Perilaku koruptor yang sebagai manusia
biasa menunjukkan dua muka yang berbeda pada saat
bersamaan, yakni bermuka ramah dengan tetap menjalankan
ibadah agama disertai amal saleh di satu pihak dan muka
tingkah laku tak terpuji dengan perbuatan korupsinya,
sebenarnya merupakan keadaan yang dapat kita jumpai
dalam perikehidupan sehari-hari kapan dan di mana pun
kita berada.
------------------------
Oleh Pramudito
GAMBARAN
perilaku ibadah beberapa tahanan tersangka korupsi di
ruang tahanan menjadi renungan ironis. Seorang tahanan
sedang bersembahyang dengan khusyuk, sementara seorang
tahanan lain sedang ditemani seorang pemuka agama yang
memberikan siraman rohani kepadanya. Suatu pertanyaan
yang kadang-kadang membosankan namun tetap menarik
adalah mengapa orang-orang yang beragama tersebut sampai
hati melakukan tindak korupsi, padahal agama apa pun
melarang penganutnya untuk korupsi? Pertanyaan ini
merupakan salah satu dari sekian banyak aspek
pembicaraan mengenai korupsi karena korupsi tetap
berlangsung meskipun pemerintah terus melakukan langkah
untuk memberantas korupsi.
----------------------------
Individualitas Agama
Sejak beberapa tahun terakhir tidak sedikit wacana yang
sudah dilontarkan terkait dengan peranan agama dan
organisasi keagamaan dalam hubungan pemberantasan
korupsi. Menurut Syed Hossein Alatas, pakar sosiologi
korupsi Singapura, sepanjang sejarah Asia tokoh-tokoh
agama mempunyai peranan yang penting dalam ''menjinakkan''
korupsi.
Namun, sementara kalangan pengamat berpendapat bahwa
peranan para pemimpin dan organisasi keagamaan selama
ini kurang efektif karena tidak disertai dengan aksi
nyata implementasinya. Apa yang mereka lakukan selama
ini baru sebatas wacana dan paling tinggi berupa
kebulatan tekad. Kelebihannya, mereka adalah tokoh-tokoh
yang relatif bersih dan tidak mempunyai pamrih tertentu
apalagi mengarah kepada kekuasaan. Namun, kelemahannya
mereka tidak mempunyai aparat sebagaimana halnya dengan
negara yang dapat melakukan tindak nyata untuk mengusut
dan menjatuhkan sanksi hukum terhadap kaum koruptor.
Karena itu peranan agama terhadap pemberantasan korupsi
selama ini lebih efektif dititikberatkan pada peran
individual penganut agama itu sendiri. Kembali kepada
peran individual agama adalah sejauh mana peranan ajaran
agama dapat mencegah tindak korupsi pada diri seseorang?
Korupsi bukan Mencuri?
Kaum koruptor kita banyak yang masih patuh beribadah
menurut agamanya masing-masing. Namun, mengenai
seluk-beluk korupsi tentunya sudah menjadi rahasia umum
bagi khalayak. Apalagi lingkungan memungkinkan
terjadinya perbuatan tercela tersebut dan lebih-lebih
lagi pada zaman orba hal tersebut jarang diketahui atau
bahkan bilamana diketahui sekalipun dapat ditutupi
dengan ''main-mata'' dengan pejabat yang melakukan
inspeksi atau instansi lain penegak hukum. Dengan kata
lain yang bersangkutan tidak merasa dirinya mencuri,
meskipun merasa bersalah tetapi tidak sampai merasa
berdosa, bila dikaitkan dengan agama.
Memang agama mana pun melarang pemeluknya untuk mencuri.
Seorang koruptor kelas teri sekalipun akan menolak
ajakan temannya untuk mencuri pakaian tetangganya yang
sedang dijemur di halaman rumah atau mencopet di dalam
bus atau kereta api, karena ia sadar bahwa itu pencurian.
Namun hatinya belum sampai pada pikiran bahwa korupsi
adalah juga mencuri. Itulah masalah yang harus
dipecahkan oleh siapa pun yang berjuang untuk
memberantas korupsi lebih-lebih dari sisi agama.
