SEMARANG, KOMPAS.com -- Praktik korupsi yang kian merajalela harus dihentikan. Ketika penegakan hukum tidak lagi memberikan efek jera, perlu ada gerakan masyarakat untuk menghentikan budaya korupsi yang merugikan keuangan negara.
Semua kalangan harus bekerja keras untuk memerangi korupsi, karena korupsi ibarat kleptomania (penyakit jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri) yang sulit disembuhkan.
Demikian rangkuman diskusi Komunitas Tjipian (sebuah komunitas yang membedah dan mengembangkan pemikiran Hukum Progresif Prof Satjipto Rahardjo) di Kantor Perwakilan Kompas Jawa Tengah, Semarang, Jumat (30/12/2012) petang. Diskusi yang dipandu inisiator Komunitas Tjipian, Awaludin Marwan, membahas tema korupsi yang marak terjadi di berbagai instansi dan lembaga.
Indah Karmadaniah, anggota Komunitas Tjipian mengungkapkan, korupsi yang saat ini tersistematis terjadi karena banyak peluang terbuka untuk melakukan korupsi, seperti yang terjadi dalam model penganggaran di birokrasi. Ia mencontohkan alokasi anggaran dalam satu tahun, sengaja dibuat tidak boleh ada yang sisa, tetapi harus dihabiskan, sehingga program yang dibuat asal-asalan agar anggaran bisa dihabiskan.
"Jadi korupsi terkait mentalitas. Orang korupsi sama seperti memiliki penyakit kleptomania. Ini harus disembuhkan," ujarnya.
Sementara itu, Yayan M Royani, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Undip Semarang dalam makalahnya mengungkapkan perilaku korupsi subur di Tanah Air, karena dipengaruhi empat aspek yakni kekuasaan, ekonomi, moral, dan hukum.
"Era reformasi yang harusnya menjadi momentum menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan justru menciptakan peluang bagi sejumlah kalangan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Janji pemberantasan korupsi dari pemerintah tidak dilaksanakan secara maksimal. Memble di tengah jalan," papar Yayan.