu, pihaknya akan segera meminta penjelasan kejaksaan setempat. “Ini salah satu program dari pengawasan. Yang bertahun-tahun mandegnya gak karu-karuan itu,” tegasnya.
Kajati menegaskan bahwa penanganan perkara korupsi di instituasi yang dimpimpinnya masih terus berjalan. Memang ada beberapa kasus yang saat ini masih jalan di tempat. Penyidik, menurutnya, masih terkendala dengan penerapan hukum. Dia mencontohkan kasus dugaan kredit macet PT Raden Prima Lestari (RPL) atau lebih dikenal kasus kredit macet Raden Motor.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan tiga orang tersangka, yakni Zein Muhammad; pimpinan PT RPL, Effendi Siam; account officer, dan Biasa Sitepu; akuntan publik. Penanganan kasus kredit perusahaan yang kenal Raden Motor senilai Rp 52 miliar ini belum tuntas. Korps Adhyaksa Jambi akan mencari harga pembanding semua aset Raden Motor yang diagunkan pada BRI.
Kasus lainnya yang masih dalam proses adalah dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di RSU Haji Abdul Madjid Batoe (Hamba) Muarabulian. Dalam kasus ini direktur rumah sakit Husni E Taufik dan suplier alat kesehatan Adhiarto ditetapkan sebagai tersangka. Proyeknya berasal dari anggaran APBN dan APBD senilai Rp 3,2 miliar.
“Saat ini masih berjalan, hanya saja kita (Kejati Jambi) kesulitan dalam penerapan hukum. Kasus ini belum dihentikan dan masih berlanjut penyelidikannya,” jelas BD Naninggolan.
Kasus lain yang sudah ditetapkan tersangka, tapi belum di-mejahijau-kan adalah kasus dugaan korupsi proyek tanah untuk pembangunan markas Satuan Polisi Reaksi Cepat Kehutanan atau Sporc senilai Rp 300 juta pada 2006 lalu. Kejaksaan juga telah menetapkan Purwanto, ketua panitia pengadaan, sebagai tersangka. Namun, hingga kini penyidik kejaksaan belum bisa menghadirkan kasus korupsi itu pengadilan.
Awalnya, dalam kasus itu, kejaksaan mencium ada indikasi terjadi penggembungan anggaran (mark-up) senilai Rp 300 juta untuk tahun anggaran 2006 dari total anggaran Rp 900 juta. Pada tahap penyelidikan kejaksaan telah memeriksa dan memintai keterangan para saksi dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan panitia lelang. Namun yang ditemukan dalam tahap penyelidikan harga tanah seluas 1 hektar itu senilai Rp 300 juta.
Selain kasus mandeg, ada juga beberapa kasus yang dihentikan penanganannya oleh pihak kejati dengan alasan indikasi perbuatan melawan hukum. Di antaranya, kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) pengadaan buku perpustakaan sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Batanghari tahun 2010. Kasus itu belum bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan, pasalnya hasil penyelidikan belum ditemukan indikasi penyimpangan dalam pengelolaan DAK sebesar Rp 5 miliar.
Dua kasus lainnya yang tidak bias dilanjutkan, yakni dugaan korupsi pengadaan 2.100 ekor sapi di Dinas Peternakan Provinsi Jambi. Lalu dugaan korupsi pengerjaan jembatan Parit 9, Kecamatan Tungkal Ilir, Kualatungkal. Alasan penghentian perkara ini, penyidik belum menemukan indikasi kerugian negara.