JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Jusuf
Kalla berpendapat, Dewan Perwakilan Rakyat boleh saja mengkritik Komisi
Pemberantasan Korupsi terkait penahanan 19 politisi DPR 1999-2004. Hanya
saja, kritik DPR tersebut seharusnya tidak bertujuan menghancurkan KPK.
"Ya
mengkritik, mengevaluasi KPK, betul. Silakan saja. Tidak berarti harus
menghancurkan KPK kan," katanya saat menghadiri simposium Nasional
Demokrat di Jakarta Convention Center, Minggu (30/1/2011).
Penahanan
terhadap 19 politisi DPR yang tersangkut kasus dugaan suap cek
perjalanan dalam pemenangan Miranda Goeltom sebagai Deputi Senior
Gubernur Bank Indonesia mendapat kritik dari parlemen.
Wakil Ketua
DPR Priyo Budi Santoso menilai bahwa KPK terlalu memaksakan diri dengan
menahan 19 politisi tanpa menjerat siapa penyuap 19 politisi tersebut.
Anggota
Komisi III DPR, Ahmad Yani, mempertanyakan aksi penahanan 19 politisi
oleh KPK itu. "Saya bingung kenapa kasusnya begitu lama. Kenapa juga KPK
baru menyajikan beberapa hari setelah pimpinan KPK mendapat deponeering?" katanya.
Upaya
penahanan 19 politisi tersebut juga dinilai sebagai pengalihan isu.
Menanggapi hal itu, JK mengatakan agar semua pihak memandang upaya KPK
secara fair. Jangan menggunakan standar ganda dalam mematok kinerja KPK.
"Kalau
kita berbicara KPK, tentu kita tidak boleh dobel standar. Artinya,
kalau menyangkut orang lain, kita minta KPK. Tapi kalau kita yang kena,
(minta) jangan KPK," katanya. Kepada KPK pun, JK berharap agar institusi
penegak hukum itu tidak tebang pilih dalam mengusut kasus cek
perjalanan.