JAKARTA--
MICOM: Setelah Kota Bekasi, kini giliran wilayah tetangganya,
Kabupaten Bekasi, mendapat sorotan tajam. Bupati Bekasi Sa’adudin
dikait-kaitkan dalam dugaan korupsi penggunaan APBD 2010 Kabupaten
Bekasi yang merugikan negara hingga Rp2,25 miliar tentang proyek fiktif.
Selain itu, pada awal menjabat, Juli 2008, Sa’adudin yang
terpilih melalui Pemilu Kada 11 Maret 2007 ini juga sempat mengundang
kontroversi publik akibat biaya pembuatan pagar rumah dinasnya yang
mencapai Rp1 miliar.
Dugaan terjadinya penyimpangan dana APBD 2010 sebesar Rp2,25
miliar mencuat ketika pembahasan LKPJ Bupati Bekasi 2010 oleh Pansus XII
DPRD Kabupaten Bekasi, Juni lalu. Menindaklanjuti dugaan korupsi
tersebut, Jaringan Masyarakat Peduli Demokrasi (JMPD) melaporkan
Sa’adudin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, dengan bukti
laporan No: 2011-07-000254 terkait dugaan korupsi APBD 2010 Kabupaten
Bekasi atas kegiatan peningkatan Jalan Sasak Papan-Sukadaya, Kecamatan
Sukawangi, yang dialihkan ke Jalan Pulo Puter-Sukadaya, Kecamatan Tambun
Utara.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin
Saiman menyatakan ke depan akan semakin banyak kepala daerah yang
terjerat kasus korupsi. Selain akibat moral dan mentalitas yang rusak
serta cara pandang yang keliru, maraknya praktik korupsi juga disebabkan
lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
Terbukti, banyak kepala daerah yang sudah terjerat hukum dan
menjadi terdakwa akhirnya mendapat vonis bebas dari pengadilan tindak
pidana korupsi (Tipikor). Kondisi ini membuat para kepala daerah seperti
semakin leluasa karena mendapat ruang bebas untuk korupsi.
Menanggapi dugaan korupsi proyek fiktif di Kabupaten Bekasi yang
disinyalir bisa menyeret Bupati Sa’adudin ke meja hijau, Boyamin
mengaku tidak terkejut. Sebab, jangankan di wilayah yang PAD (pendapatan
asli daerah) nya besar seperti di Kabupaten Bekasi, di daerah yang
PAD-nya kecil pun marak proyek-proyek fiktif.
"Logikanya sederhana, jika PAD di suatu wilayah besar, besar
pula kemungkinan terjadi pelanggaran. Salah satunya adalah proyek
fiktif. Dan jika dugaan korupsi APBD 2010 Kabupaten Bekasi terbukti,
sudah pasti Kabupaten Bekasi akan seperti Kota Bekasi, di mana kepala
daerahnya tersangkut kasus korupsi," jelas Boyamin.
Untuk mencegah itu semua, lanjut Boyamin, aparat penegak hukum
harus berani dan tegas dalam mengambil keputusan. Tidak ada hukuman
ringan bagi koruptor. Apalagi sampai dapat vonis bebas, seperti
sebelum-sebelumnya.
"Mereka (koruptor) harus dihukum seberat-beratnya sebagai efek
jera juga bagi yang lain. Selain itu, tidak hanya otaknya (kepala
daerah). Tapi semua yang terlibat harus diproses hukum. Karena jika
tidak, saat otaknya di penjara, anak-anak buahnya tetap melakukan tindak
pelanggaran korupsi untuk memberikan suplai pada bosnya yang di
penjara. Dan itu yang terjadi hari ini," ungkap Boyamin.
Seperti diketahui, sebelum kasus dugaan korupsi APBD 2010
Kabupaten Bekasi dilaporkan ke KPK, JMPD telah melaporkan dugaan adanya
penyimpangan tersebut ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan
Jawa Barat.
Menurut informasi, Bupati Sa’adudin juga telah dipanggil
Kejaksaan Tinggi Bandung terkait beberapa kasus yang dilaporkan oleh
LSM. Namun, hingga kini, belum ada kabar lanjutannya. (*/OL-10)