www.bumnwatch.com
– Moral sebagian kepala daerah benar-benar bobrok. Mereka dan malu-malu
melakukan aksi balik modal sekaligus mengeruk keuntungan melalui
pungutan rekrutmen (penerimaan) pegawai negeri sipil hingga
penyelewengan dana bantuan sosial (bansos).
Prof. DR Sofian Efendi mengutarakan, sebagian biaya kampanye saat
Pemilukada dari utang memang mesti dikembalikan. “Sebagian lagi tak
perlu dikembalikan sudah merupakan kompensasi kepada cukong, yakni
berupa konsesi proyek,” jelasnya kemarin.
Menurut dia, langkah untuk mengembalikan modal plus keuntungan,
ditempuh dengan mematok pungutan rekrutmen PNS. “Melalui jaringannya, si
kepala daerah menebarkan kesempatan menjadi PNS dengan bayaran puluhan
bahkan sampai ratusan juta rupiah. Ganas memang,” ungkapnya.
Selain itu, guru besar di Universitas Gajah Mada tersebut
mengemukakan kepala daerah menyelewengkan dana bansos untuk keperluan
pribadi atau untuk menyawer rakyat agar terpilih kembali. “Banyak sekali
kepala daerah yang tersangkut pidana karena penyelewengan bansos ini,”
ujarnya.
Anggota Tim Reformasi Birokrasi yang dibentuk Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB) ini
menyayangkan rakyat mau saja terjebak bujuk rayu si kepala daerah.
“Kesannya jadi sinterklas, suka tebar uang. Padahal uang yang ditebar
merupakan uang rakyat juga,” tuturnya.
Karena aksi rekrutmen PNS untuk mengeruk uang itu, Sofian menegaskan
tidak mengherankan bila setiap tahun terdapat permintaan 1.000.000 calon
PNS diajukan oleh daerah. “Karena itu, tepat sekali bila pemerintah
pusat mengadakan moratorium rekrutmen PNS,” ujarnya. Dia mengingatkan
jumlah PNS sudah berlebihan. Data Badan Kepegawaian Negara pada posisi
Juni 2011, sudah sekitar 4,6 juta PNS.
Dari jumlah PNS sebesar itu, data Deputi SDM Aparatur Kementerian PAN
dan RB memperlihatkan seleksi calon PNS dan pengangkatan dalam jabatan
belum sepenuhnya transparan, obeyktif dan berbasis kompetensi.
Distribusi dan komposisi antara jabatan teknis dengan jabatan
administratif tidak proprosional. Juga terjadi miismatch antara
kompetensi PNS dengan persyaratan yang dibutuhkan jabatan/pekerjaan.
Selain itu, sebanyak 279 daerah ternyata lebih dari 50 persen APBD-nya
tersedot untuk belanja pegawai. (Harian Terbit/*)