Banyak Kasus Korupsi yang 'Menguap'

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan lembaga swadaya masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia mengungkapkan beberapa kasus korupsi yang "menguap" alias belum tuntas dalam pengusutannya tahun ini. Gabungan LSM itu mengirim surat kepada pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi agar kasus terbengkalai menjadi perhatian.

Menurut peneliti dari PUKAT Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Danang Kurniadi, kasus korupsi pertama yang "menguap" dalam pengusutannya adalah kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi. Kasus itu melibatkan bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati. "Sekarang entah ke mana kabar (kasusnya)," kata Danang, Kamis, 22 Desember 2011.

Kasus korupsi kedua yang "menguap" adalah kasus rekening gendut yang melibatkan beberapa perwira Kepolisian RI. Selanjutnya kasus yang melibatkan bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan. Menurut Danang, kasus Gayus berpotensi melibatkan banyak aktor penting. "Tapi sampai sekarang hanya berhenti di level Gayus saja."

Selain itu, kasus korupsi yang juga dianggap "menguap" adalah kasus suap Wisma Atlet SEA Games yang melibatkan bekas Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Menurut Danang, kasus itu hanya berhenti pada "tingkat menengah" saja. "Komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi kami pertanyakan dalam kasus ini. KPK belum betul-betul mengusut kasus ini," ucapnya.

Sementara itu, Danang juga menyebutkan kasus warisan dari pimpinan lama hendaknya dilanjutkan pejabat KPK yang baru. kepada pimpinan baru komisi antikorupsi itu. Pertama adalah kasus mafia anggaran yang melibatkan politikus dari Partai Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati. "Ini menjadi catatan besar agar praktik anggaran bisa benar-benar terungkap. Jangan sampai menguap, seolah-olah hanya berhenti pada Wa Ode saja," ujarnya.

Kasus "warisan" yang kedua adalah kasus cek pelawat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang melibatkan Nunun Nurbaetie sebagai tersangka. "Penangkapan Nunun menjadi kado spesial bagi Abraham (Samad)," ucap Danang. Menurutnya, jika pimpinan baru KPK ingin mengungkap kasus korupsi besar lainnya, maka dua kasus "warisan" itu menjadi "batu ujian". "Apakah mereka (pimpinan baru KPK) bisa membuktikan janjinya?"

LSM yang bergabung untuk menyampaikan surat terbuka kepada komisi antikorupsi adalah Kemitraan, MTI Jakarta, RACA Institute Jakarta, WALHI, GASAK Aceh, Pengurus Wilayah LAKPESDAM NU Medan, Lembaga Titian Pontianak, KP2KKN Semarang, PUKAT FH UGM Yogyakarta, PUNDEN Nganjuk, LPSHAM Sulawesi Tengah, LBH Makassar, LBH Kendari, SAHDAR Medan, dan SIDAK Yogyakarta.

PRIHANDOKO
Read more…

Izin Presiden Hambat Penuntasan Kasus Korupsi

Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M. Hamzah, menganggap izin presiden dalam memeriksa kepala daerah mengganggu tahapan penuntasan perkara korupsi.

"Tanpa kewenangan permohonan izin, penyelesaian kasus berjalan relatif cepat," kata Chandra di gedung Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 22 Desember 2011.

Chandra menjadi saksi pemohon dalam sidang uji materi pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Pemohon uji materi ini adalah adalah Feri Amsari, Teten Masduki, Zainal Arifin Mochtar dan Indonesia Corruption Watch.

Chandra menceritakan pengalamannya saat menjadi pimpinan KPK. Saat mensupervisi kepolisian dan kejaksaan, banyak agenda penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi terhambat izin presiden. Saat ditanyakan kenapa terhambat, Chandra mengatakan, "Selalu ada jawaban, surat sudah dikirim ke Presiden tapi belum ada jawaban."

Salah satu kasus yang diambil alih KPK dari kepolisian adalah korupsi Bupati Situbondo, Jawa Timur. Menurut Chandra, kantor resor polisi setempat sempat diduduki massa karena perkara tak kunjung selesai. Polisi beralasan, izin pemeriksaan presiden belum turun.

KPK akhirnya mengambil alih pemeriksaan bupati, sementara pemeriksaan tersangka lain tetap ditangani kepolisian. "Tanpa ada izin presiden, penyelidikan dan penyidikan memang jauh lebih cepat," dia menjelaskan.

Chandra menerangkan, pada Agustus 2006, KPK sempat melayangkan surat kepada presiden. Saat itu ada 37 kepala daerah yang tersandung perkara korupsi. "Kami mohon agar percepatan izinnya turun," ujarnya. Atas koordinasi ini, izin presiden memang akhirnya turun, meskipun dia tidak tahu persis berapa lama waktu turunnya izin itu.

Chandra menyatakan, KPK tidak mungkin bisa mengambil alih semua kasus yang melibatkan kepala daerah. Menurut dia, jika menangani semua kasus kepala daerah, Komisi Antikorupsi tidak akan bisa menangani kasus lain. Selain keterbatasan personel, ambil alih kasus juga tidak mudah. "Ada syarat yang harus dipenuhi."

Chandra mengatakan, jika syarat adanya izin kepala negara dalam pemeriksaan terhadap kepala daerah juga berlaku di KPK, dia yakin Komisi akan mengalami hambatan seperti kepolisian dan kejaksaan.

Selain mendengarkan saksi pemohon, agenda sidang juga mendengarkan keterangan ahli pemohon, yakni Saldi Isra, Dosen Universitas Andalas. Para pemohon meminta kepada majelis hakim agar pasal yang diuji materi tidak memiliki kekuatan mengikat.

I WAYAN AGUS PURNOMO/TEMPO.CO,
Read more…

Catatan Akhir Tahun tentang Korupsi: KPK Jangan Lupakan Kasus Korupsi Besar

JAKARTA, Kemitraan dan Mitra Daerah yang terdiri 14 lembaga swadaya masyarakat (LSM) meminta di penghujung tahun 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melupakan kasus-kasus besar yang kini mulai menguap.

