KPK Sambut Zona Integritas dan Wilayah Bebas Korupsi

Brantas KKN; "KPK menyambut baik pencanangan Zona Integritas kali ini, karena ini berarti semakin banyak instansi yang sadar dan berkomitmen untuk menegakkan integritas di lingkungan masing-masing," ujar Plt Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji saat menghadiri Acara Pencanangan Zona Integritas di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada Selasa (5/5), di Jakarta.

BKPM resmi mencanangkan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan kerjanya. Indriyanto, bersama Komisioner Ombudsman Khoirul Anwar dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, turut menyaksikan penandatangan predikat Zona Integritas itu oleh Kepala BKPM Franky Sibarani.

Indriyanto mengatakan konsep Zona Integritas dan Wilayah Bebas dari Korupsi ini telah diperkenalkan KPK sejak 2010 kepada seluruh instansi pemerintahan dan lembaga negara. Menurut Indriyanto, pemberantasan korupsi tidak bisa berjalan sendiri, konsep Zona Integritas dan Wilayah Bebas dari Korupsi yang diterapkan dapat mencegah terjadinya perilaku koruptif di instansi tersebut.

"KPK tidak bisa bekerja sendiri memberantas korupsi selalu butuh dukungan dari setiap komponen pemerintah," ujar Indriyanto.

Indriyanto menjelaskan konsep Zona Integritas dan Wilayah Bebas dari Korupsi merupakan predikat yang diberikan kepada lembaga atau instansi pemerintahan yang telah memiliki nilai indikator operasional 80-90.

Indriyanto menyebutkan ada 8 elemen atau indikator yang  digunakan pada  program  Pembangunan  Zona Integritas dan Wilayah Bebas dari Korupsi ini, yaitu;  Pakta Integritas, Kode  Etik  dan  Pemetaan  Integritas, Kampanye, Sosialisasi,  dan  Pendidikan  Integritas, Pelaporan  Kekayaan,  Pengendalian  Gratifikasi,  Pengaduan  Masyarakat dan  kerahasiaan serta  Perlindungan  Pelapor,  Fraud  Control  System,  serta  Revitalisasi  Pengawasan Internal  dan Investigasi (sumber : kpk.go.id)

Read more…

Polisi Harus Responsif Layani Masyarakat

Brantas KKN, Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi mengajak jajaran Kepolisian untuk terus berkreasi menghadirkan sikap yang lebih responsif dalam melayani masyarakat. Selain itu, Polisi harus membuang jauh-jauh sikap menunggu bola, yakni menunggu laporan masyarakat, dalam melaksanakan tugas kerjanya.

Yuddy juga mengatakan bahwa pihaknya  memantau secara langsung di lapangan untuk turut mengawasi kinerja Kepolisian yang merupakan tugas kerja Menteri PANRB dalam memastikan berlngsungnya  pelayanan publik yang optimal.

"Jadi harap dimaklumi jika saya melakukan blusukan di manapun dan kapanpun, karenakan polisi juga termasuk aparatur negara yang pemantauannya berada di wilayah kerja saya," ujar Yuddy dalam Rapat Kerja Teknis Bareskrim Polri Tahun 2015 di lingkungan Mabes Polri, demikian dirilis menpan.go.id di Jakarta, Rabu (15/4).

Menteri mengungkapkan bahwa agenda blusukan yang dilakukan merupakan bentuk pengawasan sosial, untuk memastikan secara langsung kualitas pelayanan publik di tengah masyarakat. Sejauh ini, setiap melakukan kunjungan kerja ke daerah, Yuddy selalu mengunjungi Polda, bahkan tak jarang  sampai pelayanan yang dilakukan di tingkat Polsek.

Yuddy menyebut peran aktif Kepolisian Republik Indonesia dalam menjaga stabilitas keamanan nasional merupakan perwujudan dari dua poin agenda Nawacita, yakni poin pertama dan keempat. "Tugas kerja Kepolisian merefleksikan esensi Nawacita dalam upaya pelaksanaan revolusi mental di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla," ujar .

