Bertrand DeSpeville, Tokoh Anti Korupsi Dunia

Bertrand DeSpeville
Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lepas dari peran seorang tokoh bernama Bertrand DeSpeville yang merupakan  ahli antikorupsi paling terkemuka di dunia. Pada  2001, DeSpeville diminta bantuan oleh Pemerintah Indonesia dengan bantuan the Asian Development Bank (ADB) untuk melakukan kajian tentang pembentukan KPK.

Setidaknya, kajian  tersebut menghasilkan lima laporan final yang mencakup Manual of Operations – General, yang berisi tentang kelembagaan; Manual of Operations – Investigation,  Manual of Operations – Preventions, Manual of Operations – Education and Public Relations,  dan Manual of Operations – Prosecutions.

Hasil kajian tersebut kemudian  menjadi acuan Tim Persiapan Pembentukan KPK di bawah Departemen Kehakiman waktu itu yang berujung pada terbitnya UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penunjukan  DeSpeville tak lepas dari peran dan kariernya sebagai orang yang aktif pada berbagai kegiatan antikorupsi. Kariernya dimulai sebagai seorang pengacara yang memiliki pengalaman di sektor swasta dan publik di London dan Hong Kong dan menjadi jaksa di Hong Kong sebelum pindah fokus kepada isu korupsi dan good governance.

Karena karier tersebut, pria yang lahir di Inggris pada 16 Juni 1941 ini menjabat sebagai komisioner pada lembaga antikorupsi Hong Kong, Independent Commission Against Corruption (ICAC), pada 1993-1996.

Kemudian, setelah tidak menjabat lagi sebagai komisioner ICAC, sejak 1996 DeSpeville memfokuskan diri untuk berkontribusi kepada berbagai organisasi pemerintah dan organisasi internasional terkait dengan kebijakan dan  penanganan praktik korupsi, misalnya di Uganda, Rusia, Pakistan, Lebanon,  Meksiko, Mongolia, dan berbagai negara lainnya. Tak hanya itu, dari  1997 sampai dengan 2003, DeSpeville menjadi penasihat antikorupsi di Dewan Uni Eropa. 

Pada 1996, pria yang mempublikasikan berbagai buku tentang korupsi ini mendirikan Lembaga Konsultan de Speville &Associates yang berfokus pada bidang antikorupsi. Lembaga ini mengkhususkan diri dalam memerangi korupsi pada sektor publik dan swasta, sistem good governance, strategi dan kebijakan pencegahan antikorupsi, persepsi publik dan survei sikap terhadap korupsi, kode etik dan pedoman perilaku perusahaan, pencegahan korupsi sistemik dan pendidikan antikorupsi, serta pendanaan politik. Hingga kini lembaga ini telah menjadi konsultan untuk 48 negara di dunia.

DeSpeville akan berkunjung ke Indonesia pada 2-5 Juli 2012. Salah satu agenda kunjungannya,  pria ini akan bertandang ke kantor kantor KPK untuk menjadi pembicara  pada workshop intensif antikorupsi.

Pada workshop yang diselenggarakan dalam rangka memperkaya praktik internasional terbaik dalam pemberantasan korupsi ini, DeSpeville akan memberikan gambaran tentang visi dan standar internasional terbaik dalam pemberantasan korupsi. Selain KPK, kegiatan ini juga akan melibatkan anggota DPR, kepolisian, lembaga negara, dan media massa .
(Humas KPK)

Read more…

Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi

Abraham Samad
Nama Lengkap : Abraham Samad
Tempat Lahir : Makassar, Sulawesi Selatan
Tanggal Lahir : Minggu, 27 November 1966
Zodiac : Sagittarius
Warga Negara : Indonesia
Alma mater : Universitas Hasanuddin
Profesi : Advokat (Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2011-2015)
Istri : Indirani Kartika
Anak : Nasya & Rantisi
Agama : Islam
Hobi : Lari & Tinju

Abraham Samad yang merupakan seorang advokat dan saat ini menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015. Dia adalah ketua KPK termuda. Saat berada di bangku SMP, Sikapnya kritisnya sudah tumbuh. Karena sikap tersebutlah yang memberikannya sifat yang sangat tidak senang terhadap proses ketidakadilan yang ia jumpai.

Abraham kemudian semakin menemukan tempat dimana ia mampu mengaktualisasikan diri saat ia memasuki dunia kampus. Saat itu ia mengambil studinya di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada tahun 1992. Saat ia menyelesaikan studinya, Abraham sedikit goyah dalam menentukan karir profesi yang akan digeluti nantinya. Disatu sisi, Abraham memiliki keinginan untuk menekuni profesi advokat, tapi di sisi lain, ibunya sangat menginginkan Abraham menjadi seorang Birokrat.

