Penulis: Heru Margianto |
Editor: Glori K. Wadrianto
JAKARTA, KOMPAS.com - Curhat Alanda Kariza, remaja
putri berusia 19 tahun, di blognya mengenai masalah hukum yang melilit
ibunya, Arga Tirta Kirana, menyedot perhatian masyarakat di dunia maya,
Rabu (9/2/2011).
Alanda mengaku tidak mengerti masalah politik.
Pula, ia mengaku, tidak paham masalah hukum. Yang ia tahu, Kasus Bank
Century yang melilit ibunya telah merampas mimpi dan kedamaian di
keluarganya (Baca: Alanda dan Kasus Bank Century).
"Sebelumnya
saya tahu, saya punya begitu banyak mimpi yang ingin dicapai, untuk
membuat Ibu bangga, dan–mungkin–untuk Indonesia, ingin mendirikan
sekolah supaya pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, ingin
menyelenggarakan IYC (Indonesian Youth Conference) terus-menerus agar
ada banyak agen perubahan di Indonesia, ingin ini dan ingin itu.
Keinginan-keinginan itu mati tanpa diminta," tulisnya.
Alanda
berseru tentang ketidakadilan dalam kasus yang menjerat ibunya. Ia
menyebut, ibunya dituntut hukuman 10 tahun penjara dengan denda Rp 10
miliar. Ia protes, karena tuntutan itu lebih tinggi dari tuntutan
terhadap pemilik Bank Century Robert Tantular.
Sekadar diketahui,
Robert dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar. Hakim PN Jakarta
Pusat memvonis empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar, subsider
lima bulan penjara. Jaksa melakukan banding. Di tingkat kasasi, Mahkamah
Agung mengganjar Robert 9 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar
subsider kurungan 8 bulan.
Seperti apakah kasus yang melilit ibu Alanda?
Dakwaan
Arga
didakwa terlibat dalam pemberian kredit pada PT Canting Mas Persada,
PT Wibowo Wadah Rezeki, PT Accent Investmen Indonesia, serta PT
Signature Capital Indonesia. Ia dianggap tidak melakukan analisa aspek
legal terlebih dahulu.
Pemberian kredit terhadap empat
perusahaan tersebut dibuat seolah-olah memenuhi persyaratan padahal
seluruh dokumen tersebut hanya formalitas untuk mencairkan kredit.
Adapun fasilitas kredit terhadap perusahaan-perusahaan tersebut
direferensikan oleh Robert Tantular yang selanjutnya disampaikan Linda
Wangsadinata kepada Hermanus Hasan Muslim.
Disebutkan pula
bahwa Arga Tirta Kirana memerintahkan kepada saksi Ni Wayan Anik
Parawati dan Soehana Halim memproses/ membuatkan PK (Persetujuan
Kredit) atas nama perusahaan-perusahaan tersebut.
Dakwaan yang sama juga dikenakan kepada Kepala Cabang Bank Century Senaya Linda Wangsadinata.
"Terdakwa
I Linda Wangsa Dinata selaku pimpinan Cabang KPO Senayan PT Bank
Century dan terdakwa II Arga Tirta Kirana selaku Kepala Divisi Legal PT
Bank Century baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
Hermanus Hasan Muslim selaku Direktur Utama PT Bank Century dan Robert
Tantular pada bulan Desember 2007 sampai Oktober 2008 melakukan
menyuruh melakukan atau turut serta melalukan beberapa perbuatan yang
dipandang sebagai perbuatan perbuatan yang berdiri sendiri, anggota
dewan komisaris, direksi atau pegawai bank membuat atau menyebabkan
adanya pencatataan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, atau rekening
suatu bank," demikian dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum.
Kasus
Arga adalah salah satu dari puluhan berkas kasus yang dibawa ke
persidangan dalam Kasus Bank Century. Dalam dakwaan primer, JPU
mendakwa Arga melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1)
KUHP.
Pasal 49 ayat 1 huruf a berbunyi, “...membuat atau
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank.” Ancaman pidana maksimal dalam dakwaan primer adalah 15 tahun penjara dengan denda Rp 200 miliar.
Sementara,
dakwaan subsider adalah Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1)
KUHP.
