Oleh : Mora Dingin
Aktivis Qbar Padang
Berbicara soal
pemberantasan korupsi tidak asing lagi ditelinga kita. Sejak zaman
reformasi lahir hingga sekarang perlawanan terhadap pemberantasan
korupsi terus ditabuh dan dikumandangkan.
Bahkan pemerintahan SBY jilid II yang
sudah memasuki setengah perjalanan dalam mendayung roda pemerintahan
terus mendengungkan pemberantasan korupsi sebagai agenda utama program
kerjanya hingga 2014 mendatang. Namun sampai sekarang sepertinya
pemberantasan korupsi berjalan lembut gemulai, bak seorang anak kecil
yang sedang belajar berjalan, melangkah setahap demi setahap.
Ini semua disebabkan karena dalam
pemberantasan korupsi ternyata banyak tantangannya, baik yang muncul
dari aparat penegak hukum sendiri yang terkesan lembek dalam
melaksanakan tugasnya maupun dari pelaku tindak pidana korupsi itu
sendiri yang lihai dalam mempermainkan hukum di negeri ini, hingga
berujung kepada lambatnya penuntasan kasus bahkan bisa saja lepas dari
jeratan hukum.
Korupsi --yang nota bene merupakan
penyakit nomor dua yang tertua setelah pelacuran sepanjang sejarah dunia
ini ada--, ternyata telah memberikan dampak yang begitu buruk buat
keberlangsungan kehidupan manusia.
Mengguritanya tindakan korupsi telah
merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
kesemua itu bermuara kepada ketimpangan, kemiskinan, dll. Tindakan
perbuatan korupsi yang sudah menjadi akut sering menjangkiti para
pejabat-pejabat di negeri ini. Mulai dari pejabat ditingkat daerah
hingga pejabat di tingkat pusat. Semuanya berlomba-lomba untuk korupsi.
Dalam pandangan ahli-ahli ilmu
sosial bahwa kejahatan kerah putih (White Collar Crime) salah satunya
adalah korupsi, merupakan gejala yang timbul pada abad modern ini.
Banyak ahli beranggapan bahwa tipe kejahatan ini merupakan ekses dari
proses perkembangan ekonomi yang terlalu cepat dan yang menekan pada
aspek material financial belaka. Karena itu pada mulanya gejala ini
disebut Busines Crime atau ekonomi criminal. Oleh karena itu White
Collar Crime merupakan kejahatan yang sering dilakukan oleh pengusaha
ataupun pejabat-pejabat dalam menjalankan peranan fungsinya. Termasuk
pejabat pemerintahan di negeri tercinta ini.
Tahun 2012, Sebuah Harapan
Tahun
2012 sudah dimulai, semoga ini akan menjadi sebuah momentum serta
harapan baru dalam pemberantasan korupsi yang lebih baik kedepan. Karena
itu sudah sepantasnya kita merajut asa di tahun yang baru ini, semoga
semua stakeholder baik masyarakat, pemerintah serta aparat penegak hukum
saling bahu membahu dalam memberangus tindakan korupsi yang sedah
mengakar kuat di negeri ini.
Hendaknya menjadi sebuah renungan
buat kita bersama, cacatan yang disampaikan oleh Trancaparanci
Internasional (TI) beberapa bulana yang lewat (2011) bahwa Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di poin 2,8. Kondisi ini masih
sangat jauh tertinggal jika dibandingkan IPK negara tetangga seperti
Singapura 3,9 dan Malaysia 4 serta Korea Selatan 5,4. Jadi indeks
persepsi korupsi Indonesia berdasarkan data dari TI meningkat 0,8 persen
setelah ditetapkannya Inpres No 5 Tahun 2004. Sehingga ada anggapan
bahwa Inpres tersebut belum dijalankan dan belum dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat (Baca: Kompas, 8/11/2011).
Memang rasanya data tersebut tidak
lah mengherankan mengingat dalam beberapa tahun terakhir muncul beberapa
kasus tindak pidana korupsi yang cukup besar dan sangat merugikan
negara. Mulai dari kasus bank century, kasus penggelapan pajak oleh
Gayus Halomoan Tambunan, Kasus Suap Pemilihan Gubernur BI oleh Miranda
Gultom, hingga kasus pembangunan Wisma Altel dengan terdakwa Nazaruddin.
