TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai digunakannya pasal pembuktian
terbalik dalam perkara Bahasyim merupakan suatu titik positif dalam
putusan hakim.
Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan
ICW, Donal Fariz mengatakan ketika jaksa tidak dapat menelusuri asal
usul harta kekayaan Bahasyim. Maka hakim melakukan pembuktian terbalik
kepada Bahasyim. Undang-Undang Pencucian uang, kata Donal, didalamnya
memang terdapat isi yang menyatakan digunakannya pembuktian terbalik.
"Bahasyim
juga tidak bisa menjelaskan asal-usul uang tersebut, ini suatu titik
positif untuk UU pembuktian terbalik," kata Donal ketika dihubungi
Tribunnews.com,Kamis (3/2/2011).
Donal menambahkan dengan
digunakannya pasal pembuktian terbalik pada perkara Bahasyim, maka dapat
digunakan pada kasus-kasus lainnya. "Bisa juga digunakan dalam kasus
Gayus Tambunan dengan uang yang ada di dalam save depositnya," imbuhnya.
Sebelumnya,
majelis hakim yang diketuai Didik Setiyo Handono memutuskan Bahasyim
bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Didiek lalu
memvonis Bahasyim dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp250juta
subsider 3 bulan penjara. Didiek mengacu pada pasal 35 UU no 23 tahun
2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bahasyim
diminta untuk membuktikan harta yang dimilikinya senilai Rp 60,9miliar
dan 681.147 dollar AS. Namun Bahasyim tidak dapat membuktikannya.
"Terdakwa
di persidangan tidak dapat menunjukan asal-usul uangnya, majelis hakim
tidak sependapat dengan pledoi terdakwa dan panasehat hukum terdakwa,"
imbuh Didik.
Bahasyim juga tidak melaporkan kekayaannya kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga dirinya dianggap dengan sengaja
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diduga hasil tindak
pidana. Oleh karenanya Hakim berpendapat Bahasyim melanggar pasal
Tindak Pidana Pencucian Uang.