Kekhawatiran terkait masalah bagaimana menangani laporan
kekayaan jutaan PNS yang tidak mudah, bisa diselesaikan dengan teknologi
informasi yang saat ini sudah maju. Rully Ferdian
Jakarta–Anggota
Komisi XI DPR, Kemal Azis Stamboel meminta pemerintah untuk
menindaklanjuti laporan PPATK secara serius dan menerapkan pelaporan
harta kekayaan PNS untuk meminimalkan korupsi birokrasi.
“Harus
ada upaya serius pemerintah untuk menindaklanjuti temuan ini. Aparat
penegak hukum juga perlu dilibatkan. Kita berharap ini akan menjadi
bagian penting untuk membenahi birokrasi dan mereduksi korupsi birokrasi
secara serius. Jadi harus ada langkah-langkah nyata terkait ini”, ujar
Kemal, dalam keterangan pers-nya, di Jakarta, Minggu, 1 Januari 2012.
Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama 2011
mendapatkan laporan transaksi mencurigakan terkait korupsi terhadap 294
nasabah di bank. Dari jumlah tersebut 153 orang atau separuhnya
merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sebanyak 67 terlapor berasal
dari PNS daerah dan 86 terlapor dari PNS Pusat. Sebelumnya PPATK juga
melansir 39 PNS bergolongan IIIB dengan usia 28 tahun sampai 38 tahun
dengan kekayaan mencurigakan.
Kemal juga mendukung rencana
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang
akan mewajibkan semua PNS untuk melaporkan harta kekayaan.
“Pelaporan
harta kekayaan seluruh PNS diharapkan akan menjadi bagian upaya
pencegahan atau tindakan preventif yang penting,” tegas Kemal.
Menurutnya,
kekhawatiran terkait masalah bagaimana menangani laporan kekayaan
jutaan PNS yang tidak mudah, bisa diselesaikan dengan teknologi
informasi yang saat ini sudah maju. Untuk memudahkan akses pelaporan
bisa menggunakan sistem IT (information technology) yang baik tentunya.
“Selain itu, dapat diciptakan software untuk
membaca data itu. Jadi tidak akan terlalu sulit untuk menerapkan
kewajiban pelaporan ini”, tandas Anggota DPR dari FPKS ini.
Berdasarkan
data PPATK, sebanyak 42 kasus indikasi korupsi tersebut nominalnya di
bawah Rp1 miliar per transaksi. Sedangkan 70 kasus nominal Rp1 miliar
sampai dengan Rp2 miliar dan nominal Rp2 miliar sampai dibawah Rp3
miliar ada 33 kasus. Untuk nominal Rp3 miliar sampai di bawah Rp4 miliar
ada 13 kasus, nominal Rp4 miliar sampai dibawah Rp5 miliar ada 7 kasus
dan Rp5 miliar ke atas ada 60 kasus. (*)