Pasal 49 ayat 2 huruf b berbunyi, “Tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank.” Ancama pidana maksimal dalam dakwaan subsider adalah 8 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Saksi Kasus Misbakhun
Nama
Arga juga disebut-sebut dalam kasus yang menjerat politisi Partai
Keadilan Sejahtera Misbakhun. Misbakhun dipidana 1 tahun penjara karena
terbukti memalsukan surat gadai untuk mendapatkan kredit dari Bank
Century sebesar 22,5 juta dollar AS. Arga menjadi saksi di persidangan
Misbakhun.
Pejabat Bank Century lain yang tersangkut dalam kasus
ini adalah Robert Tantular, Direktur Bank Century Hermanus Hasan Muslim,
dan Kepala Cabang Bank Century Senayan Linda Wangsadinata.
Ceritanya,
pada 29 Oktober 2007 Komisaris PT Selalang Prima Internasional (SPI)
Misbakhun, dan Direktur PT SPI Franky Ongkowardojo, mengajukan
permohonan fasilitas Letter of Credit kepada Bank Century sebesar 22,5 juta dollar AS untuk membeli condensate dari Grains and Industrial Produts Pte Ltd. Condensate adalah produk minyak bumi yang biasa digunakan untuk bahan baku plastik.
Untuk
kepentingan kredit itu, keduanya lantas menjaminkan deposito yang
nilainya hanya sebesar 4,5 juta dollar AS atau hanya 20 persen dari
total pinjaman. Menurut ketentuan, jaminan itu tidak memenuhi
persyaratan pinjaman. Nilai jaminan seharusnya minimal 100 persen dari
nilai kredit.
Linda Wangsadinata, saat memberikan kesaksian dalam
persidangan Misbakhun menyebutkan, ia mendapat informasi soal kredit
yang diajukan Misbakhun langsung dari Robert Tantular. Setelah
menganalisa data-data yang diserahkan PT SPI Linda menyampaikan kepada
Robert bahwa kredit tersebut berisiko untuk dikucurkan. Namun, Robert
menyatakan kredit PT SPI aman untuk diproses.
Kemudian, Linda bersama Novita Evalinda, Account Officer,
menghadap Direktur Utama Bank Century Hermanus Muslim yang juga
merangkap sebagai Direktur Kredit untuk membicarakan masalah ini.
Dalam
kesaksianya, Linda mengatakan ia dan Novi mendapat instruksi dari
Hermanus untuk membuat Formulir Persetujuan Kredit (FPK). Syarat-syarat
kelengkapan administratif dilengkapi kemudian.
Dokumen palsu
Dalam
dakwaan JPU pada kasus Misbhakun terungkap, FPK dibuat pada 29 Oktober
2007 tanpa dilengkapi dokumen administrasi, bahkan tanpa survei terlebih
dahulu terhadap kemampuan keuangan PT SPI dan memorandum analisis
kredit.
Akta perjanjian pemberian fasilitas L/C ditandatangani
pada 22 November 2007. Pada tanggal itu, disebut, Misbakhun dan Franky
menyerahkan deposito sebesar 4,5 juta dollar AS sebagai jaminan kepada
Linda dan Arga. Padahal, belakangan diketahui, ternyata deposito baru
dibuka pada 27 November 2007. Artinya, Bank Century telah mengucurkan
kredit kepada PT SPI sebelum adanya jaminan deposito.
Cerita
selanjutnya, kredit Misbakhun macet. Ternyata, ada banyak kasus kredit
macet di Bank Century. Akibatnya, lembaga keuangan itu masuk dalam
kategori “bank sakit”. Pemerintah pun menggelontorkan dana talangan
sebesar Rp 6,7 triliun. Dana talangan ini lantas menuai kisruh politik
yang tak juga reda hingga saat ini.
Besok, Kamis (9/2/2011) Arga
akan membacakan pledoinya dalam persidangan di hadapan majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sementara, hingga sore ini curhat sang
anak Alanda di blog pribadinya tanpa diduga-duga sudah melahirkan ribuan dukungan dan simpati untuk mereka. Lalu, ke mana hukum akan berpihak?
Sumber: http://nasional.kompas.com/