"Yang diperiksa bukan lembaganya. Jika nanti tak terbukti, justru pimpinan Banggar clear."
Setelah menjadi sorotan publik karena tidak bersedia mengikuti rapat membahas rancangan APBN, Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat kembali membuat polemik karena tidak bersedia diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Tamsil Linrung, menyatakan tidak datang ke Kantor KPK hari ini. Ia menegaskan, ketidakhadirannya bukan berarti tidak kooperatif. “Kami tidak ke mana-mana. Kami tetap ada di sini, di Jakarta, Indonesia. Kami tidak ke KPK semata-mata agar persoalan antara Banggar dan KPK clear lebih dahulu.”
Padahal, KPK telah meminta dua pimpinan Banggar, yaitu Tamsil dan Olly Dondokambey, kembali menghadap penyidik KPK. “Mereka akan ke KPK hari ini sesuai kesepakatan dengan penyidik. Untuk pemeriksaan lanjutan,” kata Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, Rabu 28 September 2011.
Menurut Tamsil, ketidakhadiran di KPK merupakan saran dari pimpinan DPR. “Mereka menyarankan Banggar tidak ke KPK dulu, sebelum KPK hadir dalam rapat konsultasi di DPR Kamis, 29 September 2011, besok.”
Namun, KPK dipastikan tidak bersedia hadir dalam rapat konsultasi tersebut. Juru Bicara KPK Johan Budi menuturkan, KPK telah melayangkan surat pemberitahuan kepada pimpinan DPR.
KPK tidak bisa menghadiri rapat konsultasi dengan pimpinan DPR, kata Johan, karena sedang menyelidiki kasus di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Di antaranya memeriksa empat anggota DPR yang juga pimpinan Badan Anggaran DPR. "Untuk menjaga kredibilitas KPK dan DPR, maka Pimpinan KPK meminta pemahaman Pimpinan DPR."
Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menegaskan bahwa KPK akan tetap memanggil Tamsil dan Olly. KPK, kata dia, memanggil pimpinan banggar untuk diperiksa dan hasilnya akan menjadi pertimbangkan apakah ada tindak pidana korupsi di sana. "Yang diperiksa itu orang, bukan lembaganya. Jika nanti tidak terbukti, justru pimpinan Banggar clear."
Banggar Mengeluh
'Pertikaian' antara Banggar dan KPK bermula ketika pekan lalu, KPK memanggil empat pimpinan Banggar DPR terkait kasus dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Namun, Banggar mengeluhkan pemeriksaan tersebut. Sebab, menurut mereka, pemeriksaan KPK bukan mengenai indikasi tindak pidana korupsi, melainkan proses pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Banggar.
Mereka menyatakan, proses pengambilan kebijakan tidak dapat diutak-atik, karena sudah digariskan dalam UU, dan keputusannya diambil bersama pemerintah, tidak hanya oleh DPR.
Empat pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat diperiksa KPK ppada Selasa 20 September 2011 lalu. Ketua KPK menjelaskan, para pimpinan badan ini hanya dimintai penjelasan terkait dua kasus yang digarap KPK yaitu suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Agar tidak main asumsi, kami undang Banggar untuk menjelaskan."
Mereka adalah, Ketua Badan Anggaran Melchias Marcus Mekeng (Golkar), dan tiga Wakil Ketua Badan Anggaran Mirwan Amir (Demokrat), Olly Dondokambey (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), dan Tamsil Linrung (Partai Keadilan Sejahtera).
Usai pemeriksaan, Tamsil saat itu mengaku mengenal pria bernama Iskandar Pasojo alias Acos, yang diduga sebagai penghubung pihak Kemenakertrans dengan Banggar DPR.
Acos, lanjutnya, pernah meminta bertemu dengannya untuk membicarakan masalah tenaga kerja ke New Zealand dan beberapa persoalan lain. Meski begitu ia menyangkal membuat komitmen dengan Acos.
Tamsil mengaku heran dengan reaksi masyarakat terhadap sikap Banggar. Menurut dia, sebelumnya banyak yang menginginkan Banggar dibubarkan, karena dianggap sebagai sarang koruptor. Namun, saat Banggar menyerahkan kewenangannya untuk sementara, banyak kalangan yang meminta mereka segera bekerja dan tidak mogok.
Aksi 'mogok' ini keburu mendatangkan protes. Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, menyayangkan aksi ini. Menurut dia, sikap itu tidak tepat dilakukan untuk menanggapi pemanggilan pimpinan mereka oleh KPK.
Aksi mogok itu, kata dia, mempengaruhi nasib pembangunan Indonesia ke depan. "Karena ini terkait urusan keberlangsungan bangsa Indonesia. Bisa dibayangkan kalau DPR mogok, bagaimana Indonesia tanpa APBN," kata dia.
Meski demikian, dia mengaku tak yakin Banggar sungguh-sungguh melakukan aksi mogok. "Itu melanggar konstitusi yang sangat berat sanksinya. Mereka juga akan berhadapan dengan masyarakat, bayangkan satu tahun Indonesia tanpa anggaran."
Benar saja, Selasa 27 September 2011, dua lembaga swadaya masyarakat, Parliamentary Center (IPC) dan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) mengadukan empat pimpinan Badan Anggaran ini ke Badan Kehormatan.
Menurut Iskandar, tindakan Banggar itu telah melanggar tata tertib dan kode etik DPR. Mereka dinilai melanggar Tata tertib DPR pasal 65 ayat 1 tentang tugas Banggar dan Kode Etik DPR pasal 4 ayat 3, yakni anggota DPR harus bersikap adil dan profesional berhubungan dengan mitra kerjanya.
Tamsil sendiri mempersilakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan itu ke Badan Kehormatan DPR. "Nanti kita lihat BK mau periksa apa," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.