Ke 14 LSM tersebut antara lain Walhi, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Gasak Aceh, Lembaga Titian Pontianak, LBH Makassar dan Kendari, dan Pukat Fakultas Hukum UGM.

Beberapa kasus yang diingatkan kembali agar tetap diselesaikan diantaranya:
  1. Kasus rekening gendut dari sejumlah perwira polisi yang hingga hari ini tak diungkapkan oleh Markas Besar Polri meskipun Indonesia Corruption Watch (ICW) telah dimenangkan oleh Komisi Informasi Publik untuk mempublikasikan hasil pemeriksaan internal Polri terkait rekening-rekening tersebut.
  2. Kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang ditengarai melibatkan sejumlah nama pengusaha besar dan elit politik negara. Namun, hingga kini kasus tersebut baru sampai pada nama-nama di kelas bawah.
  3. Kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan, di mana Sekretaris Menpora, Wafid Muharram, Mindo Rosalina Manulang dan mantan politisi Demokrat, Muhammad Nazaruddin telah terjerat proses hukum. Namun, nama-nama petinggi negara dan politisi yang telah disebut-sebut terlibat dalam kasus itu hingga kini masih melenggang bebas.
  4. Kasus korupsi di Badan Anggaran DPR yang awalnya dihembuskan oleh politisi Partai Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati. Kumpulan LSM ini mengharapkan kasus tersebut tidak mengendap di tengah jalan dan penelusuran tak hanya sampai di Wa Ode yang disebut sebagai pahlawan "kesiangan".
  5. Kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Di kasus ini, mereka meminta KPK tak hanya mengusut sampai ke Nunun Nurbaeti, tapi juga dari otak penyuapan lainnya yang hingga saat ini belum diusut.

"Kasus-kasus ini menjadi pekerjaan rumah bagi KPK jilid III, untuk diungkap. Kami tidak ingin kasus-kasus ini menguap begitu saja. Kita akan terus mempertanyakan komitmen KPK untuk menuntaskan kasus-kasus ini," ujar Koordinator MTI, Jamil Mubarok, dalam diskusi Catatan Akhir Tahun tentang Korupsi di Hotel Four Season, Jakarta, Kamis (22/12/2011). 

Read more…

Pusat Kajian Antikorupsi UGM: Koruptor di Yogyakarta Dianggap Hero

 JAKARTA, Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM mengungkapkan kasus korupsi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi semacam kearifan lokal karena masyarakat justru membela orang yang melakukan korupsi. Hal ini diungkapkan aktivis Pukat FH UGM, Danang Kurniadi dalam diskusi 
"Catatan Akhir Tahun Kasus Korupsi" di Hotel Four Seasons, Jakarta, Kamis (22/12/2011).
"Korupsi di Yogyakarta dianggap sebagai kearifan lokal. Yogyakarta memang istinewa sehingga korupsi pun dianggap arif selama orang-orang terdekatnya sama-sama mendapat keuntungan dan masyarakat ikut terima juga keuntungannya. Koruptornya justru dianggap hero," ujar Danang.

Ia mencontohkan kasus korupsi dana penanggulangan gempa di Bantul yang telah terjadi beberapa tahun silam dan telah disidangkan di Pengadilan Tipikor. Saat itu, salah satu kepala desa yang menjadi terdakwa di dalam persidangan kasus korupsi itu justru mendapat pembelaan dari masyarakat. Namun, Danang enggan menyebut nama orang tersebut, termasuk kedekatannya dengan pejabat ternama di Kota Gudeg itu. Danang menyayangkan sikap masyarakat yang permisif terhadap kasus korupsi tersebut.

"Korupsi dana kasus gempa di Bantul, Salah satu pelakunya adalah seorang kepala desa. Selama beberapa persidangan di Tipikor Yogyakarta, diberikan pengerahan massa yang luar biasa. Entah di-setting atau apa, tapi yang pasti masyarakat mengganggapnya sebagai pahlawan," tuturnya.

"Untuk masyarakat sendiri, kita (Pukat FH UGM) sempat dianggap sebagai kelompok pengganggu jadi menurut mereka selama semua menerima bagian sudah lah jangan diganggu diusik-usik," sambung Danang.

Kasus-kasus korupsi dana gempa di Bantul ini memang telah diselesaikan dalam sidang Tipikor di Yogyakarta. Tetapi, lanjut Danang, korupsi dana itu terindikasi dilakukan secara struktural bukan hanya oleh kepala desa. Oleh karena itu, seharusnya diusut hingga ke orang yang memberi instruksi dalam alokasi dana bantuan gempa tersebut.

"Ada indikasi kuat bahwa ini sangat terstruktur karena ada instruksi bupati. Yang kita dorong justru ini jangan berhenti sampai di sini. Bupati harus terus di usut," katanya.

Danang berharap daerah lain di luar Yogyakarta tidak terinspirasi oleh kasus "kearifan lokal" di Yogyakarta. "Semoga kasus-kasus ini bisa jadi studi kasus untuk wilayah lain, agar, korupsi tidak dianggap sebagai kearifan lokal," pungkas Danang. 

Read more…

Interpelasi Perkuat Kesan DPR Pro Koruptor


Jakarta - Interpelasi soal kebijakan pengetatan pemberian remisi yang diusulkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dinilai janggal. Interpelasi tersebut justru semakin memperkuat kesan bahwa DPR pro terhadap koruptor.

"Sangat janggal jika DPR mempersoalkan berlebihan kebijakan tersebut. Hingga sampai pengusulan interpelasi yang anehnya justru disambut lebih dari 100 anggota DPR lintas fraksi. Ini memperkuat kesan DPR yang pro koruptor," kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (18/12/2011) petang.

Koalisi Masyarakat Sipil menolak usulan interpelasi tersebut. Koalisi juga mengajak anggota DPR yang masih berani dan berkomitmen memberantas korupsi untuk menolak ikut dalam interpelasi.

"Kita tentu tidak ingin lembaga terhormat di negeri ini terus menerus dipersepsikan korup," kata Abdullah.

