TEMPO Interaktif, Surabaya
- Nurdin Halid bakal susah dilengserkan dari kursi Ketua Umum Persatuan
Sepak Bola Seluruh Indonesia bila menggunakan mekanisme organisasi.
"Satu-satunya jalan agar Nurdin turun adalah dengan menggunakan
cara-cara non-prosedural," ujar Ketua Umum Persebaya Surabaya versi Liga
Primer Indonesia, Saleh Ismail Mukadar, kemarin.
Aksi
non-prosedural itu, misalnya, mendesak pemerintah agar membentuk PSSI
tandingan. Cara lainnya, ujar Saleh, adalah meminta Aburizal Bakrie
membujuk Nurdin agar bersedia lengser secara legawa. Saleh menilai cara
kedua paling efektif.
Aburizal Bakrie--kini Ketua Umum Partai
Golkar--dan keluarganya dikenal luas sebagai tokoh yang sejak lama
memiliki perhatian pada pembinaan sepak bola di Indonesia. Dalam
kesempatan menjamu tim Garuda di Piala AFF Suzuki Cup 2010 di rumahnya,
misalnya, Aburizal menyumbangkan 25 hektare tanahnya di Jonggol, Bogor,
Jawa Barat, untuk PSSI.
Menurut Saleh, ada cukup alasan bagi
Nurdin untuk mundur. Sejak Nurdin memimpin PSSI tujuh tahun silam,
ujarnya, tidak ada pencapaian yang menonjol. Prestasi tim nasional
justru terus merosot. "Peringkat tim nasional di dunia juga makin
menurun," kata dia.
Manajer Persema Malang Asmuri sependapat
tentang ketakpiawaian Nurdin dalam memimpin PSSI. "Selama dua periode
ini, PSSI tak memiliki prestasi cemerlang yang bisa dibanggakan. Di
negara lain, pemimpin yang gagal pasti mundur. Malu," ujarnya.
Menurut
Asmuri, bila Nurdin Halid tidak juga mundur secara sukarela, ia bisa
dilengserkan dalam kongres PSSI, yang akan berlangsung pada April 2011.
Asmuri
menyoroti buruknya pola pembinaan yang dilakukan PSSI di era Nurdin,
sehingga tidak menghasilkan pemain nasional yang andal. "PSSI tidak
melakukan pembinaan pemain usia dini, padahal inilah yang dilakukan di
negara yang sepak bolanya maju," ujarnya.
Pola kompetisi yang
diselenggarakan PSSI, mulai Divisi Tiga hingga Indonesia Super League
(ISL), juga tak profesional. Perangkat pertandingan, misalnya, tidak
bekerja secara maksimal. Isu suap pun meruyak.
Indikasi adanya
suap, kata Asmuri, berupa pemberian fasilitas dan uang saku oleh tim
tuan rumah kepada wasit, hakim garis, serta perangkat pertandingan.
Akibatnya, wasit dan perangkatnya tak bisa bertindak adil saat memimpin
pertandingan. "Tuan rumah pun bisa pesan agar tendangan penalti dan
lain-lain," ujarnya.
Bukti lain PSSI tak profesional adalah
mundurnya sejumlah klub dari ISL ke Liga Primer Indonesia, seperti
Persema Malang, Persebaya Surabaya, dan PSM Makassar.
Ketua PSSI
Jawa Tengah Sukawi Sutarip menyatakan, yang memprihatinkan dari kinerja
PSSI di era Nurdin adalah maraknya perbuatan culas dalam kompetisi. Ia
prihatin atas merosotnya gengsi juara liga karena prosesnya penuh
keculasan. "Kalau menang dengan cara culas, apa yang dibanggakan?"
Sukawi
juga mengkritik tingginya biaya penyelenggaraan Liga Super, sehingga
memaksa klub menyusu pada anggaran pemerintah daerah, sementara hasil
liga hanya dinikmati pengurus PSSI pusat.
http://www.tempointeraktif.com/