Belum lagi kasus-kasus yang menimpa para
kepala daerah yang menunjukkan ada 155 kepala daerah yang tersangkut
masalah hukum, 17 orang di antaranya adalah gubernur. Sungguh luar biasa
perbuatan korupsi di negeri ini.
Bahkan untuk daerah Sumatera Barat
khususnya dalam catatan Lembaga Bantuan Hukum Padang pada tahun 2011
jumlah kasus korupsi mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010.
Yaitu terjadi peningkatan sebanyak 83 kasus, dari 157 kasus yang
termonitor LBH tahun 2011 dibandingkan kasus yang terdata LBH Padang
tahun 2010 yang hanya berjumlah 46 kasus (Padeks, 08/12/2011).
Peran Aparat Penegak Hukum
Buramnya
penegakan hukum dalam memberantas korupsi, berbanding lurus dengan
semakin mengguritnya pernyakit korupsi yang terjadi hari ini. Buramnya
penegakan hukum dalam menangani kasus korupsi tak bisa dilepaskan masih
lemahnya peran aparat penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan,
pengadilan maupun pengacara dalam menjalankan fungsinya.
Kita menyadari betul bahwa pemberantasan
korupsi tidak akan bisa terwujud tanpa peran yang baik dari aparat
penengak hukum dibarengi dengan dukungan sepenuhnya dari masyarakat.
Aparat penegah hukum merupakan corong utama penegakan hukum dinegeri
ini. Hukum mustahil bisa ditegakkan kalau aparat penegak hukumnya
sendiri tidak taat terhadap peraturan yang ada.
Makanya di awal 2012 ini, rasanya
kita masih terus dibayang-bayangi trauma terhadap lemahnya kinerja
aparat penegak hukum. Mungkin masih segar dalam ingatan kita beberapa
waktu silam berita buruk soal keberadaan aparat penegak hukum, hati kita
menjadi pilu, kepercayaan kita menjadi pudar lagi, ketika melihat salah
satu intitusi penegak hukum yaitu kejaksaan bahwa anggotanya lebih
kurang 1000 orang dilaporkan ke Jaksa Agung Pengawasan (Jamwas). Dan
selama tahun 2010, 256 jaksa yang diberi sanksi dan 32 orang ci copot
dari jabatannya ( Padeks, 3/01/2011).
Melihat keadaan yang miris itu,
sewajarnya kita bertanya bagaimanakah nasib pemberantasan korupsi
kedepan di negeri ini? Jawabannya, mari kita bercermin kepada kondisi
peran yang dimainkan oleh aparat penegak hukum kita hari ini. Mungkin
masing-masing kita semua bisa memberi penilaian. Walaupun begitu kita
masih berharap banyak kepada aparat penegak hukum, agar lebih bisa
mengemban amanat serta fungsinya yang telah dipercayakan oleh rakyat
selama ini.
Satu catatan penting buat kita bahwa
untuk pemberantasan korupsi mungkin kita masih perlu terus belajar
kepada negara Cina yang menerapkan hukuman mati terhadap pejabatnya yang
terlibat korupsi. Rasanya hukuman penjara yang diterapkan hari ini
tidaklah cukup, membuat jera para penggiat korupsi di negeri ini, karena
disebabkan telah mengikisnya budaya malu dari diri setiap individu.
Karena itu, tidak salah rasanya dicoba
ide-ide yang berkembang akhir-akhir ini hukuman yang pas diterapkan
untuk penggiat korupsi adalah hukuman kurungan dan pemiskinan koruptor
yaitu dengan menarik semua aset kekayaannya, serta bentuk hukuman sosial
lainnya. Sehingga, akhirnya semua orang akan jera untuk melakukan
korupsi dinegeri ini, terutama para pejabat-pejabat berdasi.
Akhirnya dalam mengawali tahun 2012 ini
mari kita merajut asa dan menyamakan tekat untuk bersama-sama memerangi
korupsi! Semoga bangsa ini bisa lepas dari cengkaraman peyakit yang
sudah akut tersebut. Amin! (*)