Selamat datang di Blog Anti Korupsi - Berantas korupsi mulai dari diri kita sendiri - Brantas KKN
Jakarta/bm
Kotornya permainan politik kalangan lingkaran istana
ternyata, mulai terkuak pasca vonis 7 tahun Mafia Pajak Gayus H Tambunan.
Politisi parlemen-pun kontan saja angkat suara. Mereka mendesak agar
memanggil Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) yang terkesan banyak
bermanuver dan kerap memanfaatkan jabatannya untuk menekan.
Bahkan, Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengaku
terperanjat mendengar pengakuan Gayus Tambunan soal adanya campur tangan
Satgas PMH dalam merekayasa kasus. Politisi Partai Golkar itu bahkan menuding
lingkaran Istana tidak bersih. "Saya kecewa ternyata tim inti di sekitar
presiden tidak steril, termasuk Satgas. Mereka ternyata punya haluan politik
tertentu untuk menekan siapa saja dan ini tidak fair," kata Priyo kepada
wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/1).
Pernyataan Gayus soal rekayasa, lanjut Priyo, membuktikan
adanya kepentingan tertentu untuk memojokkan Partai Golkar. "Kita jadi
mengetahui ada aktor yang mengatur ini di balik ini semua. Ini benar-benar
peristiwa yang menyakitkan. Kami mempertanyakan lingkaran presiden yang menggunakan
kasus ini untuk politisasi. Kami yang jadi korban," kata Ketua DPP
Partai Golkar itu.
Priyo mengatakan, Presiden SBY harus mengambil tindakan
cepat menindaklanjuti pengakuan Gayus tersebut. "Presiden mestinya
mengambil langkah-langkah mensterilkan lingkungan terdekatnya terhadap ekses
haluan politik yang mungkin ada di lingkungan presiden," tandasnya.
Sementara, Komisi III DPR, yang membidangi masalah hukum diminta untuk
memanggil pentolan Satgas PMH untuk mengklarifikasi testimoni Gayus Tambunan
yang menyebut Satgas merekayasa kasusnya.
"Tugas Komisi III untuk segera memanggil Satgas untuk klarifikasi pernyataan-pernyataan Gayus sesaat setelah sidang selesai. Dan kalau memang betul ada intervensi terhadap hal itu tentunya sudah menjadi tugas Komisi III yang bertugas mengawasi itu secara resmi untuk menyampaikan kepada pemerintah," kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, kemarin, (19/1).
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini juga menyesalkan
vonis tujuh tahun untuk Gayus Tambunan, yang jauh dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum, yaitu 20 tahun penjara. "Menurut saya hukuman tujuh
tahun ini jauh dari keinginan masyarakat," tandasnya. Kegeraman terhadap
gaya kerja Denny CS disuarakan juga kalangan senator. Salahsatunya Wakil
Ketua DPD RI Laode Ida. Dia mengatakan, pengakuan mafia pajak Gayus Tambunan
semakin membuktikan keterlibatan Satgas PMH, utamanya Sekretaris Satgas PMH
Denny Indrayana yang memanfaatkan jabatannya dalam kasus Gayus. "Bahwa
Satgas PMH, khususnya Sekretaris Satgas Denny Indrayana, terlibat dalam
manuver politik dengan menggunakan jabatannya atas statusnya sebagai Satgas
dan staf ahli presiden," kata Laode Ida, kepada wartawan di Gedung DPD
RI, Jakarta, Rabu (19/1).
Laode menilai, kesaksian Gayus menunjukkan bahwa lingkaran
istana, Denny Indrayana dan Satgas PMH telah menciptakan suasana yang sangat
politis dalam kerja pemberantasan mafia hukum di Indonesia. "Jadi semua
tuduhan yang disampaikan oleh Denny Indrayana merupakan rekayasa semata. Ini
kalau tidak bisa mencegahnya atau dituntaskan lama-lama istana bisa diduga
terlibat dalam rekayasa," ungkap dia.
Menurutnya, kasus Gayus sendiri belum tuntas terungkap
secara keseluruhan. Sementara pada saat yang sama ternyata mereka terlibat
dalam merekayasa. Kasus Gayus pun terkesan direkayasa. "Dan ini lebih
berbahaya lagi karena saya lihat dalam prosesnya ada keterlibatan pihak asing
yaitu CIA, agen AS. Ada masalah apa ini? Ini kan fatal," papar dia.
Ditambahkannya, catatan yang paling penting sebetulnya
bahwa Gayus telah berhasil lepas dari kontroversinya mantan staf Ditjen Pajak
itu sendiri. "Bahwa dia adalah koruptor, tapi dia juga satu per satu
mengungkap siapa pelaku rekayasa siapa sebenarnya pelaku mafia pajak,"
tandas Laode.