Abraham terlebih dahulu mengawali karirnya sebagai advokat melalui magan. Saat pertama kali memasuki dunia penegakan hukum di Indonesia ia semakin memahami jika sistem hukum Indonesia belumlah berjalan sebagaimana mestinya. 

Di kota Makassar, ia dikenal sebagai aktivis antikorupsi. Abraham merupakan penggagas sekaligus sebagai Koordinator Anti Corruption Committee (ACC) di Sulawesi Selatan. Beberapa kasus korupsi telah Dia bongkar seperti kasus yang melibatkan walikota Makassar. Yang mengakibatkan rumah dan usaha istrinya pernah dirusak sekelompok orang. Lewat LSM ini, Abraham berkeinginan terciptanya sistem pemerintahan yang baik dan jujur. Abraham sempat menjadi Tim Penasehat Hukum Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Sulawesi.

Abraham meninggalkan profesinya sebagai advokat di Sulawesi ketika mendaftar seleksi calon pimpinan KPK. Pada saat uji kepatutan dan kelayakan, Abraham merupakan satu-satunya calon yang berani berkata akan mundur tanpa didesak apabila dalam kurung waktu satu tahun kepemimpinannya tidak memberikan hasil.

Riwayat Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nasional, Makassar, 1980
Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Cendrawasih, Makassar, 1983
S-1, S-2 dan S-3 di Universitas Hasanuddin, Makassar

Karir
Advokat
Konsultan hukum  Willi Soenarto Associete, Surabaya
Aktivis antikorupsi
Penggagas dan Koordinator Ketua Anti-Corruption Committe (ACC) Sulsel
2010-2015 : Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi

Kontroversi
Pada 17 Februari 2015, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen. Kasus pemalsuan dokumen berupa KTP, Paspor dan Kartu Keluarga tersebut mulai mencuat pada 29 Januari 2015 setelah Feriyani Lim dilapor oleh lelaki bernama Chairil Chaidar Said di Bareskrim Mabes Polri.
Walaupun demikian, publik menganggap kasus ini hanya pembalasan dendam dari Polri yang tidak menghambat Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Abraham Samad diberhentikan sementara oleh Presiden Jokowi dari posisi Ketua KPK. Selain dirinya, turut diberhentikan pula Bambang Widjojanto.

Posisi dirinya digantikan sementara oleh Taufiequrachman Ruki, mantan Ketua KPK pertama. Selain Taufieq, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi turut ditunjuk Presiden Jokowi menjadi pimpinan sementara KPK. (san)


Read more…

Munir, Sang Pahlawan yang Hilang

Mantan Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) ini pantas dijuluki sebagai pahlawan orang hilang. Dia seorang pejuang HAM sejati yang gigih dan berani. Keberaniannya jauh melampaui sosok pisiknya yang kerempeng. Namun, sayang, Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial kelahiran Malang 8 Desember 1965 ini, wafat dalam usia relatif muda, 39 tahun, dalam penerbangan menuju Amsterdam, 7 September 2004.

Pada 6 September 2004, isterinya Suciwati dan anaknya Soultan Alif Allend melepas Munir menuju Amsterdam (Belanda) untuk melanjutkan studi program master (S2) di Universitas Utrecht, Belanda. Alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini, sekitar pukul 21.55 WIB, naik Garuda Indonesia GA-974 menuju Singapura untuk kemudian transit terbang ke Amsterdam. Tiba di Singapura pukul 00.40 waktu Singapura, kemudian pukul pukul 01.50 waktu Singapura take off menuju Amsterdam.

Menurut sumber Tokoh Indonesia di PT Garuda Indonesia, tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, supervisor awak kabin bernama Najib melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta Najib terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pejuang hak asasi manusia (HAM) itu, pergi untuk selama-lamanya. Bangsa ini kehilangan seorang tokoh muda yang dikenal gigih membela kebenaran sejak Pak Harto masih berkuasa. Kematian pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), itu pun segera mendapat perhatian amat luas di Indonesia. Banyak SMS dan telepon ke berbagai media menanyakan kebenaran berita duka itu.

Sejumlah orang terkejut dan bersedih. Mereka berdatangan ke rumah almarhum yang tampak sederhana di Jalan Cendana XII No.12 Jakasampurna Permai, Bekasi Barat. Di antaranya, para aktivis LSM, Munarman (YLBHI), dan Smita Notosusanto (Cetro) serta para keluarga korban pelanggaran HAM Semanggi I-II, Trisakti, Mei 98, dan Tanjung Priok.

