Berita ini sangat mengejutkan. Dari hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2011 yang dilakukan oleh KPK, Kementerian Agama (Kemenag) menempati posisi tertinggi untuk tingkat kerawanan korupsi. Dengan nilai indeks integritas terrendah sebesar 5,37 (di bawah 6.0)
Hasil survei ini mengejutkan karena terdapat ironi, selama ini Kementerian Agama jarang disorot media untuk kasus korupsi, tetapi survei KPK membuktikan lain, meskipun istilahnya “Rawan korupsi tertinggi” belum pada kasus korupsi yang terbukti secara hukum, tetapi ini menunjukkan banyak potensi untuk terjadi, terdapat banyak celah untuk praktek korupsi.
Ini adalah tamparan keras untuk kementerian agama, karena kementerian yang membawahi agama sebagai pengusung nilai-nilai moral tetapi malah sebaliknya. Korupsi jelas amoral, agama seharusnya bisa mengeliminir hasrat yang amoral tersebut, tetapi kenyataannya malah sebaliknya: berada paling atas di posisi potensi untuk amoral. Sungguh memalukan. Istilah “Malu” di sini diidentikkan dengan istilah “Masalah”, yaitu ketika realitas tidak sesuai dengan yang ideal.
Dari lambangnya saja, Kementerian Agama sudah salah kaprah, “Ikhlas Beramal”. Istilah itu sepertinya sangat bijak dan mencerminkan perilakunya. Padahal istilah itu rentan disalahtafsirkan. Mari kita lihat. Ikhlas itu bukan pada taraf amal, tetapi pada taraf niat baru bisa dikatakan ikhlas. Kalau amal bukan ikhlas tetapi lebih cocoknya juhud atau bersungguh-sungguh. Kalau ikhlas beramal, maka bisa diartikan amalnya seenaknya saja, namanya juga berbuat seikhlasnya alias semaunya.
Dari segi anggaran, Kemenag di posisi keempat terbesar dari 7 kementerian yang mendapat alokasi anggaran terbesar. Rinciannya: Kementerian Pertahanan dengan anggaran sebesar Rp 64,4 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp 61,2 triliun, Kementerian Pendidikan Nasional Rp 57,8 triliun, Kementerian Agama Rp37,3 triliun, Kepolisian Negara RI Rp34,4 triliun, Kementerian Kesehatan Rp28,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp26,8 triliun (sumber: naskah pidato Presiden RI di DPR-RI, 16 Agustus 2011).
Jika Kemenag adalah tertinggi dalam hal rawan korupsi berarti anggaran 37.3 Trilyun yang dianggarkan pun rawan untuk disalahgunakan. Dengannya ada dua kerawanan korupsi: pertama terhadap anggaran dari negara, dan kedua terhadap kegiatan-kegiatan yang melibatkan dana langsung dari masyarakat seperti Haji dan lainnya.
Dalam prakteknya, Haji misalnya, sebagai program rutin Kementerian Agama sangat (triple) rentan dari praktek korupsi. Yang harusnya jemaah berangkat dua tahun lagi bisa diatur untuk berangkat tahun ini asal ada bayarannya. Meskipun dengan embel-embel alasan diprioritaskan bagi calon jemaah haji yang sudah tua. Praktek ini nyata tapi susah dibuktikan. Persis seperti–maaf–buang angin (kentut), baunya nyata tapi tak bisa dilihat dan nyaris tak ketauan siapa pelakunya. Belum lagi berbagai masalah-masalah yang kerap muncul pada pelaksanaan haji, seperti makanan basi untuk jemaah haji, hotel yang bermasalah, dan setumpuk masalah-masalah lain. Tapi berlalu begitu saja setiap tahunnya, toh Kementerian Agama, kementerian anti kritik, karena mengkritik kementerian agama sama tabunya dengan mengkritik agama itu sendiri.**[harja saputra]