Mengingat, lanjutnya, survet Transparansi Internasional Indonesia (TII) selama empat tahun berturut-turut menyebutkan bahwa DPR dan partai politik termasuk empat besar lembaga terkorup di Indonesia.
"Kasus yang ditangani KPK saja sudah menjerat 44 politisi, anggota atau mantan anggota DPR, jadi wajar jika kita curiga dengan interpelasi yang sedang bergulir," ungkap Abdullah.

Lebih jauh, dia menjelaskan, DPR salah mendefinisikan hak interpelasinya kali ini. Sesuai dengan definisinya, interpelasi diajukan untuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang berdampak luas.
"Apakah kebijakan remisi berdampak buruk secara luas? Pada masyarakat tentu saja tidak, tapi pada koruptor jelas kebijakan ini berdampak," tuturnya.

"Dari sini kita tahu hak konstitusional DPR tersebut rentan disalahgunakan dan dibajak sebagai alat pembelaan koruptor," tambah Abdullah.

Masyarakat, katanya, sama sekali tidak diuntungkan dengan mekanisme pengawasan melalui interpelasi kali ini.

Ia menambahkan, meskipun belum sempurna, kebijakan pengetatan remisi yang dilakukan pemerintah seharusnya didukung DPR dengan tujuan meningkatkan efektifitas penghukuman dan pemberian efek jera bagi terpidana korupsi.

Pemberian remisi di tengah rendahnya rata-rata hukuman pengadilan terhadap koruptor justru bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Tercatat, rata-rata hukuman koruptor sepanjang 2010 hanya 3 tahun 4 bulan, dan banyak yang dihukum 1 tahun lebih sedikit.

"Publik perlu memberikan dukungan agar koruptor tidak lagi menjadi warga terhormat di negeri ini. Karena tindak pidana korupsi sangat merugikan perekonomian negara, menghianati kepercayana rakyat, dan melanggar hak asasi jutaan rakyat Indonesia," tegas Abdullah.
Sumber: http://nasional.kompas.com
Read more…

Seluruh Gubernur Teken Pakta Integritas Antikorupsi


Jakarta - Para gubernur seluruh Indonesia menandatangani pakta integritas antikorupsi di Hotel Mercure, Ancol, Senin (19/12) malam. Penandatanganan disaksikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi dan para pejabat eselon I Kemendagri.

Gamawan menjelaskan, penandatangan pakta integritas ini bagian dari aksi pemberantasan korupsi.
Gamawan mengatakan sejak diberlakukannya otonomi daerah, tidak sedikit kepala daerah yang tersangkut persoalan hukum. Salah satunya diakibatkan terlalu luasnya kebijakan diskresi bagi seorang kepala daerah yang diberikan oleh UU.

Guna meminimalisir persoalan ini, diminta seluruh gubernur untuk tetap memperhatikan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan ketika mengeluarkan sebuah kebijakan diskresi guna kelancaran pembangunan di daerahnya.

Asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan itu diantaranya asas transparansi dan akuntabilitas. Melalui kepatuhan terhadap asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan ini diharapkan kepala daerah tak lagi berhadapan dengan permasalahan hukum ke depannya.

"Akibat diskresi itu mengakibatkan sebagian kepala daerah tersangkut persoalan hukum," kata Gamawan di acara Rapat Kerja Gubernur Seluruh Indonesia Tahun 2011 itu.
Gamawan Fauzi menambahkan persoalan kebijakan diskresi ini juga menjadi perhatian serius pemerintah. Saat ini, pemerintah sedang melakukan kajian terhadap fenomena tersebut guna mencari jalan keluar yang efektif.

Saat ini, tambah Gamawan Fauzi, pemerintah dan DPR juga sedang mempersiapkan RUU Administrasi Negara. Melalui UU ini nantinya diharapkan ada kejelasan atas kebijakan diskresi yang diambil seorang kepala daerah, apakah termasuk kasus pidana umum atau pelanggaran terhadap UU Administrasi Negara yang akan disahkan nantinya.

"Saya kira UU ini penting sehingga kita tahu nanti apakah suatu kasus karena diskresi kepala daerah itu apakah masuk kesalahan administrasi negara atau kasus pidana," kata Gamawan Fauzi.
Di tempat yang sama, Menko Polhukam Djoko Suyanto juga menekankan pentingnya kepala daerah cermat dalam memahami aturan, sehingga tidak terjerat kasus hukum.

Menurut Djoko, sebagian besar birokrat yang terkena kasus korupsi, disebabkan karena tidak memahami aturan tata kelola keuangan. "Karena kurang tahu, kurang paham, dan tak cermat memahami aturan. Kalau ada yang sengaja memanipulasi, itu soal lain," kata Djoko.

Di acara itu, Gamawan Fauzi juga melantik pengurus Assosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) periode 2011-2015 dengan Ketua Umum, Syahrul Yasin Limpo yang saat ini menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.

Read more…

ICW: Vonis Bebas Hanya di Peradilan Umum, Tipikor Tidak!

Padang, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Ronal Faris mengatakan, semenjak pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dibentuk di 33 provinsi di Indonesia, setidaknya sudah 45 orang terdakwa kasus korupsi yang divonis bebas, diantaranya 25 orang di Pengadilan Tipikor Surabaya, 15 orang di Samarinda, 4 orang di Bandung, dan 1 orang di Semarang.

"Alhamdullilah, untuk Pengadilan Tipikor Kota Padang belum ada kasus yang berujung pada putusan bebas. Sepanjang tahun 2011 ada tiga kasus vonis bebas di Peradilan Umum di Sumbar, yaitu kasus pengadaan alat berat di Padang Panjang, pembangunan kampus ISTI Padang Panjang pasca gempa bumi dan kasus korupsi PDAM dengan terdakwa Azhar Latif," ungkap Ronal ketika mengelar jumpa pers dengan LBH Padang dan LSM PUSaKO, Selasa (20/12).

