Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Masyarakat Indonesia, Cesar Bara Bheri meminta agar rekomendasi panitia khusus DPRD Sikka terkait kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Kabupaten Sikka, di Flores, Nusa Tenggara Timur tahun 2009 sebesar Rp 10,7 miliar diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Yang dikhawatirkan kalau rekomendasi diserahkan ke kejaksaan atau kepolisian setempat terlalu kuat tarik menarik kepentingan politiknya, jangan sampai penanganannya nanti malah kabur," kata Cesar Bara Bheri, Selasa (17/5/11), yang dihubungi dari Ende, Flores.
DPRD Sikka telah mengusut kasus ini dengan membentuk pansus yang diketuai oleh Landoaldus Mekeng pada akhir April 2011 lalu. Diperkirakan kerja pansus akan tuntas pada akhir Mei 2011.
Pansus dibentuk menyusul adanya temuan atau laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT terkait penyimpangan keuangan Pemkab Sikka tahun 2009.
BPK menemukan pertanggungjawaban belanja bansos pada Bagian Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Setda Sikka sebesar Rp 10,7 miliar tidak menggambarkan kondisi sebenarnya.
Belanja bansos yang bermasalah untuk pengadaan sarana dan prasarana ibadah sekitar Rp 2,4 miliar, bantuan darurat bencana gunung api Egon Rp 656 juta, bantuan darurat kebakaran rumah tinggal Rp 6,1 miliar, bantuan darurat bencana angin topan Rp 681 juta, dan bantuan darurat bencana abrasi, banjir, tanah longsor Rp 828 juta.
Seluruh belanja untuk bahan baku bangunan dan bahan makanan, yang dibayarkan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu Dana Bantuan Bagian Kesra, Yoseph Otu kepada pengusaha atau rekanan (CV Gl Maumere) - terdapat 29 kuitansi fiktif, antara lain tidak jelas nama pemilik, alamat, keterangan spesifikasi barang, faktur pajak, kontrak kerja, berita acara serah terima barang dari rekanan ke bagian kesra, maupun dari bagian kesra ke masyarakat penerima bantuan.