Pejuang HAM yang sempat bekerja di sebuah perusahaan persewaan soud system dan menjual alat-alat elktronik, itu sejak mahasiswa terkenal keras hati. Sebelum menyelesaikan studinya di FH Universitas Brawidjaja (1990) sudah aktif sebagai sukarelawan LBH Surabaya (1989). Kemudian menjadi anggota LBH dan menjabat Ketua LBH Surabaya Pos Malang (1991). Lalu menjabat Koordinator Divisi Pembunuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993) dan Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995.

Sebelum hijrah ke Jakarta menjabat Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996), dia lebih dulu menjabat Direktur LBH Semarang (1996). Kemudian di YLBHI dia menjabat Wakil Ketua Bidang Operasional (1997) dan Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998). Sampai kemudian dia mendirikan dan menjabat Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) (16 April 1998-2001) dan Ketua Dewan Pengurus Kontras (2001).

Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Pak Harto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.

Dia pun memperoleh The Right Livelihood Award di Swedia (2000) sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai Nobel alternatif. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The Year versi majalah Ummat (1998). Ia mendapat hadiah uang dari Yayasan The Right Livelihood Award sebesar Rp 500 juta. Separoh dari hadiah itu diberikan ke Kontras dan sebagian lagi dikirim kepada ibunya di Malang untuk renovasi rumah.

Sementara, kendati namanya sudah mendunia, Munir tetap hidup bersahaja. Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial (2004), ini tinggal di rumah sederhana dan ke mana-mana naik sepeda motor. Sekali waktu motornya pernah dicuri. Padahal ia pun sering mendapat ancaman. Saat membongkar kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah, ia pun diancam akan dijadikan sosis oleh orang yang mengaku aparat keamanan. Begitu pula ketika dia membongkar kasus penculikan aktivis mahasiswa pada akhir kekuasaan Soeharto. Bahkan rumah ibunya pun (Ny Jamilah, 78) pernah diancam bom. Dia juga pernah diisukan anak Gerwani oleh sebuah majalah. Majalah itu kemudian minta maaf.

Munir merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Di kalangan keluarga, teman dekat dan tetangganya, dia dikenal sebagai orang yang memiliki kepedulian sosial. “Sejak mengenyam pendidikan di SD Muhammadiyah di kota kelahirannya dia terlihat suka menolong orang lain,” ungkap Ali Ahmad, salah seorang keluarga almarhum kepada Jawa Pos.

Minur meninggal seorang istri, Suciwati, dan dua orang anak, Sultan Alif Allende (5) dan Diva (2). Menurut penuturan isterinya, tak ada satu pun firasat yang dirasakan sebelum kepergian Munir yang begitu mendadak ini. Pertemuan mereka terakhir terjadi Senin malam 6 September 2004, tatkala mereka melepas Munir terbang ke Belanda dengan pesawat Garuda.

Mereka tiba di bandara sekitar satu setengah jam sebelum pesawat take off. Di bandara, teman-teman Munir dari Imparsial sudah ada yang ikut menunggu. Saat itu, Munir memang tampak berat berpisah dengan keluarganya. Meski, rencananya, isteri dan anaknya akan menyusul beberapa bulan kemudian. Isterinya sangat terkejut, ketika Usman Hamid (koordinator Kontras) memberitahukan meninggalnya Munir.

Belum diketahui pasti apa penyakit yang menyebabkan kematian Munir. Dalam general check up yang dilakukan sebelum Munir berangkat ke Belanda, sebagai salah satu prasyarat yang harus disertakan, kondisi kesehatannya dinyatakan baik-baik saja. Menurut Suciwati, setahun lalu, Munir memang sempat di rawat di RS Saint Carolus. “Saat itu, dokter berpesan supaya suami saya itu tidak terlalu lelah. Kalau bisa, dalam sebulan, istilahnya liburnya seminggu,” kata Suciwati.

Memang semakin mendekati hari keberangkatannya ke Belanda, Munir terlihat sibuk ke sana-kemari untuk menghadiri dengan berbagai acara dan persiapan. Misalnya, pada Selasa ada pesta perpisahan yang dilakukan Kontras. Lalu, pada Jumatnya, 3 September 2004, Munir menghadiri acara makan siang bersama di Kantor Imparsial di Jalan Diponegoro, Jakarta. Sore harinya masih ada acara "perpisahan" yang diadakan Propatria di Hotel Santika, Jakarta. Tapi, kondisi Munir saat itu tampak baik-baik.

Dalam acara itu Munir banyak menyampaikan harapan bahwa dia akan mengambil program doktor sekaligus, meskipun beasiswa yang diperolehnya hanya untuk program master di Universitas Utrecht. tsl

Read more…

Baharuddin Lopa: Teladan Jaksa Pendekar Hukum

Dalam menegakkan hukum dan keadilan, Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya.