Menurut Ronal Faris, ICW bersama sejumlah elemen mencoba melakukan kajian, salah satunya eksaminasi publik, yakni melihat titik lemah dan kejanggalan yang terdapat pada vonis bebas kasus korupsi. "Vonis bebas hanya di pengadilan umum, tidak di pengadilan Tipikor," sebut Ronal Faris.
"Jujur saja hari ini, KPK masih lemah," kata Ronal. Sebab KPK tidak fokus dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Mestinya penegak hukum dibersihkan terlebih dahulu seperti di Hongkong. Ini bisa ditiru di Indonesia. (Klik Sumbar)
Read more…

KPK Mesti Bergerak Cepat Kembalikan Keadilan bagi Rakyat


KPK Mesti Bergerak Cepat Kembalikan Keadilan bagi Rakyat
ANTARA

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 pimpinan Abraham Samad diharapkan bergerak cepat, nyata, dan signifi kan guna memenuhi harapan publik untuk memprioritaskan penyelesaian skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Abraham Samad dinilai mampu mengembalikan keadilan bagi rakyat karena beban utang BLBI yang merupakan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah RI itu, selama ini menciutkan kapasitas APBN untuk membangun ekonomi rakyat.

"Sekarang inilah saatnya pimpinan KPK yang baru dilantik untuk bertindak nyata dan cepat menyelesaikan kasus-kasus korupsi kakap yang belum dituntaskan oleh penegak hukum selama ini. Terutama kasus yang begitu besar merugikan negara, seperti BLBI yang selama ini seperti sulit disentuh," kata Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, di Jakarta, Minggu (18/12).

Menurut Ray, KPK perlu bergerak cepat guna menumbuhkan kepercayaan publik bahwa lembaga itu benar-benar memenuhi janji untuk menuntaskan skandal BLBI dan sejumlah kasus kakap lain. Bahkan, Abraham berjanji dalam satu tahun sudah harus ada kasus kakap di KPK. yang bisa di tangani dengan jelas.

Kasus BLBI selama ini tidak ditangani secara serius dan cenderung didiamkan, meski sudah banyak tokoh masyarakat, dan lembaga antikorupsi yang mendesak penuntasan megakorupsi yang menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, merugikan negara lebih dari 600 triliun rupiah.

Ray menambahkan KPK bisa memanfaatkan dukungan psikologis Presiden yang beberapa hari lalu menegaskan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum di negeri ini. Gebrakan KPK mengusut kembali skandal BLBI yang selama ini terkesan didiamkan, akan menumbuhkan kepercayaan publik bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk pentolan koruptor kasus yang selama dianggap tidak bisa terjamah hukum.

Bila KPK berani menuntaskan kasus BLBI, lanjut Ray, bukan hanya akan dicatat oleh sejarah, tapi juga akan mengembalikan kepercayaan publik. Saat ini adalah momentum, di mana dukungan publik sedang kuatkuatnya. Oleh karena itu, jangan sampai kepercayaan dan dukungan publik yang sedang kuat-kuatnya disia-siakan oleh KPK.

"Kerja nyata KPK sangat diharapkan publik. KPK jangan pernah takut akan ada tekanan karena publik ada dibelakang KPK," kata Ray.

Hal senada dengan Ray, dikemukakan Kepala Divisi Monitoring, Advokasi, dan Investigasi Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI-FHUI), Hendra Setiawan.

"KPK juga harus fokus mengupayakan hukuman setimpal kalau perlu yang seberat-beratnya kepada para koruptor uang BLBI tersebut. Buktibukti yang dimiliki penyidik KPK sudah cukup untuk mengungkap kasus mega korupsi tersebut," kata Hendra.

Alasannya, lanjut Hendra, hukuman berat akan membuat koruptor jera dan bisa memperkecil dorongan orang untuk berani menggelapkan uang negara.

Apalagi, kata Hendra, komposisi pimpinan KPK yang baru diisi oleh orang-orang yang memiliki komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi. ags/eko/P-4

Read more…

Mahasiswa Tuntut Penuntasan Dugaan Korupsi di Riau

PEKANBARU-Sekitar 40 aktivis dari badan eksekutif mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Provinsi Riau berunjuk rasa menuntut penuntasan sejumlah kasus korupsi yang hingga sekarang masih mengendap.

"Kasus korupsi sejauh ini masih banyak yang mengendap tanpa ada kelanjutan prosesnya. Ini menimbulkan tanda tanya di masyarakat," kata koordinator unjuk rasa Muhammad Hareef dalam aksinya di Pekanbaru, Senin (19/12).

Hareef bersama puluhan mahasiswa lainnya berunjuk rasa dengan berkeliling kota sambil berorasi menuntut ketegasan para penegakan hukum terhadap sejumlah kasus korupsi di daerah kaya minyak itu. "Demonstrasi akan terpusat di depan Kantor Gubernur Riau," katanya.

Ia mengatakan APBD Provinsi Riau yang mencapai lebih dari Rp6 triliun jelas menunjukkan otonomi berjalan dan telah terealisasi di Riau. Namun, katanya, anggaran tersebut tidak dialokasikan dengan tepat dan benar atau hanya segelintir orang serta kelompok yang menikmatinya. "Kami atas nama seluruh organisasi mahasiswa di Riau menuntut para penegak hukum bertindak tegas terhadap segala indikasi tindak pidana korupsi," ujarnya.

Aktivis mahasiswa lainnya yang juga turut dalam unjuk rasa tersebut Harif Sabri mengatakan struktur APBD Riau sejak beberapa tahun ini semakin tidak sehat. "Hal itu menunjukan bukti bahwa pemimpin, dalam hal ini Gubernur Riau HM Rusli Zainal, telah berbuat yang tidak sesuai dengan amanah rakyat," katanya. (Ant/OL-01)

Read more…

KPK Kaji Jerat Koruptor dengan Tiga UU

JAKARTA,  — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru, Bambang Widjojanto, menyambut baik usulan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan agar KPK menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menjerat koruptor. Menurut Bambang, pihaknya akan melakukan kajian khusus terkait usulan itu.

