Oleh Auli Fauzia Kirana
Kemungkaran merupakan perbuatan yang bertentangan dengan aturan agama; agama apapun, apalagi agama Islam. Karena perbuatan itu melanggar hukum dan merugikan diri sendiri maupun meugikan pihak lain.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui dan kita saksikan berbagai kemungkaran yang merugikan orang lain dan diri sendiri, seperti korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan perbuatan lainnya sepoerti mencuri, merampok, memnperkosa, zina dan perbuatan-perbuatan yang tentu merugikan semua pihak.
Akibat dari perbuatan KKN misalnya, milyaran dan bahkan trilyunan rupiah uang rakyat amblas karena perbuatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dan akhirnya seperti yang tengah bergulir selama ini, mereka yang melakukan tindak korupsi dan kolusi mulai merasakan akibat perbuatannya, dan tentu ada yang dijebloskan ke penjara, ada yang sedang proses dalam pengadilan hukum, dan bahkan tidak sedikit pula yang sedang digugat rakyat. Dan semua ini belum termasuk balasan dihadapan Allah SWT diakhirat nanti.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yangmenyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’tuf dan mencegah perbuatab mungkar, mereka orang-orang yang beruntun”. (Qs.Ali Imron,3:104).
Perbuatan mungkar dilihat dari berbagai segi sebenarnya sudah cukup jelas, baik dari segi agama, etika, moral, hati nurani, maupun dari segi perikemanusiaan. Namun mengapa orang nekat melakukan tindak kemungkaran, sedangkan ia sadar akan apa yang ia lakukan dan akibat yang akan ia terima?
Pertama, adanya peluang dan kesempatan. Ternyata peluang dan kesempatan sering mendorong seseorang untuk melakukan tindak kemungkran. Misalnya korupsi, pada awalnya seseorang tidak ada niat untuk melakukan tindak korupsi, tetapi karena ada peluang untuk melakukannya dan merasa tidak akan diketahui oleh orang lain, tidak ada kontrol dan pengawasan orang lain, akhirnya nafsu tergerak untuk melakukan korupsi walau hati nuraninya menentangnya, begitu pula dengan perbuatan mungkar lainnya yang terjadi akibat adanya peluang dan kesempatan.
Oleh karena itu sedapat mungkin kita tutup semua peluang yang dapat menimbulkan permuatan mungkar, jika di kantor tutup segala peluang untuk melakukan korupsi dan kolusi dengan memperketat pengawasan dalam segala hal, disiplin pegawaio ditegakkan, contoh yang baik dari atasan ditunjukkan.
Kedua. Kemungkaran terjadi bisa pula karena status hukum yang tidak jelas (samar-samar). Status hukum yang tidak jelas dalam Islam dinamakan syubhat. Persoalan-persoalan syubhat itu sering menjerumuskan pada perbuatan yang haram, bahkan dapat menjerumuskan pada perbuatan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain, yaitu terjadinya penyimpangan dan ketidak adilan di masyarakat, salah satu sebabbya adalah karena status hukum yang tidak jelas, sehingga orang-orang ramai memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, golongan dan lainnya. Lebih parah lagi ketidak jelasan hukum di masyarakat kita bukan muncul secara alami sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi terkadang disengaja agar mudah dimanfaatkan dan sulit dijerat hukum.
Untuk menghindari tindak kemungkaran, perlu diperjelas status hukum yang berlaku, sehingga setiap orang mengetahui mana yang boleh dan mana yang terlarang, mana yang halal dan mana yang haram. Bila muncul suatu persoalan baru yang belum jelas status hukumnya, maka hendaklah para ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat segera bermusyawarah (berijtihad) untuk menetapkan status hukum pada persoalan tersebut.
“Sesuatu yang halal itu jelas dan yang harap itu jelas, dan diantara keduanya dan persoalan-persoalan yang syubhat (samar-samar). Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari persoalan-persoalan yang syubhat itu, berarti ia telah mensucikan Agamanya dan kehormatannya, dan barangsiapa yang jatuh pada persoalan yang syubhat itu, berarti ia telah jatuh pada perbuatan haram”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, yang menyebabkan seseorang melakukan tindak mungkar ialah karena hukum terlalu ringan. Hukum yang terlalu ringan itu dapat mendorong orang yang lemah iman untuk melakukan perbuatan mungkar, karena merasa hukumannya ringan, dan merasa hukum bisa ditawar dan dibeli, maka orang akan lebih nekat lagi.
Demikian pula bagi orang yang berbuat kemungkaran dan pernah diadili, ia tidak merasa jera karena ringannya hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya. Maka untuk mengatasi tindak mungkar, salah satu jalannya adalah memperberat hukuman sesuai dengan kesalahannya.
Keempat, yang menyebabkan seseorang berbuat mungkar ialah karena tidak takut ancaman Allah dan lupa bahwa dipundaknya ada dua malaikat yang selalu mengawasi dan mencatat seluruh amal perbuatannya. Akibatnya ia berani melakukan kejahatan dan penyimpangan, sebab sudah tidak ada lagi yang dikatakuti dan merasa tidak ada yang mengawasi, bahkan juga tidak takut dengan pengawasan Allah melalui dua malaikat pencatat dipundaknya.
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya dua malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qs. Al Qaaf, 50:18)
Dari uaian diatas dapat disimpulkan bahwa tindak korupsi merupakan kemungkaran yang nyata, dan jelas-jelas pelanggaran hukum yang wajib ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, yaitu hukum negara dan hukum Allah yang nantinya menjadi tanggung jawab kelak di akhirat. Dan tentu kepada pelaku korupsi (koruptor), apabila benar-benar melakukan tindakan yang melanggar hukum, sepatutnyalah menyerahkan diri kepada hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dan mengembalikan hasil korupsinya kepada rakyat (negara). Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan meringankan beban tanggung jawabnya sebagai koruptor di akhirat kelak.
Disarikan dari Buku Khustbah Reformasi, Drs. KH. Effendi Zarkasi, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1420 H.