ICW: Tokoh Agama Perlu
Memahami Aturan Korupsi
Jakarta - Organisasi keagamaan berpotensi
besar ikut mendorong upaya pemberantasan korupsi di Indonesia karena mereka
punya pengaruh besar di masyarakat. Potensi itu hanya akan terwujud jika lembaga
keagamaan mampu menjaga integritas dan kemandiriannya terhadap
kekuasaan.
“Lembaga keagamaan dapat maksimal
menjaga kekritisannya jika mereka mampu menghidupi dirinya sendiri dan tidak
bergantung kepada pemerintah,” kata Romo Benny Susetyo dari Konferensi
Waligereja Indonesia (KWI), Jumat (30/4), dalam diskusi di Centre for Dialogue
and Cooperation Among Civilization (CDCC), Jakarta.
Pembicara lain dalam diskusi ini,
Direktur Eksekutif CDCC Abdul Mu’ti, Gumar Gultom (Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia), dan Danang Widoyoko (Indonesia Corruption Watch).
Abdul Mu’ti menambahkan, pemahaman
agama perlu ditransformasikan dalam konteks kekinian, seperti pemahaman dalam
dana dan laporan keuangan. “Tokoh agama juga perlu memahami
sejumlah peraturan, seperti tentang korupsi dan pencucian uang,” ujar
Abdul.
Gumar Gultom menilai, banyak
organisasi keagamaan yang bias orang kaya karena mereka dapat memberikan banyak
bantuan. Namun, sedikit dari organisasi agama yang mempertanyakan asal bantuan
atau kekayaan yang dimiliki orang kaya itu.
Menurut Danang, pemimpin agama
memang perlu memahami berbagai aturan korupsi agar tidak terjebak. “Saat menjadi pemimpin agama,
mungkin biasa menerima bantuan dari pihak lain. Namun, saat duduk di jabatan
publik, bantuan itu perlu dilihat dengan teliti. Jika ada masalah di dalamnya, dapat
menjadi persoalan hukum,” katanya.
Kasus korupsi yang bertali-temali
dengan kasus mafia hukum di negeri ini memang seperti tidak ada habis-habisnya.
ICW dan Koalisi Pendidikan, misalnya, Kamis lalu, melaporkan dugaan korupsi dana
alokasi khusus (DAK) di lima daerah kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Koordinator Monitoring Pelayanan
Publik ICW Ade Irawan mengemukakan, lima daerah yang dilaporkan terdapat dugaan
korupsi DAK tersebut adalah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara; Sinjai,
Sulawesi Selatan; Tasikmalaya, Jawa Barat; Ponorogo, Jawa Timur; dan Garut, Jawa
Barat.
Untuk mengatasi mafia hukum di
daerah, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum menindaklanjuti dugaan laporan
praktik mafia peradilan, mafia hutan, dan mafia tanah di Medan. Sekretaris
Satgas Denny Indrayana beserta timnya, Jumat kemarin, datang ke Medan
mengunjungi Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Pengadilan Negeri Medan, dan
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.(mzw/bil/aik/nwo)