"Kalau mau, three in one, undang-undang pajak, pencucian uang, dan undang-undang tipikor. Itu selalu berkaitan, kebanyakan koruptor problem pajak, dan biasanya modus operandinya money laundering, kalau kita bisa pakai three in one, akan lebih efektif," kata Bambang di kantor KPK, Jakarta, Senin (19/12/2011).
Menurutnya, tindak pidana pencucian uang berkaitan erat dengan tindak pidana korupsi, dan umumnya, lingkungan perpajakan menjadi lahan subur berkembangnya korupsi.
"Biasanya ada hubungan sangat kuat, modus operandi korupsi salah satunya gunakan money laundering. Itu betul dan harus segera ditindaklanjuti," tambahnya.

Secara terpisah, Ketua PPATK M Yusuf mengatakan, penggunaan TPPU penting dalam mengembalikan uang negara dan menghukum pihak yang menikmati uang hasil korupsi.

"Saya minta di kasus Nazaruddin dan hakim Syarifuddin kemarin, tapi KPK belum mulai gunakan," katanya.
Yusuf juga meminta penegak hukum, termasuk KPK, untuk segera menindaklanjuti setiap temuan PPATK yang disampaikan.

Sebelumnya, KPK memang berniat menggunakan TPPU dalam pengembangan kasus dugaan suap wisma atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Saat disinggung soal kasus, Bambang enggan menjawab. "Jangan sebut kasus dulu lah, lebih baik dirumusin dulu, ada indikasi di kasus-kasus tertentu, tapi biasanya memang begitu, money laundering, tipikor, pajak, satu perbuatan, tiga dosa," ujar Bambang. 

Read more…

Presiden Hadiri Peringatan Antikorupsi Sedunia


Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2011, Jumat (9/12/2011), akan dipusatkan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Acara yang bertema "Terus Berjuang Berantas Korupsi" akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kabinet Indonesia Bersatu II, gubernur dan bupati/wali kota seluruh Indonesia, kepala lembaga tinggi negara, dan penggiat antikorupsi.


 
Hingga Kamis (8/12/2011) malam, berbagai persiapan dilakukan panitia di lokasi kegiatan. Ratusan aparat keamanan mulai berjaga di kawasan Masjid Agung Jateng (MAJT) sejak Kamis siang. Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dan Wakil Menhuk dan HAM Denny Indrayana turun langsung memeriksa berbagai persiapan terkait penyelenggaran kegiatan tersebut.

Acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2001 juga akan dihadiri tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat, serta semua Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM se-Jawa dan Bali. Acara akan dimulai pada Jumat pagi hingga menjelang shalat Jumat.

Dalam acara tersebut, Amir Syamsuddin akan menyampaikan laporan kepada Presiden Yudhoyono mengenai Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Tanah Air pada periode 2004-2011. "Saya nantinya akan membacakan laporan kepada Presiden," ujar Amir.

Untuk penyelenggaran kegiatan tersebut, Ketua Badan Pengelola MAJT Ali Mufiz menyatakan, pihaknya telah melakukan berbagai persiapan, terutama di Convention Hall MAJT yang menjadi pusat acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia.

Hingga Kamis petang, sekitar 800 kursi sudah terpasang di Convention Hall MAJT, karpet merah terpasang dari pintu masuk gedung hingga ke dalam gedung.

Ali Mufiz menyatakan bangga karena kawasan masjid menjadi salah satu tempat yang dipilih pemerintah untuk mengampanyekan gerakan antikorupsi. Apalagi, MAJT merupakan tempat studi banding berbagai kalangan dari dalam negeri dan luar negeri. "Dari sini, kami mencoba menyuarakan perdamaian kepada semua orang," ujarnya.

Selain hadir pada Hari Antikorupsi Sedunia, Presiden juga dijadwalkan membuka Musyawarah Nasional IV Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di kompleks Kantor Gubernur Jateng

Read more…

Hari Antikorupsi Sedunia: KPK Gelar Kampanye Peringati Hari Antikorupsi Sedunia

JAKARTA - Dalam rangka memperingati hari antikorupsi sedunia yang jatuh pada 9 Desember, KPK melakukan kampanye antikorupsi di halaman parkir Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/12/2011).

Dengan mengambil tema 'Berani Jujur, Hebat!', kegiatan ini bertujuan menyalakan kembali semangat kejujuran sebagai langkah awal pemberantasan korupsi.

Kampanye ini juga menyampaikan pesan betapa pentingnya peran aktif masyarakat untuk terlibat dalam mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi

Rangkaian kegiatan ini didukung oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparansi Internasional Indonesia (TII), Uni Eropa (UE), Kedutaan Norwegia, United Nations Office in Drugs and Crime (UNODC), dan United Nations Development Programme (UNDP).

kemudian, dari instansi pemerintah sendiri didukung oleh Sekretariat Wakil Presiden, Bappenas, Kemen PAN dan RB, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, PPATK, BPK, Ombudsman RI, KY dan KIP.

Menggandeng Seniman

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menggandeng berbagai tokoh seniman dan berbagai instansi pemerintahan dalam menggelar rangkaian acara pemberantasan korupsi sedunia, di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (9/12/2011).
Kegiatan diawali dengan konferensi pers bertema Berani, Jujur dan Hebat yang dihadiri oleh Ketua KPK Busyro Muqoddas, Wakapolri Komjen Nanan Sukarna, Perwakilan PPATK, Kejaksaan Agung, serta Setwapres dari UNODC.

Selain acara konferensi pers, kegiatan ini pun disusul oleh acara pentas seperti Parenting dan Workshop yang diisi oleh Kak Ucon, dongeng Pak Raden, pembacaan puisi oleh Taufik Ismail, pertunjukan wayang oleh Sudjiwo Tedjo dan pertunjukan musik Doel Sumbang.

"Semoga rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk pemberantasan korupsi ini, dapat menjadikan Indonesia kian membaik kedepannya dari tindak pidana korupsi," ujar Ketua KPK, Busyro Muqoddas dalam konferensi pers di ruang parkir kantor KPK.

