Persekongkolan politisi dan pebisnis adalah akar korupsi di Indonesia. Politisi ingin kekuasaan, sedangkan pengusaha ingin usahanya lancar dan menguntungkan.
Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah di Kantor LBH Padang, Sumatra Barat, Minggu (15/5).
Dia menjelaskan, anggota dan mantan anggota DPR merupakan aktor terbanyak yang diproses KPK pada tahun 2010.
"Sejak KPK dibentuk, tercatat 42 anggota atau mantan anggota DPR maupun DPRD dari berbagai partai politik telah diproses karena terjerat masalah korupsi," ujarnya.
Hingga saat ini, lanjutnya, tersangka korupsi dari kalangan politisi tersebar di 8 kasus yakni, suap cek pelawat, suap aliran dana Bank Indonesia, suap alih fungsi hutan lindung, suap dermaga Indonesia Timur, suap kapal patroli Departemen Perhubungan, pemadam kebakaran, pembangunan gedung Pusdiklat, dan pengadaan mesin jahit di Departemen Sosial.
"Hal ini bikin DPR tak lagi berharga dimata rakyat," katanya.
Febri menambahkan, Presiden SBY sendiri masih bersikap setengah hati dalam upaya pemberantasan. "Kalau presiden punya kemauan kuat, dia bisa memberikan statement, tapi kalau tidak punya kekuatan, jangan basa-basi," ungkapnya.
Di Sumatra Barat sendiri, politisi yang terjerat masalah korupsi saat ini adalah mantan Walikota Bukittinggi Djufri. Dia menjadi tersangka kasus dugaan korupsi mark up dalam pembebasan tanah senilai 1,2 miliar ketika menjabat Wali kota Bukittinggi.
Dalam pemanggilan pertama oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar 5 Mei lalu, Anggota Komisi II DPR Fraksi Demokrat ini didampingi lima pengacara dari Divisi Advokasi dan bantuan Hukum DPP Partai Demokrat.
Hal ini sangat disayangkan oleh Febri, karena bertolak belakang dengan komitmen SBY dalam pemberantasan korupsi.
"Bukankah SBY menyatakan Partai Demokrat tidak akan melindungi kadernya yang terjerat masalah korupsi," paparnya.
"Partai Demokrat jangan intervensi dalam kasus Djufri," tegas Febri. (OL-12)