Sudah sekian lama, bangsa ini membicarakan dan juga menyatakan perang melawan korupsi. Semua pihak sudah berkesimpulan bahwa masih banyaknya orang miskin, tertinggal, tidak terawat kesehatannya, pengangguran dalam jumlah besar, kesulitan mencari kerja,anak jalanan dan atau gelandangan yang semakin banyak, semua itu disebabkan oleh masih banyaknya para pemimpin dan pejabat yang korup.
Berbagai cara untuk memberantas itu telah dilakukan. Memang ada hasilnya. Tidak sedikit oknum pejabat pemerintah, pemimpin politik, perbankan, BUMN, hakim, jaksa dan pemegang posisi penting lainnya ditangkap, diadili dan kemudian dipenjara atas tuduhan telah melakukan tindak kejahatan korupsi. Demikian pula simpul-simpul wilayah rawan korupsi juga telah diketahui oleh umum. Namun anehnya, koruptor tetap saja tumbuh dan berkembang di negeri ini.
Sementara orang kemudian berpikir dan atau bertanya, apakah korupsi itu adalah sebagai akibat oleh sistem, budaya, dan ataukah lainnya. Upaya mencari jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi penting, agar tidak terlalu banyak korban yang harus berjatuhan. Korban dari pemberantasan korupsi harus dimimalkan sedemikian rupa, baik yang terkait dengan finansial, yaitu biaya untuk mengejar pelaku kasus korupsi, atau bahkan juga korban lain berupa orang yang melakukan korupsi itu sendiri.
Kedua hal tersebut harus dihemat. Sebab rasanya juga tidak rasional jika misalnya, biaya mengejar koruptor lebih mahal dari uang yang dikorupsi. Selain itu, rasanya juga menjadi sedih, tatkala terdapat oknum pejabat tertangkap melakukan korupsi dan kemudian dimasukkan ke penjara. Sebab seorang pejabat, seharusnya bukan saja dilihat sebatas sebagai orang yang menjalankan administrasi birokrasi, melainkan juga berperan sebagai pemimpin masyarakat.
Posisinya sebagai pemimpin, manakala mereka terkena tuduhan melakukan korupsi dan apalagi harus dihukum, maka rakyat akan kehilangan tauladan, yaitu orang yang dianggap sebagai anutan, dan atau pemimpinnya. Jika demikian itu terjadi, maka rakyat akan kehilangan kepercayaan tehadap pemerintah dan bahkan bisa jadi berdampak luas, yaitu terjadi krisis kepemimpinan. Kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin pada umumnya akan hilang. Apalagi kemudian, orang yang semula dianggap bersih, ternyata juga melakukan hal yang sama, yaitu korupsi. Masyarakat akan semakin marah.
Selain itu,menghukum orang yang dianggap salah oleh karena sistem yang salah, maka sebenarnya juga tidak adil. Sistem dikatakan salah manakala siapapun yang masuk dalam lingkaran itu akan menjadi berperilaku serupa. Orang yang semula baik-baik, pembenci korupsi, jujur, dan seterunya, namun jika kemudian menduduki posisi itu, ternyata juga melakukan hal yang sama dengan pendahulunya, maka disebut bahwa tindakan itu adalah akibat dari sistem. Maka pemecahannya, sistem itu harus diubah, agar tidak terlalu banyak lagi korban berjatuhan.
Kasus yang masih sedang hangat-hangatnya pada saat ini adalah dialami oleh M. Nazaruddin. Ia terkena kasus korupsi ketika sedang menjabat sebagai bendahara partai politik. Sebagai seorang bendahara pada umumnya, maka tugasnya adalah mengelola keuangan. Ia harus bertanggung jawab atas terpenuhinya anggaran yang diperlukan untuk semua kegiatan partai. Sumber-sumber pendanaan, tentu sudah terdapat aturannya. Namun dalam kehidupan organisasi pada umumnya, ternyata sumber-sumber itu tidak selalu mencukupi. Maka bendahara yang bertanggung jawab, harus mencarikan peluang-peluang lainnya yang sekiranya memungkinkan. Dalam kondisi tertentu, sebagai bentuk tanggung jawabnya, seseorang menempuh jalan yang sebenarnya diketahui tidak halal. Tetapi apa boleh buat, hal itu dilakukan demi agar roda kegiatan partai atau organisasi berjalan.
Jika demikian itu yang terjadi, maka siapapun yang menduduki posisi bendahara, baik dalam organisasi sosial maupun organisasi politik, maka akan rentan terkena kasus sebagaimana yang dialami oleh M. Nazaruddin.Itulah sistem yang membentuk orang hingga melakukan kesalahan yang berakibat fatal. Pemahaman seperti itu perlu dimiliki oleh siapapun yang sedang dalam posisi sama dengan mantan bendahara Partai Demokrat itu, agar yang bersangkutan tidak menjadi korban selanjutnya dan bagi pihak-pihak lain tidak menambah penderitaan terhadap yang terkena kasus itu.
Memang apapun sistem yang berjalan, dan juga budaya apapun yang sedang berkembang, seorang pemimpin harus menjaga amanah sebaik-baiknya. Amanah adalah kunci keselamatan dan akan menjadi tangga untuk mendapatkan tahta derjad taqwa. Hanya saja memang hidup di dunia ini yang paling berat adalah menjaga amanah. Banyak pemimpin, birokrat, tokoh politik, pengusaha, pendidik, dan apa saja lagi lainnya, merasa sanggup menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya. Akan tetapi tanggung jawab itu ternyata tidak selalu berhasil dijalankan, karena kurang amanah
Amanah memang berat bagi siapapun. Orang amanah adalah orang yang mampu memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Memimpin diri sendiri ternyata jauh lebih berat dari memimpin orang lain. Itulah sebabnya banyak orang mengalami kegagalan. Akibatnya, orang amanah menjadi terbatas jumlahnya dan juga mahal harganya. Karena itu di mana-mana sering terjadi krisis pemimpin yang mampu menjaga amanah sebagaimana juga sedang dialami oleh bangsa kita ini.