Tantang Denny
Pengacara Gayus Tambunan, Hotma Sitompul, menantang
Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Staf Khusus Presiden
SBY, Denny Indrayana, untuk berdebat langsung dengan Gayus dan tim pengacara.
"Kalau memang (pernyataan Gayus) tidak benar, berani tidak Denny berhadapan
dengan pengacara? Berani tidak berhadapan dengan Gayus?" Hotma menantang
saat menemui kliennya di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur,
Kamis, 20 Januari 2011.
Sebelumnya, Satgas
membantah semua tuduhan terbuka yang dilontarkan
Gayus. Usai divonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin,
Gayus secara terbuka menuding Denny telah merekayasa kasusnya untuk
kepentingan politik tertentu. Hotma bahkan mendesak supaya Denny dan
anggota Satgas lain, Mas Achmad Santosa, mundur. "Kemarin, Ota
(panggilan Mas Achmad) bilang pertemuan Singapura kebetulan. Sekarang, dia
bilang pertemuan itu diatur polisi. Bagaimana ini? Kalau mau bantah satu
persatu bisa. Tapi kan jadi masalah," kata dia. "Daripada jadi
masalah, mending mengundurkan diri."
Senada dengan rekannya, adnan Buyung juga mendesak
pencopotan Denny CS, "Saya pikir kalau mereka berbuat ini dengan
sengaja, ya dicopot saja. Satgas tidak perlu dibubarkan, diganti saja
orangnya," ujar Buyung usai sidang pembacaan vonis untuk Gayus di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011).
Setelah mendengarkan pengakuan Gayus, Buyung mengaku tidak
lagi mempercayai Satgas. Pengakjuan Gayus itu antara lain Satgas sebagai
pihak yang menyuruhnya untuk menyeret nama Aburizal Bakrie dalam kasus tersebut.
Selain itu, Gayus menyebutkan Satgas adalah pihak yang menyuruhnya pergi ke
Singapura. "Saya sudah tidak percaya lagi sama mereka. Artinya Satgas
didirikan dengan niat bagus, tapi kalau pekerjaannya begini, ini parah,"
tegas Buyung.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso menyatakan, pihaknya
mempersilakan Komisi III DPR berinisiatif meminta Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) segera membubarkan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
(Satgas PMH). "Setelah mendengarkan keterangan Gayus tentang
keterlibatan Satgas dalam kasus mafia pajak usai hakim memacakan putusannya,
saya mempersilahkan jika kemudian Komisi III menuntut Presiden SBY agar Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum dibubarkan,” kata Priyo, di gedung Nusantara III,
komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (19/1).
Terkait dugaan peranan Satgas PMH merekayasa kasus mafia
pajak sebagaimana yang diungkap Gayus, Priyo menyatakan, dengan adanya
testimoni Gayus itu, dirinya meragukan instruksi presiden (Inpres) soal kasus
Gayus Tambunan. "Bila memang benar pengakuan Gayus, saya mulai meragukan
yang diinstruksikan itu karena nilai-nilai dasar dan instrumen yang dipakai
tidak steril," ujar Priyo. Maksud Priyo, Denny juga merupakan staf
khusus presiden bidang hukum.
Tidak saja untuk instruksi penanganan kasus Gayus yang
harus diragukan, kata Priyo, instruksi-instruksi lain yang berhubungan dengan
proses penegakkan hukum pantas pula untuk dipertanyakan. Priyo, yang juga
Ketua DPP Partai Golkar itu juga menyatakan bahwa dirinya baru yakin
tentang adanya skenario besar dibalik kasus Gayus setelah mendengar
kronologis bahwa Gayus bertemu dengan Denny dan Mas Achmad Santosa di
Singapura yang intinya semakin memperjelas keterlibatan Satgas PMH.
"Semua jadi nyambung. Baru tahu ada aktor di balik ini semua ada yang
ngatur. Saya terperanjat terhadap pengakuan Gayus tentang adanya rekayasa dan
tekanan dan intimidasi dalam konteks ini," kata Priyo, lagi.
Menyikapi vonis 7 tahun penjara terhadap Gayus, Priyo
mengatakan kalau benar vonis tersebut direkayasa, maka vonis 7 tahun adalah
vonis yang berat. “Untuk ukuran tumbal, maka vonis tersebut saya bisa katakan
sangat berat. Dengan pernyataan ini juga saya mulai meragukan semua instrumen
yang digunakan," pungkasnya.
Tim Rahasia
Saling tuding antara Gayus Tambunan dan Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum dinilai bisa menjatuhkan kredibilitas Presiden.
