Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang
Beredar Melalui PT Pos Indonesia dan Para Penyelenggara Jasa Titipan
(Jakarta, 12 Juni 2009). Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar dan
Kepala PPATK ( Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus
Husein pada tanggal 12 Juni 2009 di kantor Ditjen Postel Departemen
Kominfo telah menanda-tangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Nota Kesepahaman ini
bertujuan untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah Ditjen postel dan
PPATK dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang
dalam kaitannya dengan PT. Pos Indonesia dan Penyelenggara Jasa
Titipan. Ruang lingkup kerjasama dalam Nota Kesepahaman ini meliputi:
tukar menukar informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan
kewenangan masing-masing instansi; bantuan PPATK kepada Ditjen Postel
dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pos khususnya
pengawasan layanan lalu lintas uang termasuk menyusun regulasi teknis
mengenai penerapan prinsip mengenai nasabah layanan pos; bantuan Ditjen
Postel kepada PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang; penugasan pejabat/pegawai Ditjen Postel di PPATK;
sosialisasi rezim anti pencucian uang; dan/atau p endidikan dan
pelatihan.
Di dalam Nota Kesepahaman tersebut juga disebutkan, bahwa Ditjen
Postel dan PPATK melakukan tukar menukar informasi yang terkait dengan
pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing instansi. Pertukaran
informasi tersebut dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh
pimpinan instansi atau pejabat yang ditunjuk. Informasi yang diberikan
oleh Ditjen Postel kepada PPATK sebagai berikut: hasil pengawasan
terhadap PT. Pos Indonesia dan/atau Penyelenggara Jasa Titipan dalam
menyelenggarakan jasa layanan pos; dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Ditjen Postel di bidang pos yang
diperlukan oleh PPATK dalam rangka melakukan analisis laporan atau
pemenuhan permintaan informasi dari Financial Intelegence Unit (FIU)
negara lain yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang sesuai
permintaan PPATK. Sedangkan informasi yang diberikan oleh PPATK kepada
Ditjen Postel sebagai berikut: dugaan tindak pidana pencucian uang yang
dilakukan oleh setiap orang yang melakukan transaksi keuangan melalui
PT. Pos Indonesia dan/atau Penyelenggara Jasa Titipan yang berada di
bawah pembinaan Ditjen Postel; dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Ditjen Postel di bidang pos.
Pihak yang mengajukan permintaan informasi wajib menjelaskan tujuan
penggunaan informasi tersebut. Informasi yang diberikan tersebut
bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang
tercantum dalam surat permintaan informasi. Di samping itu, informasi
yang diberikan tidak dapat diteruskan/diungkapkan kepada pihak lain
tanpa persetujuan tertulis dari pemberi informasi. Pihak penerima
informasi bertanggung jawab atas kerahasiaan, penggunaan dan keamanan
informasi yang telah diberikan. Dalam rangka memantau kepatuhan terhadap
pelaksanaan peraturan dan pedoman pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan dan pelaporan transaksi keuangan yang dilakukan secara
tunai, PPATK melakukan audit kepatuhan terhadap PT. Pos Indonesia
dan/atau Penyelenggara Jasa Titipan yang berada di bawah pembinaan
Ditjen Postel. Pelaksanaan audit kepatuhan tersebut dilakukan dengan
cara menyampaikan terlebih dahulu pemberitahuan secara tertulis kepada
Ditjen Postel. Dalam hal terdapat temuan audit kepatuhan tersebut, maka
PPATK dan Ditjen Postel melakukan audit kepatuhan secara bersama.
Sebagai informasi, pencucian uang adalah perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut dapat diduga merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan
yang sah. Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2003 (UU TPPU) mengamanatkan pendirian Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga sentral yang
mengkoordinasikan pelaksanaan Undang-undang dimaksud guna mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. PPATK adalah
lembaga yang independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden
RI. Keberadaan PPATK sebagai suatu lembaga intelijen di bidang keuangan,
yang secara internasional nama generiknya adalah Financial Intelligence
Unit (FIU) memiliki tugas dan kewenangan khusus.
Kewenangan PPATK adalah meminta dan menerima laporan dari Penyedia
Jasa Keuangan; meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau
penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan
kepada penyidik atau penuntut umum; melakukan audit terhadap Penyedia
Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi
keuangan; dan memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai
transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Berdasarkan UU TPPU dan
Keppres No. 82 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Kewenangan PPATK dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, lembaga
intelijen di bidang keuangan (FIU) Indonesia ini dapat melakukan
kerjasama dengan pihak-pihak terkait baik secara nasional maupun
internasional. Kerjasama dengan instansi pemerintah di dalam negeri
terutama dilakukan agar rezim anti pencucian uang di Indonesia dapat
diterapkan secara efektif sehingga PPATK dapat membantu upaya penegakan
hukum dan menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan.
Dengan semakin tumbuh berkembangnya dinamika pembangunan serta
menyebarnya kegiatan-kegiatan dunia usaha di seluruh wilayah tanah air,
penyelenggaraan pos utamanya layanan transasksi keuangan merupakan salah
satu sarana yang efektif untuk pengiriman uang. PT. Pos Indonesia dan
Penyelenggara Jasa Titipan (Perjastip) sebagai lembaga keuangan non
Bank, dimungkinkan untuk disalahgunakan sebagai sarana oleh pelaku
tindak pidana pencucian uang untuk menyamarkan atau menyembunyikan
asal-usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan sehingga dapat
digunakan untuk melakukan tindak kejahatan lainnya diantaranya
terorisme. Di tjen Postel yang merupakan otoritas regulasi teknis bagi
PT. Pos Indonesia dan Perusahaan Jasa Titipan (Perjastip) dalam rangka
meningkatkan efektifitas pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang di sektor lembaga keuangan non bank memandang perlu
adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antara Ditjen Postel dan
PPATK, dengan tetap berdasarkan azas adanya permisahan tanggung jawab,
yaitu pengaturan dan pengawasan prinsip menenal nabah oleh Dtjen Postel
dan laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi
keuangan yang dilakukan secara tunai oleh PPATK.
Sumber: http://rizalforbes.wordpress.com/