JAKARTA -- Usai menjalani
pemeriksaan selama 17 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya
menjebloskan oknum jaksa bernama Dwi Seno Widjanarko ke Rutan Cipinang.
Sehari sebelumnya, Jumat, 11 Februari sekitar pukul 21.00, jaksa
fungsional pada Kejaksaan Negeri Tangerang itu ditangkap karena diduga
melakukan pemerasan terhadap pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang
tersandung masalah hukum.
"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka langsung ditahan selama 20 hari
ke depan di Rutan Cipinang," papar Juru Bicara KPK Johan Budi SP,
ketika dihubungi Sabtu 12 Februari. Jaksa Seno dibawa ke Rutan Cipinang
dengan mobil tahanan KPK sekitar pukul 15.45 Wib.
Seno yang mengenakan kemeja hitam bergaris memilih bungkam saat belasan
wartawan mengerubutinya. Dengan wajah tegang, dia berupaya menghalau
para wartawan sebelum memasuki mobil tahanan.
Sebelumnya, jaksa Seno tertangkap tangan tim KPK usai menerima sejumlah
uang dari salah seorang pegawai BRI di sekitar Jalan Raya Serpong,
Tangerang Selatan, Jumat pukul 21.00 Wib. Untuk menjalankan misi yang
bermula dari laporan masyarakat itu, tim dari KPK sudah melakukan
pengintaian sejak pukul 17.00 Wib.
Hasilnya, tim KPK yang terdiri dari delapan orang, mengetahui tersangka
sempat melakukan serah terima amplop coklat berisi uang dengan pegawai
tersebut. Usai menerima uang, Seno langsung tancap gas dengan
mengendarai mobil Daihatsu Terios bernopol B1835 VFY yang diikuti mobil
dari KPK.
Tim berhasil membekuk Seno di sekitar kawasan perbatasan Serpong dan
Bintaro, Tangerang. Sempat terjadi kejar-kejaran antara tim KPK dan
tersangka yang mengakibatkan mobil tersangka tergores-gores.
Dari penangkapan tersebut, KPK menyita sejumlah uang dalam amplop coklat
serta mobil yang dikendarai Seno. Tim KPK lantas membawa Seno dan
pegawai BRI tersebut ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan.
Upaya pemerasan terhadap pegawai tersebut, diduga terkait dengan perkara
penggelapan sertifikat di BRI cabang Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan
yang ditangani jaksa Seno. Atas perbuatannya, Seno disangkakan
melanggar pasal 12 huruf e Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi. Hingga saat ini, KPK masih menghitung jumlah uang
yang diterima Seno.
Sementara itu, menurut kuasa hukum tersangka, Saiful Hidayat, insiden
tangkap tangan tersebut hanya kesalahpahaman. Menurut dia, duit tersebut
tidak berasal dari upaya pemerasan, melainkan inisiatif dari si pemberi
yakni pegawai BRI tersebut. "Ada kesalahpahaman sedikit, inisiatif dari
pemberi," katanya.
Saiful menyatakan duit yang diterima kliennya tersebut bukan duit hasil
pemerasan. Melainkan donasi untuk anak yatim dan masjid. "Dia salah satu
panitia pembangunan masjid dan perayaan yatim piatu gitu. Itu untuk
Mauludan," ujarnya.
Ketika ditanya materi pemeriksaan, Saiful mengatakan kliennya belum
diperiksa terkait materi pokok. Dia hanya dicerca soal data pribadi.
Meski begitu, ternyata Saiful juga belum resmi menjadi kuasa hukum
tersangka. "Untuk pemeriksaan selanjutnya, saya siapkan surat kuasa
secara formal baru nanti penyidik komunikasikan, baru diperiksa,"
tuturnya.
Secara terpisah, Kejaksaan Agung menyerahkan sepenuhnya proses hukum
terhadap jaksa Seno kepada KPK. Institusi penuntutan itu akan
menindaklanjuti berkaitan dengan status kepegawaian yang bersangkutan.
"Secara kepegawaian akan ditindaklanjuti. Tentu kami prihatin.
Katakanlah itu di antara kami yang belum komitmen menegakkan hukum,"
ujar Wakil Jaksa Darmono ditemui usai membuka turnamen futsal di
Jakarta, kemarin.
Dia menegaskan, jajaran pengawasan yang dikomandoi Marwan Effendy akan
menindaklanjuti hasil penyidikan KPK untuk menentukan sanksi terhadap
jaksa Seno sebagai pegawai negeri. "Kalau terbukti bersalah kemudian
sampai dijatuhi hukuman pidana, pasti akan dipecat," tegas Darmono.
Mantan Jaksa Agung Muda Pengawasan itu mengatakan, pihaknya akan
mengevaluasi tentang pelaksanaan pengawasan melekat (waskat) di tempat
jaksa Seno bertugas, dalam hal ini kepala Kejari Tangerang. "Artinya
belum berhasil sepenuhnya. Oleh karena itu, kepemimpinan perlu kami
evaluasi juga," katanya.
Namun Darmono menolak disebut kecolongan setelah sebelumnya jaksa Urip
Tri Gunawan juga tertangkap tangan KPK saat menerima suap dari Artalyta
Suryani. "Istilahnya bukan kecolongan, tapi kami kan sudah berupaya
maksimal untuk menegakkan hukum dalam membina semua jajaran Kejaksaan,"
katanya.
"Kalau ada peristiwa seperti ini, berarti kami harus lebih giat lagi
dalam rangka melakukan pengawasan melekat," sambung mantan kepala
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu. (jpnn)