Karenanya, Presiden Yudhoyono diimbau membentuk tim rahasia (silence team)
yang melibatkan pihak intelijen untuk menguak kebenaran di balik perang
kata-kata antara Gayus dan Satgas. "Saya usulkan agar Presiden membentuk
silence team untuk mengklarifikasi pengakuan Gayus dan Satgas. Gunakan intelijen
untuk mendalami apa yang dilakukan Gayus dan Satgas," kata anggota
Komisi Hukum DPR Nasir Jamil usai rapat internal Komisi III di Gedung DPR RI,
Senayan, Jakarta.
Politisi PKS itu menyarankan jumlah anggota tim rahasia
tidak perlu banyak, cukup dua sampai tiga orang saja. Bahkan menurutnya,
pembentukan tim tersebut tidak perlu diketahui oleh publik. "Itulah yang
harus dilakukan Presiden. Tidak hanya menunggu laporan tertulis Satgas,"
ujar Nasir. Ia menilai, tidak akan efektif bila Presiden sekadar pasif menunggu
laporan tertulis dari Satgas. Padahal, kata Nasir, pengakuan Gayus yang
menggegerkan publik kemarin berpotensi menjatuhkan kredibilitas Presiden.
Pasalnya, Satgas adalah bentukan Presiden. "Apalagi arah Satgas sejak
awal memang tidak jelas. Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan Gayus,
Satgas memang berada di luar struktur sehingga potensi penyimpangannya cukup
besar," tutur putra asal Aceh itu.
Nasir bahkan mengusulkan agar Satgas dibubarkan apabila
ternyata lebih banyak membawa keburukan daripada manfaat. Hal ini senada
dengan saran anggota Komisi III asal PDIP, Eva Kusuma Sundari, yang melihat
kinerja Satgas tidak substantif seperti harapan publik. "Saya tidak
pernah melihat Satgas bekerja substansial untuk memberantas mafia hukum.
Mereka malah lari ke isu-isu yang tidak penting seperti wig Gayus, paspor
Gayus, Milana (istri Gayus)," keluh Eva. Semua itu menurutnya justru
kontraproduktif terhadap upaya penegakan hukum yang sedang digalang Presiden.
"Kuncinya ada di Presiden, karena Satgas kan bentukan Presiden. Terserah
Presiden, apakah Satgas akan dipertahankan atau dibubarkan," tutup Eva.
Perintahkan Satgas
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum untuk memberikan klarifikasi kepada publik dan
memberikan laporan kepada Presiden secara tertulis terkait pernyataan Gayus
Tambunan. "Segera memerintahkan Satgas untuk memberikan klarifikasi
penjelasan ke publik dalam waktu 1x24 jam dan berikan lampiran
tertulis," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Komplek
Kepresidenan, Rabu(19/1/2011).
Perintah itu, menurut Julian, disampaikan presiden setelah
dirinya melaporkan hasil vonis Gayus dan pernyataan Gayus usai persidangan
yang menyebut keterlibatan Gayus. Tujuannya, kata Julian agar masyarakat bisa
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan memberikan laporan secara tertulis
kepada Presiden.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum
akan menerima laporan bantahan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum atas
tuduhan terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan. Perlu ada bukti keterlibatan
Satgas seperti yang disebut Gayus, bukan sekadar pengakuan. "Sekali lagi
ini (tuduhan Gayus) perlu dibuktikan," kata juru bicara Presiden, Julian
Aldrin Pasha, di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis 20 Januari 2011.
Usai sidang vonis kemarin, Gayus Tambunan menyebut ada
keterlibatan Satgas dalam kasusnya. Gayus menyebut keterlibatan Satgas
terkait kepergiannya ke Singapura akhir Maret tahun lalu. Kemudian disebut
pula keterlibatan Satgas dalam kasus paspor palsu, serta rekayasa pertemuan
Gayus dengan Aburizal Bakrie. Menurut Julian, semua tudingan Gayus itu perlu
ada bukti kuat. Meski demikian, kata Julian, bantahan-bantahan dari Satgas
juga perlu diperkuat bukti. "Namun kita tahu juga ada bantahan, tentu
ini harus dibuktikan seperti pesan Presiden," kata Julian.
Dia menambahkan, kebenaran harus diungkap sesuai fakta
yang ada. "Hukum tidak pandang bulu dan tidak boleh ada perbedaan dalam
kategori apapun," kata Julian. Julian mengingatkan awal pembentukan
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Satgas dinilai membantu percepatan
pemberantasan mafia hukum dengan berkoordinasi dan bekerja sama dengan
lembaga-lembaga penegak hukum lainnya.
Lembaga yang berkoordinasi dengan Satgas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kejaksaan, kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan sebagainya. "Satgas harus didukung karena semangatnya memberantas korupsi," kata Julian.
rel/BM (Sumber: http://www.busermetropolitan.com/)
|