|
(Antara/setkab.go.id) |
Branatas KKN, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak seperti mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam hal menangani kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dihukum mati pemerintah Arab Saudi. Jokowi diminta belajar dari SBY dalam mencegah hukuman mati terhadap pahlawan devisa yang terjerat kasus hukum.
“Pemerintahan Jokowi kalah dari Pemerintahan SBY. SBY luar biasa cepat dan produktif serta tanggap dalam merespon ketika TKI akan dihukum mati. Sedangkan, Jokowi kurang merespon dalam menyikapi soal eksekusi mati TKI, tertetunya Presiden perlu banyak belajar,” ujar Pakar Hukum dan Tata Negara Margarito Kamis dikonfirmasi Okezone, Sabtu (18/4/2015).
Diketahui, secara berturut-turut dalam waktu dua hari saja, dua tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia dihukum mati oleh pemerintah Arab Saudi.
Siti Zaenab asal Bangkalan, Jawa Timur, dieksekusi mati pada Selasa 14 April 2015. Belum hilang duka tersebut, Karni binti Medi Tarsim asal Brebes, Jawa Tengah, kembali dieksekusi mati pada Kamis 16 April 2015. Eksekusi mati itu tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.
“Harus diakui pemerintahan Jokowi terlambat melakukan lobi dan fungsi diplomasi Kementerian Luar Negeri tidak bisa diandalkan, sehingga kedua TKI dieksekusi mati,” kata Margarito.
Margarito menjelaskan, pemerintah saat ini perlu melakukan upaya semaksimal dan mempunyai taktik baru dalam diplomasi terhadap pemerintah Arab Saudi agar eksekusi mati terhadap TKI tidak lagi terjadi di kemudian hari.
“Karena itu, pemerintah dalam hal ini Kemlu perlu melakukan perubahan dalam melakukan diplomasi,” tandasnya.
Eksekusi mati terhadap Zaenab dan Karni merupakan pukulan berat bagi rakyat Indonesia, khususnya para TKI. Namun, Margarito meminta pemerintah tidak perlu mengusir Duta Besar Arab Saudi dari Indonesia.
“Dubes Arab Saudi tidak perlu diusir karena banyak warga negara kita yang bekerja di Arab. Kalau diusir bagaimana dengan nasib warga negara kita yang bekerja di sana. Yang dilaksanakan pemerintah dan Presiden adalah meletakan garis dan pondasi dalam masalah ini,” ujar Margarito. (http://news.okezone.com)