Poin pertama Nawacita bertujuan menghadirkan kembali negara untuk melindungi bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Dengan semakin banyaknya kehadiran polisi berseragam di tengah masyarakat menimbulkan efek psikologis berupa rasa aman.

Hal ini merupakan perwujudan tugas negara dalam melindungi rakyatnya dari ancaman kriminalitas. "Saya paham bagaimana kerja keras polisi, berangkat pagi dan pulang pagi lagi. Saya telah melihat data kinerja kepolisian terkini, dan saya akan mengupayakan kenaikan tunjangan kinerja polisi sebagai bentuk apresiasi," lanjut Yuddy berjanji.
Terkait poin keempat Nawacita, Yuddy menyebut Kepolisian telah berhasil menunjukkan perubahan yang baik dalam penegakkan hukum yang bermartabat, terpercaya, dan bebas dari korupsi. Perubahan baik tersebut utamanya mengenai kehadiran polisi yang membuat rakyat merasa jauh lebih aman dalam berkehidupan sosial.

"Saya sempat melihat beberapa data survey publik terbaru yang menunjukkan kenaikan tingkat apresiasi positif dari masyarakat," jelas Yuddy seraya menyebut terwujudnya citra positif tersebut tidak lepas dari upaya pendekatan sipil yang dilakukan Polri kepada masyarakat. (hfu/HUMAS MENPANRB)

Read more…

Pemerintah Luncurkan Langkah-Langkah Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2012

