Remisi Hukuman Tahanan Korupsi dan Terorisme Dikaji Ulang
Senin, 31 Oktober 2011
Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tengah mengkaji ulang remisi hukuman terhadap tahanan kasus korupsi dan terorisme. "Tapi sambil kami mengkaji itu, tentang kebebasan bersyarat (tahanan kasus itu) juga tidak kami lakukan," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, di kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ahad pagi, 30 Oktober 2011.
Denny menambahkan Kementerian Hukum dan HAM sedang membahas moratorium remisi hukuman terhadap tahanan dua kasus itu. Moratorium ini dilakukan dalam rangka me-review ulang remisi tersebut. "Saya dapat laporan bahwa ada yang akan diberikan (remisi). Saya bilang jangan dulu," ujarnya. Korupsi, lanjut Denny, merupakan kejahatan yang luar biasa. "Jadi pesan efek jeranya juga harus ditingkatkan," ucap dia.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin, sempat melontarkan wacana bahwa hukuman minimal bagi tahanan koruptor adalah lima tahun penjara. Wacana itu keluar akibat hukuman bagi koruptor saat ini yang dapat dibilang sangat ringan, yaitu hanya dalam hitungan bulan penjara.
"(Hukuman minimal lima tahun) itu tujuannya untuk mengirimkan pesan bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, sehingga hukumannya juga harus mengirimkan pesan kejeraan," ucap Denny. Efek jera, menurutnya, diberikan agar sesuai dengan keadilan di tengah masyarakat.
Selain mengkaji ulang remisi bagi tahanan korupsi dan terorisme, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia saat ini juga berencana mematangkan sistem pencegahan terhadap tindak pidana korupsi. "Sistem pencegahan akan kami lakukan karena pemberantasan korupsi harus paralel. Tidak hanya penindakan, tapi juga pencegahan," kata Denny.
PRIHANDOKO/EMPO Interaktif,
Tags:
Titian