Read more…

Survei TII : Pemberantasan Korupsi Jalan di Tempat

JAKARTA, Transparency International (TI) kembali meluncurkan Corruption Perception Index (CPI) pada hari ini Kamis (1/12/2011) secara global.  Tujuan peluncuran CPI tiap tahunnya adalah mengingatkan bahwa korupsi masih merupakan bahaya besar yang mengancam dunia.

"Pada tahun ini, skor Indonesia dalam CPI adalah 3.0 naik 0,2 dari tahun lalu. Selain Indonesia ada 11 negara lain yang mendapat skor yang sama," ucap Teten Masduki, Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Kamis (1/12/2011).

Teten menjelaskan skor 3,0 yang dicapai Indonesia tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kriteria yang menunjukkan indikasi perubahan persepsi korupsi antara tahun 2010 dan 2011 adalah perubahan skor minimal 0,3 didukung dengan perubahan yang konsisten dari minimal setengah dari sumber data penyusun indeks.

"Kenaikan 0,2 di tahun ini, sehingga Indonesia mencapai angka 3,0 tidak berarti apa-apa secara metodologi, alias pemberantasan korupsi di Indonesia masih jalan di tempat," papar Teten.

Ke depannya Teten mengatakan pemerintah berambisi mendapat skor 5,0 dalam CIP tahun 2014. Untuk mencapai itu menurut Teten pemerintah perlu memperbaiki proses perijinan usaha, memperbaiki instansi penegak hukum dan penyelesaikan kasus korupsi yang melibatkan politisi maupun pejabat publik tingkat tinggi. (tribunnews)
Read more…

Adnan Didesak Bongkar Korupsi di Polri

JAKARTA, — Adnan Pandu Praja, salah seorang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih, didesak membongkar kasus-kasus korupsi di kepolisian setelah resmi bertugas di lembaga antkorupsi tersebut. Pasalnya, Adnan dinilai tahu banyak soal penyimpangan di tubuh Polri.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meyakini, Adnan mengetahui modus-modus serta kasus korupsi di tubuh kepolisian lantaran sudah menjabat anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) selama enam tahun.

Meski demikian, ia ragu Adnan mau menyeret para perwira tinggi Polri yang diduga melakukan korupsi jika melihat kinerjanya di Kompolnas.

”Ketika di Kompolnas, dia tidak mencuat dan tidak agresif membenahi Polri. Orang yang banyak tahu belum tentu mau ungkap. Tapi, kami akan terus dorong dia untuk mau membongkar,” kata Neta ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/12/2011 ).

Adnan dipercaya mayoritas fraksi di Komisi III DPR sehingga terpilih menjadi salah satu pimpinan KPK yang akan bertugas hingga tahun 2015. Dia akan memimpin KPK bersama empat pimpinan lain, yakni Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, dan Zulkarnain.

Neta mengatakan, harapan terhadap Adnan besar karena KPK selama ini tak pernah menyetuh kepolisian. KPK, kata dia, pernah memeriksa mantan Kepala Polri Jenderal (Purn) Rusdiharjo, tetapi bukan terkait kasus di Polri.

”KPK juga pernah periksa anggota berpangkat kombes, tapi sebagai penyidik KPK,” kata Neta.

Neta menambahkan, kali ini Adnan tak bisa berkelit seperti ketika masih bertugas di Kompolnas bahwa tidak memiliki kewenangan. Nantinya, dia punya kewenangan yang luar biasa untuk membenahi Polri.

Dalam 100 hari pertama, Neta berharap Adnan mampu membuktikan kinerjanya, di antaranya dengan menangkap buronan Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun, serta mengusut kasus rekening gendut.

”Paling tidak, dia harus mampu bawa (jerat) satu atau dua perwira tinggi Polri. Apalagi kalau bisa tangkap tangan,” pungkas Neta

Read more…

Menanti Janji Abraham Memberangus Korupsi

Jakarta: Doktor Abraham Samad SH akhirnya terpilih sebagai Ketua baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015. Abraham Samad menang mutlak dalam voting yang dilakukan Komisi III DPR, Jumat (2/12). Pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, itu meraih 43 suara dari 56 suara anggota Komisi III, sekaligus menyisihkan empat pimpinan KPK terpilih lainnya, yakni Bambang Widjajanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnin, serta Busyro Muqqodas, ketua KPK saat ini.

Abraham Samad yang berusia 45 tahun menyelesaikan jenjang pendidikan S-1 hingga S-3 di Universitas Hasanuddin Makassar. Ia meraih gelar Doktor pada 2010 lalu. Ia berkarier sebagai advokat dari tahun 1996 hingga sekarang. Berkarya di lembaga swadaya masyarakat (LSM), ia fokus pada sistem pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang maksimal untuk pemberantasan korupsi.

Abraham yang merupakan kandidat pertama yang menjalani fit and proper test ini, berjanji akan menegakkan hukum secara tegas. Ia juga menyatakan dirinya tidak main-main dalam memberantas korupsi. Tidak akan tebang pilih dan siapapun bersalah harus menjalani hukuman.(DSY)

Read more…

Istana: Presiden Belum Dilapori KPK Soal Tiga Kementerian Rawan Korupsi

RMOL. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku belum menerima laporan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, terkait tiga kementerian yang dinilai rawan penyimpangan anggaran.

"Belum ada pertemuan resmi pemimpin KPK dan Presiden, saya belum mendengar ada rencana pertemuan yang dimaksud," kata Jurubicara Presiden, Julian Pasha, di Istana Presiden, Jakarta, Senin (3/10).

Sepengetahuan Julian, surat dari KPK juga belum ada yang masuk ke Presiden. Kendati begitu, rumusan dalam penanganan korupsi tetap sama seperti yang presiden pernah katakan sebelumnya, yakni tidak boleh ada ruang penyalahgunaan wewenang.

"Sudah diketahui bersama imbauan dari presiden tidak boleh ada ruang penyalahgunaan kewenangan," jelasnya.