Ketika menjabat Jaksa Tinggi Makassar, ia memburu seorang koruptor kakap, akibatnya ia masuk kotak, hanya menjadi penasihat menteri. Ia pernah memburu kasus mantan Presiden Soeharto dengan mendatangi teman-temannya di Kejaksaan Agung, di saat ia menjabat Sekretaris Jenderal Komnas HAM. Lopa menanyakan kemajuan proses perkara Pak Harto. Memang akhirnya kasus Pak Harto diajukan ke pengadilan, meskipun hakim gagal mengadilinya karena kendala kesehatan.

Lopa dan Bismar Siregar merupakan contoh yang langka dari figur yang berani melawan arus. Sayang Lopa sudah tiada dan Bismar sudah pensiun. Tetapi mereka telah meninggalkan warisan yang mulia kepada rekan-rekannya. Tentu untuk diteladani.

Baharudin Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada jantungnya.

Lopa, mantan Dubes RI untuk Saudi, dirawat di ruang khusus rumah sakit swasta di Riyadh itu sejak tanggal 30 Juni. Menurut Atase Penerangan Kedubes Indonesia untuk Arab Saudi, Joko Santoso, Lopa terlalu lelah, karena sejak tiba di Riyadh tidak cukup istirahat.

Lopa tiba di Riyadh, 26 Juni untuk serah terima jabatan dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Kemas Fachruddin SH, 27 Juni. Kemas menjabat Kuasa Usaha Sementara Kedubes RI untuk Saudi yang berkedudukan di Riyadh. Lopa sempat menyampaikan sambutan perpisahan.

Tanggal 28 Juni, Lopa dan istri serta sejumlah pejabat Kedubes melaksanakan ibadah umrah dari Riyadh ke Mekkah lewat jalan darat selama delapan jam.

Lopa dan rombongan melaksanakan ibadah umrah malam hari, setelah shalat Isya. Tanggal 29 Juni melaksanakan shalat subuh di Masjidil Haram. Malamnya, Lopa dan rombongan kembali ke Riyadh, juga jalan darat.

Ternyata ketahanan tubuh Lopa terganggu setelah melaksanakan kegiatan fisik tanpa henti tersebut. Tanggal 30 Juni pagi, Lopa mual-mual, siang harinya (pukul 13.00 waktu setempat) dilarikan ke RS Al-Hamadi.

Presiden KH Abdurahman Wahid, sebelum mengangkat Jaksa Agung definitif, menunjuk Soeparman sebagai pelaksana tugas-tugas Lopa ketika sedang menjalani perawatan. Penunjukan Soeparman didasarkan atas rekomendasi yang disampaikan Lopa kepada Presiden. Padahal Lopa sedang giat-giatnya mengusut berbagai kasus korupsi.

Sejak menjabat Jaksa Agung, Lopa memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat ?hitam? tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari Wahid, alias Gus Dur.

Lopa juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak mundur. Lopa bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung.

Sejak menjabat Jaksa Agung, 6 Juni 2001, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa bekerja keras untuk memberantas korupsi. Ia bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali serta staf lainnya, bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari.
Penghormatan terakhir
Jenazah Lopa disemayamkan di Kejaksaan Agung untuk menerima penghormatan terakhir. Soeparman yang mengenal Lopa sejak lama, menilai seniornya sebagai seorang yang konsisten dalam penegakan hukum, sangat antikorupsi, sederhana, dan selalu berusaha agar orang-orang yang berada di sekitarnya bersih.
Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5 bulan, Lopa berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi. Karena itu jajaran kejaksaan merasa sangat kehilangan.
Ajudan Lopa, Enang Supriyadi Samsi kaget ketika mendengar kabar kepergian Lopa, karena ia tahu Lopa jarang sakit, apalagi sakit jantung. Kalaupun dirawat di rumah sakit lantaran kelelahan, soalnya ia pekerja keras.
Kalimat kunci dari Lopa yang tidak pernah dilupakan Enang, ?kendatipun kapal akan karam, tegakkan hukum dan keadilan.?
Soeparman dipanggil Presiden Gus Dur ke Istana Negara, Senin, menunjuknya sebagai pelaksana tugas Jaksa Agung. Tidak ada arahan khusus dari Presiden. ?Laksanakan tugas, lanjutkan apa yang sudah dan akan dilakukan Pak Lopa?. Hanya itu pesan Gus Dur. Soeparman adalah Doktor Ilmu Hukum Pidana Perpajakan, UI.
Saat itu Lopa masih dirawat, belum meninggal dunia. Dengan demikian Keppres penunjukan Soeparman mengundang tanda tanya publik. Memang Wakil Jaksa Agung otomatis mengambil alih tugas-tugas atasannya bilamana yang bersangkutan berhalangan.
Keppres serupa pernah dikeluarkan Pak Harto ketika mengangkat Singgih sebagai pelaksana tugas-tugas Jaksa Agung Sukarton yang meninggal dunia.

