Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membangun pusat pelaporan gratifikasi di setiap instansi pemerintahan pusat dan daerah. Langkah ini dilakukan akibat rendahnya laporan gratifikasi oleh para pejabat negara ke KPK selama ini.
Menurut Plh Ketua KPK Haryono Umar, pihak KPK nanti akan mencoba atau membangun pusat pelaporan gratifikasi. Nanti kita akan insert selaku mekanisme sehingga dia melapornya ke situ, kata Haryono usai pembukaan Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2010, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (27/7).
Rendahnya laporan gratifikasi, lanjut Haryono, bisa jadi karena kebingungan para pejabat ke mana dia harus melaporkan gratifikasi yang diterima. Tapi pusat pelaporan itu nantinya hanya menerima laporan saja, sedangkan pemeriksaan tetap dilakukan oleh KPK.
Pusat pelaporan gratifikasi sudah diuji di internal KPK dan beberapa kementerian serta kantor BUMN sudah meminta untuk dibangunkan pusat pelaporan tersebut. Rencannya dalam waktu dekat beberapa kementerian sudah meminta untuk diterapkan langkah tersebut.
Kata dia, Agustus mendatang Pertamina, Kominfo, Pertanian, dan Perdagangan sudah siap. Kesadaran para pejabat untuk melaporkan gratifikasi masih sangat rendah.
Data yang diperoleh menyebutkan, sejak awal tahun 2010, pihak KPK baru menerima 128 laporan terkait gratifikasi. Memang rendah, sampai saat ini baru 128 laporan, ujarnya.
Dari jumlah itu paling banyak adalah gratifikasi yang diterima pada saat penyelenggaraan pesta pernikahan. Kebanyakan di pusat, sedang daerah banyak yang kosong. Mereka tidak
melapor sama sekali, ungkap Haryono.
Gratifikasi didefinisikan sebagai penerimaan pejabat di luar gaji yang telah menjadi hak yang bersangkutan. Bila menerima gratifikasi, seorang pejabat wajib melapor ke KPK dalam 30 hari kerja.
Dalam pasal 10 UU No 10/2010, gratifikasi dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatan dan atau bertentangan dengan tugas dan kewajiban. Sebaliknya, bila seorang pejabat melaporkan penerimaan uang haram itu, maka tuduhan suapnya gugur.(cr-7)