Sebelumnya, Busyro mengaku telah melaporkan tiga Kementerian ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena dinilai "nakal" dalam pengelolaan anggaran keuangan.

Hal itu diutarakan Busyro Muqqodas sesaat sebelum meninggalkan kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (30/9). Menurut Busyro, pihak yang dilaporkan ialah Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan Nasional.

Sementara, di beberapa media massa nasional, Menteri Agama Suryadharma Ali mengaku Presiden SBY sudah menanggapi laporan KPK itu. Bahkan dia menyatakan, Kementeriannya bersikap terbuka terhadap kritik KPK yang meminta perbaikan tata kelola keuangan agar lebih transparan.[ald]
Read more…

Kemenag Surati KPK Untuk Audiensi

Jakarta, Kementerian Agama (Kemenag) akan segera menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya untuk melakukan audiensi dengan institusi pemberantasan korupsi itu. Hal tersebut terkait dengan survei integritas komisi ini terhadap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.

"Kami sudah mengirim surat ke KPK untuk audiensi, dalam upaya mengetahui secara lebih lengkap hasil survei KPK tersebut," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenag Zubaidi kepada wartawan, Selasa (29/11) sore.

Menurut Zubaidi hasil survei KPK yang dipublikasikan berbagai media masa yang menyebutkan Kemenag sebagai yang terkorup dari 22 instansi pusat yang disurvei KPK, perlu diketahui mana-mana yang menjadi penyebabnya. Disisi lain Kemenag menurut Zubaidi menilai hasil survei tersebut akan dijadikan input untuk perbaikan.

"Selama ini sudah kami lakukan perbaikan dengan sungguh-sungguh. Dengan hasil survei ini, maka kami harus lebih keras lagi melakukan perbaikan dan penyempurnaan, sehingga bisa lebih baik lagi melayani publik," kata pria asal Demak tersebut.

Ia mengatakan, Kemenag merespon masukan penting dari KPK untuk perbaikan kinerja termasuk kegiatan perijinan PIHK dan KBIH supaya lebih sempurna. �Kalau ada yang melanggar kami beri sanksi," tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, saat mengumumkan hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2011 pada Senin lalu, Wakil Ketua KPK M Jasin menyebutkan, Kemenag memperoleh Indeks Integritas Pusat (IIP) 5,37. Menurut Jasin yang masih terdapat masalah di Kemenag adalah perpanjangan ijin penyelenggara haji khusus dan ijin kelompok bimbingan ibadah haji. (ks)

Sumber : http://kemenag.go.id/
Read more…

Kementerian Agama Rawan Korupsi Tertinggi

Berita ini sangat mengejutkan. Dari hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2011 yang dilakukan oleh KPK, Kementerian Agama (Kemenag) menempati posisi tertinggi untuk tingkat kerawanan korupsi. Dengan nilai indeks integritas terrendah sebesar 5,37 (di bawah 6.0) 

Hasil survei ini mengejutkan karena terdapat ironi, selama ini Kementerian Agama jarang disorot media untuk kasus korupsi, tetapi survei KPK membuktikan lain, meskipun istilahnya “Rawan korupsi tertinggi” belum pada kasus korupsi yang terbukti secara hukum, tetapi ini menunjukkan banyak potensi untuk terjadi, terdapat banyak celah untuk praktek korupsi.

Ini adalah tamparan keras untuk kementerian agama, karena kementerian yang membawahi agama sebagai pengusung nilai-nilai moral tetapi malah sebaliknya. Korupsi jelas amoral, agama seharusnya bisa mengeliminir hasrat yang amoral tersebut, tetapi kenyataannya malah sebaliknya: berada paling atas di posisi potensi untuk amoral. Sungguh memalukan. Istilah “Malu” di sini diidentikkan dengan istilah “Masalah”, yaitu ketika realitas tidak sesuai dengan yang ideal.

Dari lambangnya saja, Kementerian Agama sudah salah kaprah, “Ikhlas Beramal”. Istilah itu sepertinya sangat bijak dan mencerminkan perilakunya. Padahal istilah itu rentan disalahtafsirkan. Mari kita lihat. Ikhlas itu bukan pada taraf amal, tetapi pada taraf niat baru bisa dikatakan ikhlas. Kalau amal bukan ikhlas tetapi lebih cocoknya juhud atau bersungguh-sungguh. Kalau ikhlas beramal, maka bisa diartikan amalnya seenaknya saja, namanya juga berbuat seikhlasnya alias semaunya.

Dari segi anggaran, Kemenag di posisi keempat terbesar dari 7 kementerian yang mendapat alokasi anggaran terbesar. Rinciannya: Kementerian Pertahanan dengan anggaran sebesar Rp 64,4 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp 61,2 triliun, Kementerian Pendidikan Nasional Rp 57,8 triliun, Kementerian Agama Rp37,3 triliun, Kepolisian Negara RI Rp34,4 triliun, Kementerian Kesehatan Rp28,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp26,8 triliun (sumber: naskah pidato Presiden RI di DPR-RI, 16 Agustus 2011).

Jika Kemenag adalah tertinggi dalam hal rawan korupsi berarti anggaran 37.3 Trilyun yang dianggarkan pun rawan untuk disalahgunakan. Dengannya ada dua kerawanan korupsi: pertama terhadap anggaran dari negara, dan kedua terhadap kegiatan-kegiatan yang melibatkan dana langsung dari masyarakat seperti Haji dan lainnya.