Warisan Lopa
Kepergian Lopa sangat mengejutkan, meninggal ketika ia menjadi tumpuan harapan rakyat yang menuntut dan mendambakan keadilan. Sejak menjabat Jaksa Agung (hanya 1,5 bulan), Lopa mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan.

Ketika menjabat Menteri Kehakiman dan HAM, ia menjebloskan raja hutan Bob Hasan ke Nusakambangan. Ktegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap.

Menurut Andi Hamzah, sebelum bertolak ke Arab Saudi, Lopa masih meninggalkan beberapa tugas berat. Kepergian Lopa untuk selamanya, memang membawa dampak serius bagi kelanjutan penanganan kasus-kasus korupsi.

Banyak perkara yang sedang digarap tidak jelas lagi ujung pangkalnya. Banyak masih dalam tahap pengumpulan bukti, sudah ada yang selesai surat dakwaan atau sudah siap dikirim ke pengadilan. Banyak perkara yang tertahan di lapis kedua dan ketiga.
Akbar sendiri, meski termasuk tokoh politik yang diburu Lopa, mendukung langkah penegakan hukum yang diprakarsai Lopa. ?Kita merasa kehilangan atasas kepergian Lopa.?
Pengacara yang membela banyak kasus korupsi, Mohammad Assegaf, menyayangkan Lopa melangkah pada waktu yang salah.
He?s the right man in the wrong time. Karena itu ia kehilangan peluang untuk melakukan pembenahan.
Pengamat hukum JE Sahetapy menginginkan kelanjutan pengungkapan kasus-kasus korupsi, meski Lopa sudah tiada. Kata Sahetapy, the show must go on.

Lopa sendiri sudah punya firasat, tugasnya selaku Jaksa Agung takkan lama. Banyak orang mengaitkannya dengan masa jabatan Gus Dur yang singkat. Tetapi masa bhakti Lopa jauh lebih singkat. Ia sudah merasa bahwa langkah yang dimulainya akan memberatkan penerusnya.

Anak Dusun
Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Dusun Pambusuang, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Ibunda pria perokok berat ini bernama Samarinah. Di rumah yang sama juga lahir seorang bekas menteri, Basri Hasanuddin. Lopa dan Basri punya hubungan darah sepupu satu.

Keluarga dekatnya, H. Islam Andada, menggambarkan Lopa sebagai pendekar yang berani menanggung risiko, sekali melangkah pantang mundur. Ia akan mewujudkan apa yang sudah diucapkannya. Memang ada kecemasan dari pihak keluarga atas keselamatan jiwa Lopa begitu ia duduk di kursi Jaksa Agung. Ia patuh pada hukum, bukan pada politik.

Lopa menerima anugerah Government Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugeragan penghargaan itu ditandai dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27 Agustus.

Lopa terpilih sebagai tokoh anti korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun. Almarhum Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih, jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup.
Menurut Ketua Gowa Farid Faqih, korupsi di Indonesia telah menyebabkan kebodohan dan kemiskinan bagi seluruh rakyat, tidak mungkin diatasi jika pihaknya, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, militer, dan pimpinan parpol tetap melakukan korupsi. Karena itu perlu dimulai hidup baru melalui gerakan moral dan kebudayaan untuk memberantas korupsi.

Istri Lopa, Indrawulan, telah memberi contoh kesederhanaan istri seorang pejabat. Watak keras dan tegas suaminya tidak dibuat-buat. Karena itu, ia berusaha sedapat mengikuti irama kehidupan suaminya, mendukungnya dan mendoakan bagi ketegaran Lopa.

Lopa telah tiada. Memang rakyat meratapi kepergiannya. Tetapi kepergian Lopa merupakan blessing in disguise bagi para koruptor dan penguasa yang enggan menindak kejahatan korupsi.

***

Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan.

Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.

Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar.

Keberhasilannya itu membuat pola yang diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan keberaniannya, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi. Bagi Lopa tak seorang pun yang kebal hukum.

Lopa menjadi heran ketika Majelis Hakim yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Unhas itu mengusut latar belakang vonis bebas Tony. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.