Seandainya sang koruptor sampai pada kesadaran bahwa apa
yang dilakukannya itu berbuahkan dosa dari segi agama,
barangkali masih punya ''hiburan'' dengan anggapan bahwa
dosa-dosanya sebagai koruptor tersebut kelak masih bisa
diampuni oleh Tuhan, karena bukankah Tuhan itu Maha
Pengampun? Namun ia juga harus menyadari bahwa dalam
ajaran agama, seseorang dapat diampuni dosa-dosanya
dengan persyaratan yang cukup berat, yakni ia harus
berjanji di hadapan Tuhan bahwa ia tidak akan lagi
mengulangi perbuatannya dan bagi koruptor ia juga harus
mengembalikan semua hasil korupsinya kepada negara.
Masalah tersebut kiranya akan tetap menjadi lahan
penelitian yang menarik bagi para psikolog dan ilmuwan
sosial lainnya serta para pendakwah yang merasa
terpanggil untuk tetap bertekad ambil bagian dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Dua Muka Agama
Perilaku koruptor yang sebagai manusia biasa menunjukkan
dua muka yang berbeda pada saat bersamaan, yakni bermuka
ramah dengan tetap menjalankan ibadah agama disertai
amal saleh di satu pihak dan muka tingkah laku tak
terpuji dengan perbuatan korupsinya, sebenarnya
merupakan keadaan yang dapat kita jumpai dalam
perikehidupan sehari-hari kapan dan di mana pun kita
berada. Bisa diingat pendapat Jose Casanova yang
menyatakan bahwa dalam waktu yang bersamaan agama dapat
menunjukkan wajah garang sekaligus wajah perdamaian.
Wajah garang dapat digambarkan pada sekelompok kaum
agama yang dengan mengatasnamakan agama melakukan aksi
kekerasan termasuk terorisme, namun dapat juga kita
terapkan pada perilaku seseorang yang secara individual
dengan sikap dan perbuatan tak terpuji sebagaimana
disinggung di atas. Sebenarnya kita sebagai bangsa yang
ber-Pancasila patut merasa malu karena negara-negara
yang paling rendah volume korupsinya adalah
bangsa-bangsa di negara sekuler yang lebih rendah kadar
kehidupan beragamanya dibandingkan dengan bangsa kita
yang menganut sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
negara-negara sekular termasuk yang paling ekstrem pun
masih ada yang beranggapan bahwa tanpa agama pun manusia
tetap bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Bagaimanapun perjuangan melawan korupsi dalam zaman
reformasi ini sedikit banyak sudah ada hasilnya. Bahwa
hasil tersebut belum memuaskan kita pun semua
berpendapat demikian, namun menumpas korupsi sebagai
bagian dari perjuangan bangsa harus jalan terus tanpa
menengok ke kiri dan ke kanan, apa pun hasilnya. Peranan
agama dalam pemberantasan korupsi untuk saat ini akan
lebih efektif pada individual masing-masing.
Organisasi-organisasi keagamaan baru berperan sebagai
dukungan atau kekuatan moral belaka dalam rangka upaya
pemberantasan korupsi, karena mereka tidak mempunyai
aparat hukum yang memaksa seperti negara. Namun dari
aspek lingkungan kini sudah lebih efektif dibandingkan
pada masa orde sebelumnya dengan antara lain
pemberitaan-pemberitaan yang gencar mengenai peradilan
kaum koruptor yang banyak dilansir media-massa. Sehingga,
calon-calon koruptor harus berpikir dua kali untuk
melakukan korupsi. Apalagi di mana-mana sekarang makin
banyak mata dan telinga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang sewaktu-waktu siap menyergap mangsanya.
Sekali lagi, agama tetap berperan dalam mencegah korupsi
bagi para pemeluknya sepanjang pemeluknya menyadari
bahwa korupsi merupakan suatu pelanggaran ajaran agama
itu sendiri.
Penulis, mantan diplomat dan pengamat
politik
----------------------------
*
Perilaku koruptor yang sebagai manusia biasa menunjukkan
dua muka yang berbeda pada saat bersamaan, yakni bermuka
ramah dengan tetap menjalankan ibadah agama disertai
amal saleh di satu pihak dan muka tingkah laku tak
terpuji dengan perbuatan korupsinya.
*
Perjuangan bangsa harus jalan terus tanpa menengok ke
kiri dan ke kanan, apa pun hasilnya.