Apalagi yang bisa dibanggakan ? gejolak itu terus menghantui dan
bahwa tersirat dalam lembaran mimpi-mimpi. Kita memang sedang bermimpi
dan mimpi-mimpi itu makin diperindah dengan bunga-bunga yang ditaburkan
oleh penguasa. Betapa tidak konon katanya “penguasa” akan memberantas
hangus para koruptor. Ratusan mungkin ribuan ungkapan terdengar bahkan
buku sakuku tak sanggup menyalin ungkapan serupa akan janji-janji yang
dilotarkan.
Sederet aturan dan lembaga memamerkan dirinya untuk
mengatakan”Koruptor tidak akan lepas”. Adu ketangkasan diperlukan untuk
memperjelas tabur genderang permainan. Waduh… sebuah permainan ?,
memang yang muncul lebih banyak sebuah permainan yang disuguhkan dalam
sebuah teater besar bernama Indonesia. Dengan lakon dan sutrada;
penguasa, politisi, pengusaha bahkan pemain penggiran dari kelompok
masyarakat ikut rame memainkan pementasan kolosal maha akbar.
Teater itu sudah berumur puluhan tahun bahkan digelar dalam tahapan
Repelita kini berubah menjadi semacam Orde. Sutrada bisa saja merangkap
sebagai pemain bahkan sebagai penontonpun tidak diharamkan.
Disaat Orde Baru teater itu dimainkan, hanya sedikit pelaku yang
terlibat namun kekuasaan mereka begitu mengakar. Beralih pada sebuah
tahapan orde kebanggaan “Reformasi”, teater itu semakin meluas bahkan
sangat luas sampai-sampai bangsa ini tetap mempertahankan dirinya
sebagai bangsa terkorup didunia dengan berhasil menempatkan diri para
urutan lima besar. Bertahan…kita terus bertahan bahkan dalam beberapa
tahun ini peringkat kita tidak bergeser.
Kita kaya dengan Sumber Daya Alam…itu katanya. Dalam sebuah kajian
justru kekayaanlah yang membuat diri kita terjajah. Kita terlalu bangga
dengan apa yang ada disekitar kita namun tidak mau berpikir untuk
mengoptimalkan apa yang ada disekitar kita.
Siapa yang dibanggakan ? Sumir..tatkala nilai ukurannya kinerja, belum lagi ketika menghubungkanya dengan moralitas.
Memang…semua berteriak menginginkan perubahan dengan menempatkan
moralitas dan kemanusian sebagai panglima kehidupan. Tidak cukup itu
aturan sengaja dideretkan untuk mendukung teriakan moralitas tersebut.
Peluru tajam dengan senjata supermodern tersebut ternyata tidak
meruntuhkan sebuah mentalitas “Korup” yang lebih layak disebut
berjamaah. Mengapa ? Korupsi layaknya sebuah budaya baru yang secara
tidak langsung mendapat pengakuan dalam masyarakat. Tanpa disadari
bahkan mungkin sangat disadari masyarakat kitalah yang menciptakan
budaya Korup tersebut. Lihainya pemain yang kerennya disebut Koruptor
acapkali adalah panutan dalam masyarakat itu sendiri.
Lucunya.kitapun acapkali membanggakan materi dibandingkan sebuah
nilai kehidupan dari apa yang kita panutkan. Lahirlah sebuah Komunitas
Hedonisme yang menghambakan Materi dalam indera penglihatannya. Naluri
kemanusiaan lenyap seiring dengan perhitungan untung rugi.
Hukum adalah panglima, sebuah semboyan yang patut direnungkan
kembali. Jelasnya Hukum adalah milik yang berkuasa dan Berduit.
Pemihakan hukum pada wong cilik ibarat sebuah mukjizat dalam teriknya
matahari dipadang pasir.
Siapa yang menang ? Koruptor tetap berkibar di Negara kita..bahkan
mereka semakin melembaga dalam sebuah komunitas berkuasa seperti
Parlemen, Kabinet dan hukum itu sendiri.
Saat ini mereka bisa mengambil apa saja yang ada didepan kita, bahkan
bantuan bencanapun mereka serabot. Dari tangan kanan mereka mengalir
Derma untuk mendirikan panti asuhan, dari tangan kiripun mereka
mengambil apa yang mereka dapat ambil. Didalam mesjid mereka berhotbah,
didalam kantor mereka menyunat proyek. Diatas kertas mereka
merencanakan penghapusan kemiskinan, didalam lobi mereka menggoalkan
proyek fiktif.
Didepan pendemo mereka berikrar menghukum koruptor,
didepan koruptor mereka bernego nilai kebebasan. Dengan kekuasaan mereka
berterima kasih akan banyaknya kasus Korupsi yang dilaporkan, dengan
kekuasaan pula mereka mementahkan kasus korupsi tersebut. Disaat musim
haji tiba mereka berhaji, disaat pulang mereka menerima amplop kebebasan
yang disodorkan koruptor. Mereka bisa menitikkan air mata tatkala
bencana tiba namun mereka bisa bersyukur atas bencana tersebut karena
proyek akan mengalir dengan sunatan massal yang sudah melembaga.
Apa yang belum terpikir dalam benak kita, sudah terpkir dalam benak
para koruptor. Kenapa mereka tidak di organisir dan dioptimalkan saja ?
mereka adalah manusia cerdas namun lemah dalam moralitas. Berikan saja
sebuah pulau dan tempatkan mereka dalam pulau tersebut, niscaya pulau
tersebut dalam waktu relative singkat akan menjadi sebuah negara maju
yang mungkin bisa mengalahkan kemajuan negara yang sudah ada saat ini.
Bisa jadi negara lain akan bangrut dan mereka akan bangkit…bukankah
mereka ahli dalam segala jenis tipu muslihat. Termasuk melebihi
kelicikan Abunawas dalam cerita 1001 malam.
Arif Hidayat
http://www.resensi.net/