“Kami
meyakini potensi temuan dalam skala lebih besar yang mencakup jabatan lebih
tinggi."
Heri
Susanto, Iwan Kurniawan, Anggi Kusumadewi
VIVAnews - Temuan mengejutkan dipaparkan Kepala Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein. Itu berupa transaksi
mencurigakan yang diduga dilakukan oleh ratusan pejabat di kantor Ditjen Pajak,
baik di daerah maupun di kantor pusat.
"Pak Yunus Husein memberitahukan ada transaksi-transaksi (mencurigakan)
seperti itu," ujar Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak,
Iqbal Alamsjah kepada VIVANews.com di Jakarta, Rabu, 19 Januari
2011.
Data-data
tersebut disampaikan Yunus di acara pembekalan ratusan pejabat Ditjen Pajak,
baik pejabat di daerah maupun pusat pada Selasa, 18 Januari 2011. Acara
dihadiri oleh seluruh kepala kantor pajak, pejabat eselon dua dan tiga, hingga
Dirjen Pajak.
Iqbal
mengatakan temuan PPATK merupakan tindak lanjut dari permintaan Kementerian
Keuangan menyusul merebaknya kasus Gayus Tambunan, tahun lalu. Saat itu,
Kementerian Keuangan meminta PPATK memeriksa rekening 3000 pejabat pajak, dari
level Kepala Seksi hingga Direktur Jenderal. Ini adalah bagian dari total lebih
dari 30 ribu pegawai pajak di seluruh Indonesia.
Saat ditemui VIVAnews.com di DPR, Yunus Husein membenarkan telah
memaparkan temuan transaksi mencurigakan para pejabat pajak di Kantor Pusat
Ditjen Pajak. "Kami temukan transaksi mencurigakan di semua Ditjen di
Kementerian Keuangan, yang paling dominan di Ditjen Pajak. Pokoknya ada kasus
Gayus-Gayus lain, detailnya silakan tanya polisi."
Yunus hanya bersedia memaparkan berbagai modus transaksi mencurigakan para
pejabat pajak tersebut. Pertama, mereka menggunakan rekening anak dan istri
untuk melakukan transaksi. Kedua, memakai instrumen investasi unit link,
yakni gabungan antara asuransi jiwa dan investasi seperti di reksadana, saham
atau lainnya. Ketiga, biasanya mereka juga menggunakan safe deposit box.
"Kalau transaksi lewat anak istri, kami bisa mendeteksi
penyimpangannya," ujar Yunus. Misalnya, seorang anggota keluarga (pejabat
pajak) memiliki pendapatan Rp12 juta, tetapi dia kerap melakukan transaksi di
atas Rp20 juta. "Maka transaksi tersebut tentu mencurigakan."
Contoh lainnya, kata Yunus, mereka melakukan transaksi dalam jumlah besar,
kemudian memutar-mutar uang tersebut. Misalnya, awalnya menarik uang Rp2
miliar, kemudian dipindahkan, lalu ditarik lagi sehingga seperti diputar-putar.
"Sekali tarik, minimal Rp500 juta."
Menurut Yunus, transaksi yang diperiksa ini merupakan akumulasi transaksi dari
tahun 2004 hingga 2010. Untuk transaksi yang berindikasi pidana diserahkan ke
penegak hukum.
Sedangkan,
jika Dirjen atau Irjen Kemkeu meminta, maka PPATK juga menyerahkannya sebagai
acuan guna memberikan sanksi administrasi.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh VIVANews.com, disebutkan jumlah
rekening yang sedang ditelisik di lingkungan Ditjen Pajak adalah rekening milik
3.616 pejabat dan 12.089 anggota keluarga mereka. Di Bea Cukai, punya 1.245
pejabat dan 3.408 famili mereka.
Dokumen itu menyatakan PPATK mendapati ada banyak pejabat Ditjen Pajak yang
melakukan transaksi tunai dalam jumlah teramat besar, dengan kisaran Rp500 juta
hingga Rp27 miliar per pejabat, baik melalui rekening pribadi mereka maupun
istri atau anak mereka “tanpa didukung adanya dasar transaksi yang memadai.”
Yang lebih gawat, temuan ini tersebar di berbagai wilayah maupun jenjang
kepangkatan, mulai dari Kepala Seksi, Kepala Kantor Pratama, hingga pejabat
eselon di atasnya.
“Kami meyakini potensi temuan dalam skala lebih besar yang mencakup jabatan
lebih luas serta lebih tinggi,” PPATK menyimpulkan hasil penelusuran terhadap
ribuan rekening pejabat pajak. "Sampai sekarang, yang dicurigai jumlahnya
mencapai ratusan pejabat." (kd)
Sumber
: VIVAnews (http://nasional.vivanews.com/)