Sebelum persoalan itu tuntas, Januari 1986, Lopa dimtasi menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. J. Serang juga dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. tsl-sh, dari berbagai sumber

dari:  TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Read more…

Ismail Saleh: Sang Pendekar Hukum

Mantan Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung, Ismail Saleh, meninggal dunia pada usia 82 tahun Selasa 21 Oktober 2008 pukul 22.30, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Tokoh yang akrab dipanggil Mas Is, kelahiran Pati, Jawa Tengah, 7 September 1926, itu dirawat di rumah sakit itu sejak Juni 2008 karena menderita tumor otak.

Tria Sasangka Putra (Dudit), putera kandungnya mengatakan, penyakit tumor otak yang diderita Ismail Saleh sebenarnya sudah dinyatakan sembuh oleh dokter pada tahun 2004. Namun, penyakit itu kembali kambuh pada Juni 2008.

Ismail Saleh meninggalkan istri, Elly Djoharia, dan tiga anak, yaitu Ekanti Sulistiowati, Dwirina Astuti Setianingsih, dan Tria Sasangka Putra. Ia meninggalkan tujuh cucu. Jenazah disemayamkan di rumah duka di Jalan Musholla 1, Kemang Selatan, Jakarta.

Ismail Saleh dimakamkan di pemakaman keluarga di Kompleks Astana Girijati, Gunung Jati, Cirebon, dengan upacara kemiliteran. Inspektur upacara pemakaman adalah Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin dan komandan upacara Mayor (Inf) Dudung Sukaetji.

Pernah menjabat Wakil Sekretaris Kabinet, Pemimpin Lembaga Kantor Berita Nasional Antara merangkap sebagai Wakil Sekretaris Kabinet dan juga Presiden Organisasi Kantor Berita Asia, Sekretaris Kabinet, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal merangkap Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, anggota MPR, Menteri Kehakiman, dan anggota Tim Presiden tentang Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Tim P7).

Atas berbagai pengabdiannya, Ismail Saleh menerima tanda jasa, antara lain Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra Adi Pradana, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Jasa Pratama, Bintang Commandeur in de Kroon Orde dari Belgia, Bintang The Grand Cordon of The Order of The Sacred Treasure dari Kekaisaran Jepang, dan Bintang Raja Abdul Aziz tingkat III dari Arab Saudi.

***

Semasa menjabat Jaksa Agung (1981-1984), Ismail Saleh, yang akrab dipanggil Mas Is, pernah dijuluki ''Trio Punakawan/Pendekar Hukum'' bersama Ketua MA Mudjono, SH dan Menteri Kehakiman Ali Said, SH. Mantan Menteri Kehakiman (1984-1993), ini tergolong akrab dengan wartawan. Maklum, sebelumnya dia memang menjabat Direktur LKBN Antara (1976-1979), maka dia sangat paham bahwa dunia ini sepi tanpa wartawan (pers).

Setelah Pak Harto lengser, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, 7 September 1926, ini tetap menunjukkan diri sebagai seorang mantan menteri pada masa pemerintahan Orde Baru. Dia tidak bersembunyi atau malah ikut-ikutan menghujat mantan penguasa Orde baru itu, seperti dilakoni beberapa pejabat Orde Baru lainnya.

Bahkan Islamil Saleh tampil reaktif pada setiap pernyataan yang menghujat Pak Harto, dengan cara menulis di beberapa koran dan majalah. Salah satu tulisannya di Harian Kompas 14/6/2003, bertajuk: Penegakan Hukum atau Komoditas Politik?
Dalam artikel itu, Ismail Saleh mengutarakan dalam perkara HM Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia yang sudah berjalan lima tahun lamanya, ternyata bukan kebenaran obyektif yang ditegakkan, melainkan berubah menjadi pembenaran subyektif untuk membenarkan tindakan hukum yang diambil. Tindakan hukum yang mestinya ditopang dengan pertimbangan yang masuk akal terkesan menjadi tindakan yang akal-akalan saja. Kalau akal sudah mulai ditinggalkan, apalagi nuraninya.

Perkara HM Soeharto sempat dihentikan penyidikannya berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor Prin 081/JA/10/1999 tanggal 11 Oktober 1999. Alasan penghentian penyidikan adalah karena unsur "melawan hukum, merugikan keuangan negara dan perekonomian negara dan menyalahgunakan wewenang, kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan", memang tidak terdapat cukup bukti dan tidak dapat dibuktikan. Penyidikan terhadap HM Soeharto adalah dalam kedudukannya sebagai ketua yayasan.

Namun, dua bulan kemudian, yakni pada tanggal 6 Desember 1999, Jaksa Agung mengeluarkan pernyataan dan Surat Perintah Penyidikan lagi yang isinya antara lain sebagai berikut: "SP3 11 Oktober 1999 adalah semata-mata hanya penyidikan terhadap Yayasan (Dharmais, Supersemar, dan Dakab).