Corruption Perception Index (CPI) Indonesia naik dari 2,8 (2010) menjadi 3,0 pada 2011
Istana Wakil Presiden. Pemerintah serius menangani korupsi secara konkret. Salah satu implementasinya adalah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Inpres ini merupakan lanjutan Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. "Setelah saya telaah, aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi 2012 isinya sangat substantif, bukan basa-basi," kata Wakil Presiden Boediono saat memimpin rapat koordinasi di Istana Wakil Presiden, 30 Desember 2011.
Dalam dua Inpres ini, Pemerintah mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Keenam strategi itu adalah: Pencegahan pada Lembaga Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindakan; Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional; dan Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0.  
Sebagai catatan, per 2010 CPI Indonesia tercatat 2,8. Sementara pada 2011 sudah naik menjadi 3,0. Di negara ASEAN, CPI Indonesia lebih baik daripada Vietnam (2,9), Filipina (2,6), Laos (2,2), Kamboja (2,1), dan Myanmar (1,5). Tapi CPI Indonesia masih di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Yang harus dicatat, Indonesia sudah mencatat kemajuan yang luar biasa dan mengalami kenaikan tertinggi dalam periode 2004 hingga 2011. Pada 2004 CPI Indonesia hanya 2,0. "Jadi dalam kurun waktu tujuh tahun ada kenaikan satu full percentage point, ini kenaikan yang sangat signifikan. Dibandingkan dengan China, misalnya, pada periode yang sama CPI-nya hanya naik 0,2," tutur Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.
Seperti kita ketahui, fokus aksi Inpres 9/2011 tertuju pada pencegahan korupsi (90%), terutama pada lembaga penegakan hukum. Wujud keluaran Inpres 9/2011 adalah terbitnya berbagai ketentuan dan regulasi (48%) yang dampaknya baru terasa saat diimplementasikan pada 2012 mendatang. Inpres 9 tahun 2011 yang terdiri dari 11 program, 102 rencana aksi, dan 142 subrencana aksi itu dilaksanakan oleh 16 kementerian dan lembaga yang di dalamnya terdapat 3 kementerian dan lembaga utama, yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan-nya. Implementasi rencana aksi diawasi UKP4 secara triwulanan melalui tiga check point, yakni Juli, September, dan Desember 2011.
Sedangkan Inpres 17 tahun 2011 yang mengatur rencana aksi untuk 2012 terdiri atas 13 fokus, dan 106 rencana aksi. Untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya, selain UKP4, Inpres ini mengamanatkan pula partisipasi publik yang lebih besar. Sebagai tambahan, rencana aksi 2012 juga memasukkan upaya baru, yakni pendidikan dan budaya antikorupsi. "Fokusnya berupa pendidikan karakter bangsa yang berintegritas dan kampanye antikorupsi,” kata Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto. Seperti Inpres sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjadi koordinator penyusunan Inpres dengan melibatkan K/L, akademisi, praktisi, dan organisasi masyarakat sipil.
Rencana aksi 2012 juga akan menitik beratkan pada upaya pencegahan. Secara rinci, ke-106 rencana aksi itu terdiri atas 82 aksi bidang pencegahan, 6 aksi di bidang penegakan hukum, 5 aksi di bidang penyusunan peraturan perundang-undangan, 7 aksi di bidang kerjasama internasional dan penyelamatan aset, 4 aksi di bidang pendidikan dan penyebaran budaya anti korupsi, serta 2 aksi di bidang pelaporan.
Satu catatan penting, Inpres ini juga memerintahkan seluruh lembaga pemerintah dari pusat sampai daerah, dalam melaksanakan instruksi ini, harus bekerjasama dan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung.
Evaluasi Inpres 9/2011 hingga September 2011
Saat ini pelaporan tahap akhir pelaksanaan Inpres 9/2011 masih berjalan. Sejauh ini, disiplin 16 K/L dalam melaporkan pelaksanaan rencana aksi per September 2011 sangat tinggi (100%), dan 74% subrencana aksi Inpres 9/2011 tercapai dengan status memuaskan. Namun, meski 74% target per September 2011 tercapai, jika dibandingkan juli 2011 (±90% tercapai), persentase itu menurun karena adanya pergeseran jenis capaian. Pada Juli 2011, program masih bersifat persiapan sehingga lebih mudah tercapai. Sedangkan pada September 2011, program sudah berupa pelaksanaan kegiatan dan menemui sejumlah kendala. "Yang terbanyak berupa keterlambatan proses pelaksanaan program di K/L karena hambatan internal, implementasi program yang kurang/tidak sesuai dengan amanat Inpres namun dianggap cukup oleh K/L itu sendiri, serta lemahnya koordinasi dengan instansi lain,” tandas Kuntoro.
Sejumlah capaian yang cukup signifikan tertoreh pada september 2011. Capaian itu antara lain menyangkut akuntabilitas, misalnya ada perbaikan sistem penanganan perkara di lembaga penegak hukum serta penanganan pengaduan masyarakat dan perlindungan whistleblower pada instansi pemerintah. Terkait keterbukaan informasi, ada perbaikan pada pelaksanaan keterbukaan informasi publik di lembaga penegak hukum serta Kemenkumham. Di bidang perbaikan mutu sumberdaya manusia, ada pembaruan pengaturan rekrutmen, penyusunan basis-data kepegawaian, serta tes integritas pada petugas Lapas/Rutan sebagai dasar pembinaan. Pada peningkatan koordinasi, capaian terpentingnya adalah pernyataan awal dari enam instansi penegak hukum untuk memberikan perlindungan pada whistleblower dan justice collaborator. Keenamnya adalah Kejaksaan, Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung, Kemenkumham, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Yang tak kalah pentingnya, saat ini juga tengah berlangsung harmonisasi dan pembahasan tahap akhir sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan masuk ke proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berbagai RUU itu antara lain RUU Tindak Pidana Korupsi, RUU Perampasan Aset, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adapun menyangkut pengembalian aset dan kerjasama internasional, Tim Terpadu di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terus melanjutkan pekerjaan Tim Pemburu Aset dan Koruptor, selain terlaksana pula penandatanganan sejumlah perjanjian mutual legal assistance (MLA Treaty) baru, seperti MLA RI-India.
Wapres Boediono meminta seluruh Kementerian dan Lembaga melaksanakan langkah-langkah penanganan korupsi untuk 2012 secara lebih baik lagi. "Saya optimistis, karena untuk 2011 lalu, Inpresnya baru terbit pada Mei 2011. Menimbang hal ini, saya kira pencapaian 2011 sudah baik. Tapi, untuk 2012, kita sudah menerima instruksi pada akhir 2011, jadi pelaksanaan untuk 2012 harus jauh lebih baik," kata Wapres.


