Corruption
Perception Index (CPI) Indonesia naik dari 2,8 (2010) menjadi 3,0 pada 2011
Istana Wakil
Presiden. Pemerintah
serius menangani korupsi secara konkret. Salah satu implementasinya adalah terbitnya
Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2012. Inpres ini merupakan lanjutan Inpres Nomor 9 Tahun 2011
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. "Setelah
saya telaah, aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi 2012 isinya sangat
substantif, bukan basa-basi," kata Wakil Presiden Boediono saat memimpin
rapat koordinasi di Istana Wakil Presiden, 30 Desember 2011.
Dalam dua
Inpres ini, Pemerintah mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi
United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Keenam strategi itu
adalah: Pencegahan pada Lembaga Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya;
Penindakan; Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil
Korupsi; Kerjasama Internasional; dan Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks
Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dapat
mencapai angka 5,0.
Sebagai
catatan, per 2010 CPI Indonesia tercatat 2,8. Sementara pada 2011 sudah naik
menjadi 3,0. Di negara ASEAN, CPI Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,9),
Filipina (2,6), Laos (2,2), Kamboja (2,1), dan Myanmar (1,5). Tapi CPI
Indonesia masih di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan
Thailand (3,4). Yang harus dicatat, Indonesia sudah mencatat kemajuan yang luar
biasa dan mengalami kenaikan tertinggi dalam periode 2004 hingga 2011. Pada
2004 CPI Indonesia hanya 2,0. "Jadi dalam kurun waktu tujuh tahun ada
kenaikan satu full percentage point, ini kenaikan yang sangat
signifikan. Dibandingkan dengan China, misalnya, pada periode yang sama CPI-nya
hanya naik 0,2," tutur Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny
Indrayana.
Seperti kita
ketahui, fokus aksi Inpres 9/2011 tertuju pada pencegahan korupsi (90%),
terutama pada lembaga penegakan hukum. Wujud keluaran Inpres 9/2011 adalah
terbitnya berbagai ketentuan dan regulasi (48%) yang dampaknya baru terasa saat
diimplementasikan pada 2012 mendatang. Inpres 9 tahun 2011 yang terdiri dari 11
program, 102 rencana aksi, dan 142 subrencana aksi itu dilaksanakan oleh 16
kementerian dan lembaga yang di dalamnya terdapat 3 kementerian dan lembaga
utama, yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan-nya.
Implementasi rencana aksi diawasi UKP4 secara triwulanan melalui tiga check
point, yakni Juli, September, dan Desember 2011.
Sedangkan
Inpres 17 tahun 2011 yang mengatur rencana aksi untuk 2012 terdiri atas 13
fokus, dan 106 rencana aksi. Untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya,
selain UKP4, Inpres ini mengamanatkan pula partisipasi publik yang lebih besar.
Sebagai tambahan, rencana aksi 2012 juga memasukkan upaya baru, yakni
pendidikan dan budaya antikorupsi. "Fokusnya berupa pendidikan karakter
bangsa yang berintegritas dan kampanye antikorupsi,” kata Kepala UKP4, Kuntoro
Mangkusubroto. Seperti Inpres sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) menjadi koordinator penyusunan Inpres dengan melibatkan
K/L, akademisi, praktisi, dan organisasi masyarakat sipil.
Rencana aksi
2012 juga akan menitik beratkan pada upaya pencegahan. Secara rinci, ke-106
rencana aksi itu terdiri atas 82 aksi bidang pencegahan, 6 aksi di bidang
penegakan hukum, 5 aksi di bidang penyusunan peraturan perundang-undangan, 7
aksi di bidang kerjasama internasional dan penyelamatan aset, 4 aksi di bidang
pendidikan dan penyebaran budaya anti korupsi, serta 2 aksi di bidang
pelaporan.
Satu catatan
penting, Inpres ini juga memerintahkan seluruh lembaga pemerintah dari pusat
sampai daerah, dalam melaksanakan instruksi ini, harus bekerjasama dan
berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank Indonesia, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman Republik Indonesia,
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi
Yudisial, dan Mahkamah Agung.
Evaluasi Inpres
9/2011 hingga September 2011
Saat ini
pelaporan tahap akhir pelaksanaan Inpres 9/2011 masih berjalan. Sejauh ini,
disiplin 16 K/L dalam melaporkan pelaksanaan rencana aksi per September 2011
sangat tinggi (100%), dan 74% subrencana aksi Inpres 9/2011 tercapai dengan
status memuaskan. Namun, meski 74% target per September 2011 tercapai, jika
dibandingkan juli 2011 (±90% tercapai), persentase itu menurun karena adanya
pergeseran jenis capaian. Pada Juli 2011, program masih bersifat persiapan
sehingga lebih mudah tercapai. Sedangkan pada September 2011, program sudah
berupa pelaksanaan kegiatan dan menemui sejumlah kendala. "Yang terbanyak
berupa keterlambatan proses pelaksanaan program di K/L karena hambatan
internal, implementasi program yang kurang/tidak sesuai dengan amanat Inpres
namun dianggap cukup oleh K/L itu sendiri, serta lemahnya koordinasi dengan instansi
lain,” tandas Kuntoro.
Sejumlah
capaian yang cukup signifikan tertoreh pada september 2011. Capaian itu antara
lain menyangkut akuntabilitas, misalnya ada perbaikan sistem penanganan perkara
di lembaga penegak hukum serta penanganan pengaduan masyarakat dan perlindungan
whistleblower pada instansi pemerintah. Terkait keterbukaan informasi,
ada perbaikan pada pelaksanaan keterbukaan informasi publik di lembaga penegak
hukum serta Kemenkumham. Di bidang perbaikan mutu sumberdaya manusia, ada
pembaruan pengaturan rekrutmen, penyusunan basis-data kepegawaian, serta tes
integritas pada petugas Lapas/Rutan sebagai dasar pembinaan. Pada peningkatan
koordinasi, capaian terpentingnya adalah pernyataan awal dari enam instansi
penegak hukum untuk memberikan perlindungan pada whistleblower dan justice
collaborator. Keenamnya adalah Kejaksaan, Polri, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Mahkamah Agung, Kemenkumham, serta Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban.
Yang tak kalah
pentingnya, saat ini juga tengah berlangsung harmonisasi dan pembahasan tahap
akhir sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan masuk ke proses
legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berbagai RUU itu antara lain RUU
Tindak Pidana Korupsi, RUU Perampasan Aset, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adapun menyangkut
pengembalian aset dan kerjasama internasional, Tim Terpadu di bawah Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terus melanjutkan pekerjaan Tim
Pemburu Aset dan Koruptor, selain terlaksana pula penandatanganan sejumlah
perjanjian mutual legal assistance (MLA Treaty) baru, seperti MLA
RI-India.
Wapres Boediono
meminta seluruh Kementerian dan Lembaga melaksanakan langkah-langkah penanganan
korupsi untuk 2012 secara lebih baik lagi. "Saya optimistis, karena untuk
2011 lalu, Inpresnya baru terbit pada Mei 2011. Menimbang hal ini, saya kira
pencapaian 2011 sudah baik. Tapi, untuk 2012, kita sudah menerima instruksi
pada akhir 2011, jadi pelaksanaan untuk 2012 harus jauh lebih baik," kata
Wapres.