Jangan dikira korupsi hanya bisa dilakukan seseorang yang mempunyai jabatan dan kekuasaan. Kita yang masih pelajar juga bisa menemui indikasi korupsi di sekeliling kita.
Pengertian korupsi tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang berbunyi, ”Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
Jadi, korupsi tak identik dengan jabatan dan kekuasaan, tetapi semua orang bisa melakukan tindak korupsi.
MuDAers pernah menyontek enggak pada saat ujian, tes, atau ulangan? Nah, jangan salah lho, menyontek itu bisa dikatakan sebagai ”bibit” korupsi. Kebiasaan menyontek menjadi sarana yang cukup memengaruhi dalam hal pembentukan kepribadian.
Menyontek membuat para pelaku merasa tergantung kepada orang lain. Lebih parah lagi, menyontek membuat seseorang ketagihan dalam memperoleh sesuatu secara instan tanpa usaha.
Psikolog Fatwiyati Solikhah mengungkapkan, faktor yang memengaruhi perilaku kaum remaja melakukan korupsi adalah adanya kecurangan yang tidak diberantas sejak usia dini.
”Kecurangan bisa dilakukan pelajar, baik dari pendidikan tingkat dasar sampai pendidikan tingkat atas. Karena itu, harus ada pendidikan (antikorupsi) sejak dini, seperti tentang kecurangan sebagai perbuatan tercela yang bisa berlanjut menjadi korupsi,” katanya.
Dalam pelajaran sekolah, kita pasti diajarkan bahwa curang itu perbuatan tercela, tidak adil, dan picik. Dengan melakukan kecurangan telah membuat kita belajar membohongi diri sendiri dan orang lain.
Tindakan negatif yang bisa memicu korupsi itu harus dihilangkan dari kebiasaan anak muda. Nilai-nilai kejujuran harus ditegakkan. Contohnya, pada penyelenggaraan tes di sekolah. Kebanyakan dari anak-anak sekarang malas belajar karena hanya menyontek teman maupun membuka buku saat ulangan bisa mendapatkan nilai relatif bagus.
Salah seorang pelajar SMA Negeri 1 Surakarta, Esti Winjani Pramesti, mengungkapkan, pola pendidikan kini secara tak langsung ada yang memberikan pelajaran tidak baik.
”Contohnya korupsi waktu. Kalau siswa sudah diajari korupsi kecil-kecilan (seperti korupsi waktu), maka saat mereka dewasa bisa melakukan korupsi yang lebih besar,” katanya.
Esti menambahkan, korupsi waktu bisa menjadi kebiasaan. Misalnya, bila seseorang yang terbiasa korupsi waktu remaja, ketika dia menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pun bisa jadi sering pulang lebih cepat dari jadwal kerja yang seharusnya.
”PNS dibayar oleh negara, tetapi malah tidak bekerja disiplin. Pasti sering dengar istilah makan gaji buta kan? Nah, mereka inilah yang sering disebut makan gaji buta,” ungkap Esti.
MuDAers pasti enggak pengin nantinya menyandang predikat itu kan, ”orang yang suka makan gaji buta”. Aduh, amit-amit....
Aliran bibit korupsi yang sudah mendarah daging di negeri ini harus segera diputus agar tidak membudaya. Generasi yang akan datang harus segera memperbaiki diri agar mereka bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat. Tentunya dengan pendidikan pembentukan kepribadian yang benar-benar luhur.
Andil terbesar dalam mengubah budaya ini ada pada diri masing-masing orang, yang didukung dengan adanya faktor berbagai lingkungan dan sistem yang ada. Pendekatan individu untuk memberikan moral yang luhur adalah hal yang sangat vital. Jadi, mau korupsi? Enggaklah ya…
Tim SMA Negeri 1 Surakarta: Yani Dwi Pratiwi/Aulia Ahmad Azzahari/Ayu Fibramantya/Agnes Fatma Laylicha/ Ajeng Katrika Nugraheni/Adhiyati Atakinari/Akbar
http://regional.kompas.com/