Jakarta, Moratorium remisi seyogyanya tidak dilakukan terlebih dahulu, sebelum melakukan perubahan UU Pemasyarakatan. Sebab, produk hukum berupa kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan di bawah UU, hanya akan menimbulkan diskriminasi.
"Sebelum ada revisi UU, maka setiap narapidana dengan latar belakang apapun kasusnya berhak mendapatkan perlakuan yang sama," kata praktisi hukum, Taufik Basari, dalam pesan singkatnya, Rabu (2/11).
Sebab, bila seorang napi yang memenuhi syarat remisi 'dicabut' hak remisinya karena latar belakang kasusnya bukan karena persyaratan yang harus dipenuhi, maka sama saja memberikan hukuman dua kali.
"Bagi napi yang telah diperlakukan berbeda akibat kebijakan formal dan bukan karena tidak memenuhi syarat, maka yang bersangkutan bisa menggugat," ujarnya. Sebab, napi bersangkutan punya hak hukum, tetapi tidak diberikan bukan karena kesalahannya melainkan karena ada perubahan kebijakan yang tidak melalui revisi UU.
Dalam kesempatan itu dia membantah bila kalangan yang keberatan dengan moratorium adalah tidak mendukung pemberantasan korupsi. Sebab, ada hal yang berbeda antara hak napi, keadilan reparatif dan sistem pemidanaan modern.
"Itu berbeda dengan upaya pemberantasan korupsi. Adanya hak napi atas remisi tidak lantas bisa dituding seolah-olah menjadi penghambat dari efek jera yang ditimbulkan pemberantasan korupsi," tegasnya.
Menurutnya, kuncinya lebih ke soal penegakan hukum dan pemberian sanksi atau hukuman yang sepadan dengan kerugian dan perbuatan yang dilakukan. "Setelah menjalani pidana, timbul soal lain yakni hak napi dan hak untuk diperlakukan sama di depan hukum," imbuhnya.
( Saktia Andri Susilo / CN31 / JBSM )