Ardi Hermawan
Indonesia,
merupakan negara ke tiga terkorup di dunia. Mengejutkan memang, sebagai
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia menjadi
sorotan dunia tentang hal ini. Pemerintah sendiri dalam mengatasi
masalah terpelik di negara ini masih belum menunjukkan hasil yang
maksimal. Justru selama ini yang mengungkap kasus-kasus korupsi adalah
LSM-LSM, malahan beberapa waktu yang lalu, salah satu anggota LSM
terkemuka di Indonesia yang mengawasi khusus masalah korupsi, ICW (Indonesian Corruption Watch) mendapat
pengakuan internasional atas jasanya mengungkap kasus korupsi yang
dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sebenarnya masih banyak lagi
kasus korupsi di negara ini yang belum terungkap, dari korupsi puluhan
juta sampai trilyunan rupiah.
Pemerintah
telah merumuskan UU Anti Korupsi yang terdiri dari empat unsur penting,
yaitu unsur penyalahgunaan wewenang, unsur memperkaya diri sendiri atau
korporasi, unsur merugikan keuangan negara dan unsur pelanggaran hukum.
Kalau terjadi tindak korupsi, pelakunya langsung bisa dijerat dengan
tuduhan atas empat unsur tersebut. Adapun pengertian lain tentang
korupsi dirumuskan oleh Robert Klitgaard. Klitgaard merumuskan bahwa
korupsi terjadi karena kekuasaan dan kewenangan tidak diimbangi dengan
akuntabilitas (pertanggung jawaban), sehingga dapat dirumuskan:
C = M + D - A
Corruption = Monopoli + Diskresi - Akuntabilitas.
Sekarang
masalahnya apakah korupsi yang terjadi sekarang ini termasuk
pelanggaran HAM? Apalagi sekarang ini orang-orang sedang sibuk
membicarakan masalah HAM, ada suatu perkara sedikit, langsung lapor ke
Komnas HAM. Sebegitu mudahnya mereka membicarakan HAM, sedangkan hakikat
HAM sendiri mereka tidak mengerti.
Dalam masalah perkorupsian ini, dari dokumen-dokumen HAM yang ada, yaitu Universal Declaration of Human Right, The International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) dan The International Covenant on Economic, Social dan Cultural Right (ICESCR),
menyebutkan bahwa korupsi sesungguhnya merupakan suatu bentuk dari
pelanggaran HAM. Tetapi Islam sendiri sejak kehidupan Imam Syatibi
sendiri (500 tahun sebelum deklarasi HAM di Jenewa) telah menggaris
bawahi dalam kitabnya al-Muwafaqot I, hal 15, bahwa maqosid tasyri' dalam Islam minimal telah memperjuangkan hak-hak yang selama ini digembor-gemborkan orang. Hak itu antara lain:
- hifdz din (beragama),
- hifdz nasab (keluhuran),
- hifdz jasad (kesehatan dan keamanan),
- hifdz mal (harta benda), dan
- hifdz aql (pendidikan).
Hak untuk berafiliasi (penggabungan)
Termasuk dalam kategori ini adalah :
- hak untuk menentukan nasib sendiri (ICCPR Pasal 1, ICESCR Pasal 1)
- hak untuk berorganisasi (ICCPR Pasal 22, ICESCR Pasal 8)
- hak kebebasan praktek dan kepercayaan budaya (ICCPR Pasal 27, ICESCR Pasal 15)
- hak kebebasan beragama (ICCPR Pasal 18)
Pelanggaran
atas hak-hak tersebut bilamana korupsi terjadi pada kebijakan yang
diambil pemerintah yang menyebabkan kerusakan lingkungan, menguntungkan
perusahaan besar dan meminggirkan masyarakat adat yang telah menghuni
kawasan tersebut turun temurun.
Hak atas hidup, kesehatan tubuh dan integritas
Termasuk dalam kategori ini adalah :
- hak bebas dari penyiksaan (ICCPR Pasal 7)
- hak atas kehidupan (ICCPR Pasal 6)
- hak atas kesehatan (ICESCR Pasal 12)
- hak atas standar hidup yang memadai (ICESCR Pasal 11)
Salah
satu contoh dari pelanggaran ini adalah impor limbah berbahaya dari
Singapura. Bagaimana mungkin limbah berbahaya yang mengancam kelestarian
lingkungan hidup (termasuk di dalamnya manusia), bisa masuk ke
Indonesia? Penyebabnya tiada lain adalah korupsi yang melibatkan banyak
pihak.
Contoh
lain yang dapat dikemukakan adalah penyiksaan yang dilakukan oleh
aparat TNI menggunakan fasilitas Freeport di Papua. Dengan tuduhan
terlibat Organisasi Papua Merdeka, aparat TNI yang mendapat dana
"keamanan" dari PT Freeport melakukan penyiksaan terhadap tokoh-tokoh
masyarakat yang menentang kehadiran Freeport.
Hak untuk berpartisipasi dalam politik
Termasuk dalam kategori ini adalah :
- hak kebebasan berekspresi (ICCPR Pasal 19)
- hak untuk memilih dalam pemilihan umum (ICCPR, Pasal 15)
Kebebasan
berekspresi termasuk hak untuk mendapatkan informasi dalam berbagai
bentuk. Pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi dapat dilihat pada
gugatan pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap media dan aktivis
anti korupsi. Demikian juga berbagai praktek money politics dalam
pemilihan umum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak
untuk memilih. Dengan adanya money politics, pilihan yang diberikan oleh
para pemilih bukan atas kehendak pribadi tetapi karena motivasi uang
sehingga pemilihan umum tidak memiliki integritas lagi.
Hak atas penegakan hukum dan non-diskriminasi
Hak
ini termasuk hak atas pengadilan yang adil dan penghargaan individu
setara di depan hukum (ICCPR, Pasal 9-15). Kategori pelanggaran atas hak
ini dapat kita saksikan pada korupsi di peradilan. Karena korupsi,
hakim tidak memutuskan berdasarkan keadilan tetapi justru pada besarnya
uang yang diberikan. Akibatnya, banyak koruptor besar yang dibebaskan
atau mendapat hukumgan ringan, sementara maling ayam di kampung
mendapatkan hukuman yang berat.
Hak atas pembangunan sosial dan ekonomi
Termasuk dalam kategori ini adalah:
- hak mendapatkan kondisi kerja yang layak (ICESCR, Pasal 6-9)
- hak atas pendidikan (ICESCR, Pasal 13-14)
Kedua
hak ini dapat dilanggar melalui alokasi anggaran yang tidak adil.
Seperti dapat kita saksikan pada APBN, sebagian besar alokasinya untuk
pembayaran utang dalam negeri dan luar negeri. Anggaran pendidikan hanya
mendapat kurang dari 10%. Apalagi anggaran kesehatan yang jauh
dibawahnya. Jelas dalam kategori ini, negara telah melakukan pelanggaran
HAM.
Dari
uraian di atas, para koruptor dapat digolongkan ke dalam beberapa
golongan pelanggaran HAM, tergantung di segmen mana dia melakukan
korupsi, sehingga mereka dapat dijerat atas dua tuduhan, yakni pencurian
dan pelanggaran HAM.
http://ardi-rockn.blogspot.com/