Ditemukan hal-hal baru untuk membuka kembali penyidikan karena HM Soeharto selaku Presiden yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan berupa PP dan Keppres, diduga telah menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan tersebut sebagai sarana untuk menghimpun dana bagi yayasan-yayasan yang diketuainya dan atau untuk kepentingan/keuntungan keluarga dan kroni-kroninya yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara".

Jadi, di sini sudah berubah posisi hukum HM Soeharto, yaitu tidak lagi sebagai ketua yayasan, tetapi berganti selaku Presiden. Kalau sebagai ketua yayasan tidak terdapat cukup bukti, ya... dicari saja kesalahannya selaku Presiden. Ini akal- akalan. KITA ikuti saja mengenai posisi hukum HM Soeharto dalam kasus tersebut, apakah masuk akal atau tidak. Bertambah kusut atau tidak.

Ternyata rumusan hukumnya macam-macam, yaitu "selama menjabat Presiden" (Surat Perintah Penyidikan tanggal 28/3/2000, 5/5/2000, 23/5/2000, dan 6/6/2000), "sewaktu menjabat Presiden" (Surat Perintah Penahanan Kota 13/4/2000), tetapi dalam Surat Perintah Pengalihan Penahanan Kota menjadi Penahanan Rumah 29 Mei 2000 adalah "baik selaku Presiden maupun selaku Ketua Yayasan". Kok, bisa begitu?

Rumusan itu lebih tidak masuk akal lagi dalam Surat Perintah Penahanan di tingkat Penuntutan tanggal 3 Agustus 2000 yang dikeluarkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yaitu "selaku Ketua Yayasan diduga telah melakukan tindak pidana korupsi/menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan antara lain mengeluarkan peraturan berupa Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden." Konstruksi hukum macam apa yang mau dipakai penuntut umum untuk menduga ketua yayasan, HM Soeharto, kok dikatakan telah menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan dengan mengeluarkan PP dan keppres? Mana ada seorang ketua yayasan mempunyai kekuasaan mengeluarkan PP dan keppres?

Ini sudah kalut cara berpikirnya, tidak bisa membedakan antara HM Soeharto sebagai presiden dan ketua yayasan, apalagi main serampangan saja memosisikan HM Soeharto dengan rumusan "baik selaku Presiden maupun selaku ketua yayasan." Kalau sudah demikian keadaannya, itu bukan murni penegakan hukum lagi, tetapi sudah ada tendensi ke arah "politisasi hukum." Paradigmanya berubah dari paradigma hukum ke paradigma politik. Dimensi politiknya lebih kental ketimbang dimensi hukumnya. Mengapa demikian?

Dari awal saja sudah tampak warna politiknya dengan adanya TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang pemberantasan KKN terhadap siapa pun juga, termasuk mantan HM Soeharto. Bergulirlah tema KKN yang dipakai sebagai political issue untuk menghabisi Soeharto yang dianggap sebagai representasi Orde Baru.


Siapa Ismail Saleh
Dia yang mengaku secara pribadi tidak dekat dengan Pak Harto, itu mulai bertugas di Sekretariat Negara sebagai Sekretariat Presidium Kabinet (1967-1968). Kemudian menjabat Wakil Sekretaris Kabinet/Asisten Sekneg Urusan Administrasi Pemerintahan (1972) dan Sekretaris Kabinet (1978).

Kemudian, dia dipercaya menjabat Direktur LKBN Antara (1976-1979). Setelah itu, sempat ditugaskan sebagai Pj. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (1979-1981), sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung (1981-1984) dan Menteri Kehakiman (1984-1988.

Sebelumnya, dia mengawali karir sebagai anggota Intel Tentara Divisi III, Yogyakarta. Kemudian bertugas sebagai anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di Pati dan Wonosobo (1948-1949) sebelum bekerja di Direktorat Kehakiman AD (1952). Setelah itu dia bertugas sebagai Perwira Penasihat Hukum Resimen 16, Kediri (1957-1958) dan Jaksa Tentara di Surabaya (1959-1960). Kemudian menjabat Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah Pertempuran Indonesia Timur, Manado (1960-1962) dan Oditur Direktorat Kehakiman AD (1962). Sebelum bertugas di Setneg, dia menjabat Perwira Menengah Inspektorat Kehakiman AD (1964-1965).

Namanya semakin populer saat menjabat Jaksa Agung. Pasalnya, dia sering mengadakan kunjungan mendadak ke kantor-kantor kejaksaan. Dia berprinsip, bila mengharapkan ketertiban masyarakat, maka instansi penegak hukum harus tertib lebih dulu. Kebiasaan sidak itu, dilanjutkannya saat menjabat Menteri Kehakiman.