Read more…

Produk Hukum Pemberantasan KKN

Halaman ini menampilkan produk hukum yang berhubungan dengan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sengaja kami akses dari sumber aslinya http://infokorupsi.com/ terdiri dari :


2.      Ketetapan MPR.
3.      Undang-Undang.
6.      Instruksi Presiden.
7.      Keputusan Presiden
8.      Peraturan Menteri

Semoga semua pihak dapat membacanya sebagai landasan hukum apabila mendapatkan indikasi KKN di tengah masyarakat.
Read more…

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Read more…

Undang-undang Dasar 1945

Read more…

Ketetapan MPR

Read more…

Undang-Undang Sekitar Tindak Korupsi



  1. UU No. 3 Tahun 1971 Tanggal 29 Maret 1971 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  2. UU RI No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.
  3. UU No. 14 Tahun 1985 Tanggal 30 Desember 1985 tentang Mahkamah Agung.
  4. UU RI No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
  5. UU RI No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  6. UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
  7. UU RI No. 31 Republik Indonesia tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  8. UU RI No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasa Kehakiman.
  9. UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  10. UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003.
  11. UU RI No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  12. UU RI No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  13. UU RI No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
  14. UU RI No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
  15. UU RI No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
  16. UU RI No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
  17. UU RI No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
  18. UU RI No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
  19. UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
  20. Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
  21. UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
  22. Penjelasan UU RI No. Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
  23. UU RI No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana.
  24. UU RI No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003.
  25. UU RI No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Read more…

Peraturan Pemerintah

Read more…

Instruksi Presiden

Read more…

Keputusan Presiden

Read more…

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Read more…

Putusan Mahkamah Konstitusi

Read more…

Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Partisipasi Masyarakat

Read more…

SE Intensifikasi Percepatan Pemberantasan KKN

Read more…

Konvensi Internasional

Read more…

Undang-Undang Komisi Yudisial Republik Indonesia :


 Undang-Undang dibawah diakses dari Komisi Yudisial Republik Indonesia :

  1. Undang-Undang RI No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial(versi indonesia)
  2. Undang-Undang RI No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial(versi inggris)
  3. UU No 1 Thn 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan jalan pengadilan Mahkamah Agung
  4. UU No 14 Tahun 1970 Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
  5. UU No 14 Tahun 1985 Mahkamah Agung
  6. UU No 14 Tahun 2002 PJS Pengadilan Pajak
  7. UU No 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi
  8. UU No 28 Tahun 1999 Bebas dari KKN
  9. UU No 3 Tahun 1997 Pengadilan Anak
  10. UU No 4 Tahun 2004 kekuasaan kehakiman
  11. UU No 4 Tahun 2004 Penjelasan kekuasaan kehakiman
  12. UU No 5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara
  13. UU No 18 Tahun 2003 Advokat
  14. UU No 22 Tahun 2002 GRASI
  15. UU No 7 Tahun 1989 Peradilan Agama
  16. UU No 5 Tahun 2004 perubahan atas undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  17. UU No 9 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  18. UU Darurat No 11 Tahun 1954 Amnesti dan Abolisi
  19. UU No 15 Tahun 2002 Tindak Pidana Pencucian Uang
  20. UU No 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-undang nomor tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  21. UU No 22 Tahun 1952 Peraturan Untuk Menghadapi Kemungkinan
  22. UU No 23 Tahun 1956 Pengadilan dan Acara Pidana Khusus Untuk Anggota Konstituante
  23. UU No 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak
  24. UU No 23 Tahun 2002 Penjelasan Perlindungan Anak
  25. UU No 25 Tahun 2003 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
  26. UU No 27 Tahun 1999 Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara 
  27. UU No 26 Tahun 2000 Pengadilan HAM
  28. UU No 3 Tahun 1950 Permohonan Grasi
  29. UU No 3 Tahun 1971 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  30. UU No 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi
  31. UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK
  32. UU No 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  33. UU No 39 Tahun 1999 HAM
  34. UU No 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana
  35. UU No 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup
  36. UU No 30 Tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif
  37. UU No 7 Tahun 1970 Penghapusan Pengadilan Landreform
  38. UU no 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
  39. UU No 31 Tahun 1999 Pemberantasan Korupsi

Sumber : http://komisiyudisial.go.id/

Read more…