oleh Odi Shalahuddin
Korupsi, persoalan yang terasa mendarah daging dan telah membuat kita muak menyaksikan berbagai kasus yang terus saja terjadi yang melibatkan para petinggi negeri, yang seharusnya memberi tauladan dan bekerja keras bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini. Banyak kasus-kasus besar tampaknya mengambang, sehingga terkesan tebang pilih.
Maka, merupakan hal menarik apabila institusi-institusi penting yang bekerja dalam penanganan korupsi bisa duduk bersama dan berdialog dengan berbagai elemen masyarakat untuk membahas dan mencari beragam alternatif untuk mencegah dan menangani korupsi.
Itulah yang baru saja terjadi, pada malam tadi (30/11), ketika para petinggi institusi-institusi tersebut bisa duduk bersama dalam suasana yang santai dalam acara ”Dialog Kebudayaan: Negara Hukum, Manusia Akhlak” yang berlangsung di Pendopo Taman Siswa, Yogyakarta. Hadir dalam acara ini yaitu Busyro Muqodas (Ketua KPK), Darmono (Wakil Jaksa Agung) dan Komisaris Jendral Sutarman (Kabareskrim Mabes Polri). Acara yang dipandu oleh Emha Ainun Nadjib atau dikenal dengan panggilan akrab Cak Nun, juga menghadirkan para budayawan, akademisi dan rohaniawan yaitu Ahmad Sobari, Sujiwo Tedjo, Romo Sindhunata, dan Dr. Pratikto. Tampak terlihat wakil Ketua KPK, Candra Hamzah dan beberapa orang jajaran dari KPK, para pejabat Pemerintah Provinsi DIY dan Kabupaten, para aktivis Organisasi Non Pemerintah, aktivis kemahasiswaan, dan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya. Acara yang dihadiri sekitar 1,000 orang yang memenuhi seluruh ruang pendopo, termasuk juga yang rela duduk di halaman dengan menyaksikan melalui layar yang disediakan, semakin semarak dengan kehadiran kelompok musik Kyai Kanjeng bersama Novia Kolapaking.
“Saya tidak ikut menyediakan pemikiran apa-apa. Saya hanya menyediakan tempat dan mengundang hadirin yang saya yakin bisa bersifat obyektif. Saya jamin mereka akan mendengarkan dengan kejujuran, ketulusan hati, dan bergalon-galon cinta,” Cak Nun membuka acara dialog budaya ini.
Ketrampilan Cak Nun membawa acara ini dengan guyonan-guyonan yang segar dan komentar-komentar yang kritis, serta pernyataan-pernyataan yang menyejukkan, membuat para hadirin sungguh-sungguh bisa menikmati dialog kebudayaan ini dengan serius tapi bisa berlangsung santai penuh tawa. Terlebih ketika saling lempar joke antara Cak Nun dengan Busyro Muqodas, yang merupakan teman ketika di SMA.
Ruang tanpa jarak dengan model lesehan seakan bisa mendekatkan para pejabat tinggi dari institusi hukum ini dengan masyarakat.
“Negara kita berdasarkan prinsip hukum. Untuk melaksanakan, perlu manusia yang berakhlak, beretika dan bermoral. Ini yang lebih esensial. Penegakan hukum memerlukan kekompakan hadirnya manusia-manusia macam itu. Jadi penegakan hukum tidak berdasar pada kebencian. Rakyat harus diberdayakan juga untuk penegakan hukum dan jangan hanya mengandalkan KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Bila rakyat berdaya, maka tugas penegakan hukum bisa diringankan.” tutur Busyro Muqodas di awal pembicaraan.
Sedangkan Komjen Sutarman menyatakan bahwa semua yang hadir di tempat itu pasti tidak menyukai korupsi. Tapi persoalannya, korupsi masih saja terus berlangsung dan menjadi kejahatan yang luar biasa sehingga penanganannyapun harus luar biasa. “Budaya-budaya yang berlaku namun tidak baik dan kemudian dikriminalisasi, maka dianggap sebagai kejahatan. Misalnya dulu dianggap biasa bila seseorang punya hajatan sunatan atau mantenan, bila tidak lapor ke KPK, bisa dianggap gratifikasi,”
Lebih lanjut dikatakan: “Kalau Polri mampu, dan Kejaksaan juga mampu mengatasi korupsi, maka tidak perlu ada KPK. Adanya KPK karena ketidakmampuan kami bersama jajaran staff mengatasi persoalan korupsi,”
Hal inilah yang tampaknya direspon oleh Cak Nun dengan melontarkan pertanyaan kepada para hadirin. “Kalian apakah merasa nyaman apa tidak aman dengan kepolisian?”
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk”
“Kalian merasa aman dan nyaman dengan Kejaksaan?”
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk”
“kalian merasa aman dan nyaman dengan KPK?”
Suara terpecah, ada yang menyatakan “ya” dan ada pula yang mengatakan “tidak”.
“Malam hari ini tujuan Pak Busryo, adalah membangun sinergi ketiga institusi ini agar bisa memberikan rasa aman dan nyaman rakyat. Tapi bila tidak stimultan, maka bisa jadi KPK juga akan membuat orang tidak aman dan nyaman. Kita bisa mendukung dengan mengontrol kepolisian, kejaksaan dan KPK agar bisa tercipta rasa aman dan nyaman bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, kita harus dukung,” kata Cak Nun.
“Berbicara tentang bangsa adalah berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan. Masalah bangsa yang kita hadapi sekarang ini sangat banyak sekali. Dari berbagai masalah, masalah yang paling menyita perhatian kita adalah carut marutnya penyelenggaraan pemerintahan dan penegakan hukum. Ini disebabkan sistem ketatanegaraan yang masih buruk,” demikian dikatakan oleh Darmono, Wakil Jaksa Agung RR.
Pada saat dialog, lontaran pertanyaan dari peserta banyak menyoroti tentang penanganan kasus-kasus korupsi yang tampaknya tidak serius ditangani, seperti kasus Bank Century. Peserta juga menantang keberanian KPK, kepolisian dan Kejaksaan untuk berani membongkar kasus-kasus korupsi yang “diduga” melibatkan para pejabat tinggi.
Seorang peserta dari Police Watch sempat menyerahkan data-data yang diakuinya sebagai data tentang aliran dana ke SBY dan Budiono. “Ini bisa juga menjadi bahan untuk di cross chek. Dan semoga bilamana perlu bisa menjadi bahan untuk memeriksa SBY,” katanya sambil menyerahkan copy data tersebut kepada Busyro Muqodas.
Apa isi data itu? Entahlah. Semoga memang bisa membuka kasus yang menggegerkan dan membuat gemas kita semua karena belum ada penyelesaiannya.