Berbagai penyimpangan pernah dibongkarnya. Seperti, kasus manipulasi pajak oleh sejumlah perusahaan asing, kasus Tampomas, dan penggelapan uang reboasasi di Sulawesi Tengah.
Dia seorang pejabat yang sejak kecil sudah sangat mencintai alam dan hutan. Maklum, ayahnya, seorang kepala kehutanan di daerah Jawa Tengah, sering mengajaknya berkeliling melihat-lihat tanaman di hutan.

Selain itu, setelah lulus HIS, 1941, Ismail masuk ke Sekolah Menengah Pertanian. Dia sekelas dengan Kapolri Anton Soedjarwo. Walaupun kemudian dia melanjut ke SMA, tamat 1950. Setelah itu melanjut ke Akademi Hukum Militer, dan Perguruan Tinggi Hukum Militer.e-ti/crs, dari berbagai sumber, di antaranya pdat

Sumber : TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Read more…

Kisan Bāburāv Hajārē (Anna Hazare), Aktifis Anti Korupsi India


Lahir 15 Juni 1937 (umur 74) Bhingar, Provinsi Bombay, India Britania Kewarganegaraan India
Nama panggilan Kisan Baburao Hazare Dikenal karena    Program pembangunan DAS Gerakan Hak Informasi Gerakan anti-kotupsi
Agama  Hindu
Pasangan tak menikah Orang tua Laxmibai Hazare (Ibu)  Baburao Hazare (Ayah)
Penghargaan Padma Shri  1990
Padma Bhushan  1992
Situs web : annahazare.org

Kisan Baburao Hazare  pelafalan   Kisan Bāburāv Hajārē  (lahir 15 Juni 1937), dikenal sebagai   Aṇṇā Hajārē adalah seorang aktivis sosial India yang diakui atas partisipasinya dalam gerakan anti-korupsi India 2011.

Hazare juga memberikan kontribusi untuk pengembangan dan penataan Ralegan Siddhi, sebuah desa di Parner taluka dari distrik Ahmednagar, Maharashtra, India. Dia dianugerahi Padma Bhushan, penghargaan sipil tertinggi ketiga oleh Pemerintah India pada tahun 1992 untuk usahanya dalam membangun desa ini sebagai contoh bagi orang lain.

Anna Hazare memulai mogok makan pada tanggal 5 April 2011 untuk menekan pemerintah India untuk memberlakukan sebuah UU anti-korupsi yang ketat seperti yang digambarkan dalam Jan Lokpal Bill, sebuah lembaga ombudsman dengan kekuatan untuk menangani korupsi di kantor-kantor publik. Mogok makan tersebut menyebabkan protes nasional dalam mendukung Hazare. Mogok makan berakhir pada 9 April 2011, sehari setelah pemerintah menerima tuntutan Hazare itu. Pemerintah mengeluarkan lembaran negara pemberitahuan pada pembentukan komite bersama, tersusun dari pemerintah dan perwakilan masyarakat sipil, untuk rancangan undang-undang.

Anna telah tampil sebagai orang yang paling berpengaruh di Mumbai oleh sebuah koran harian nasional. Dia telah menghadapi kritik oleh komentator politik untuk pandangan otoriter pada keadilan, termasuk kematian sebagai hukuman bagi para pejabat publik yang korup dan dukungan untuk vasektomi paksa sebagai metode keluarga berencana.

Kehidupan awal
Kisan Hazare lahir pada tanggal 15 Juni 1937 di Bhingar, sebuah desa kecil dekat kota Hinganghat, di Provinsi Bombay (sekarang Maharashtra). Ayah Kisan, Baburao Hazare, bekerja sebagai pekerja tidak terampil di Apotek Ashram Ayurveda. Kakek Kisan bekerja untuk tentara di Bhingar, ketika ia dilahirkan. Kakeknya meninggal pada 1945, namun Baburao terus tinggal di Bhingar. Pada tahun 1952, Baburao mengundurkan diri dari pekerjaannya dan kembali ke desanya sendiri, Ralegan Siddhi. Kisan memiliki enam adik-adik dan keluarga menghadapi kesulitan yang signifikan. Bibi Kisan yang tidak mempunyai anak menawarkan diri untuk merawat dia dan dan memberinya pendidikan, dan membawanya ke Mumbai. Kisan belajar sampai standar ketujuh di Mumbai dan kemudian mencari pekerjaan, karena situasi ekonomi di rumah tangganya. Dia mulai menjual bunga di Dadar untuk mendukung ekonomi keluarganya. Dia segera mulai memiliki toko sendiri dan membawa dua saudaranya ke Bombay. (dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Read more…