Dalam prakteknya, Haji misalnya, sebagai program rutin Kementerian Agama sangat (triple) rentan dari praktek korupsi. Yang harusnya jemaah berangkat dua tahun lagi bisa diatur untuk berangkat tahun ini asal ada bayarannya. Meskipun dengan embel-embel alasan diprioritaskan bagi calon jemaah haji yang sudah tua. Praktek ini nyata tapi susah dibuktikan. Persis seperti–maaf–buang angin (kentut), baunya nyata tapi tak bisa dilihat dan nyaris tak ketauan siapa pelakunya. Belum lagi berbagai masalah-masalah yang kerap muncul pada pelaksanaan haji, seperti makanan basi untuk jemaah haji, hotel yang bermasalah, dan setumpuk masalah-masalah lain. Tapi berlalu begitu saja setiap tahunnya, toh Kementerian Agama, kementerian anti kritik, karena mengkritik kementerian agama sama tabunya dengan mengkritik agama itu sendiri.**[harja saputra]

Read more…

Tiga Lembaga Paling Rentan Praktik Korupsi

Jakarta – Setidaknya tiga kementrian dinilai berada dalam posisi yang rawan korupsi. Kementerian itu adalah Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), serta Kementerian Koperasi dan UKM. 
Penilaian itu berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik Indonesia 2011 yang dilakukan KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK). 
 
Tiga lembaga kementrian dengan tingkat kerawanan korupsi tertinggi itu meraih indeks tinggi dibandingkan lembaga lainnya. Kemenag meraih nilai indeks integritas 5,37, Kemenakertrans 5,44, sedangkan Kementerian Koperasi dan UKM meraih 5,52. 
 
Ketiga kementerian itu dipimpin elite partai politik. Kemenag dipimpin Suryadharma Ali yang menjabat sebagai Ketua Umum PPP, Kemenakertrans dipimpin Muhaimin Iskandar menjabat Ketua Umum PKB), serta Kementerian Koperasi dan UKM dipimpin Syarief Hasan yang berposisi sebagai anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. 
 
Sebelumnya, Ketua KPK Busyro Muqaddas mengemukakan bahwa kementerian yang digawangi orang partai rentan menjadi ‘sapi perahan’. 
 
Namun demikian, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin tidak sependapat dengan Busyro. Menurutnya rendahnya indeks integritas itu sama sekali tidak terkait dengan pernyataan Busyro. Survei terkait dengan layanan public, bukan terkait partai.
 
Lebih jauh Jasin menjelaskan penelitian kerawanan suap dan korupsi yang dilakukan KPK itu lebih melihat pada seberapa besar perbedaan dana resmi instansi dan dana yang harus dikeluarkan masyarakat dalam pelayanan kementerian tersebut. 
 
Unit layanan yang rawan tindak suap dan korupsi di Kemenag ialah unit pendaftaran atau perpanjangan izin penyelenggaraan ibadah haji khusus dan unit perpanjangan izin kelompok bimbingan ibadah haji dengan poin 5,91 dan 4,82. 
 
Terhadap kementerian/lembaga yang berprestasi rendah dalam pemberantasan korupsi, KPK mendesak agar unit layanan publik di instansi tersebut memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan dapat lebih transparan, cepat, dan adil bagi publik. Bagi kementerian, lembaga ataupun pemerintah daerah yang tidak mau melakukan perbaikan, KPK akan melaporkannya kepada presiden, BPK, dan DPR. (deo/rhb)
 
Sumber: Era Baru
Read more…

40 Terdakwa Merdeka

JAKARTA - Banyaknya terdakwa koruptor yang men dapat vonis bebas oleh pengadilan tipikor di dae rah menjadi sorotan. Keputusan membebaskan koruptor dinilai menjadi bukti sistem peradilan yang tidak beres.

Peradilan yang tidak beres de ngan sendirinya menghasilkan keputusan yang tak memuaskan rasa keadilan. Pakar sosiologi hukum Profesor Soetandyo Wignyo subroto mengungkapkan hal itu kepada JPNN, kemarin. Menurutnya, undang-undang an tikorupsi yang ada saat ini sebenarnya sudah cu kup bagus. Pasal-pasal hukuman dan ramburambu hukum lain tentang korupsi sudah termuat detil dalam undang-undang.

“Undangundangnya boleh bagus. Tapi, kalau peradilannya brengsek, hasilnya juga akan jelek,” jelas Soetandyo. Dia mengingatkan, sebagus apapun undangundang dan rambu hukum yang ada, pada akhirnya keputusan akhir ditentukan melalui sistem peradilan.

“Kalau sudah masuk pengadilan, tentu semuanya tergantung pada alat bukti dan manusia yang ada di dalamnya,” kata Soetandyo Keputusan pembebasan korup tor tentu bisa dibenarkan jika alat bukti dan dalil hukum untuk menjeratnya lemah. Jaksa yang tak tangguh melesakan tun tutan atau tidak tepat memilih pasal tuntutan dan barang bukti lemah pada akhirnya bisa menjadi dasar hakim mengeluar kan keputusan bebas bagi koruptor.

“Pada akhirnya, undang- undang yang sudah bagus tetap tergantung oleh manusianya yang menerapkannya dalam pengadilan,” tutur Soetandyo. Mantan anggota Komnas HAM ini mengambil contoh kasus jaksa Cirus Sinaga yang meng gunakan pasal tak tepat bagi Gayus Tambunan. “Kasus tersebut menunjukkan unsur manusia, dalam hal ini jaksa, yang tidak tangguh membidik koruptor. Ketidaktangguhan ter sebut bisa terjadi karena kemampuan tidak mumpuni, atau juga karena kesengajaan,” tandasnya.

Soetandyo mengingatkan, belajar dari banyaknya koruptor bebas dalam pengadilan tipikor, sudah saatnya sistem pera dilan dievaluasi. “Baik itu jaksanya, hakimnya atau juga po lisinya. Sebagus apapun undang- undang yang ada, kalau manusia dan sistemnya tak dibenahi, hasilnya masih akan sama saja. Itu sebabnya ada idiom di kalangan hukum yang menyebut beri aku hukum tak sem purna, tapi beri hakim sempurna,” tuturnya.

Selama ini, dia menyebut, masih banyak yang hanya fokus pada penyusunan dan perbaikan undang-undang dan peraturan hukum saja. Belum banyak yang berusaha melakukan perbaikan pada sisi sistem peradilan, termasuk manusia di dalamnya. Selama sistem peradilan belum dibenahi, Soetandyo menyebut, sulit mendapatkan ke adil an di pengadilan.

“Penga dilan itu bukan tempat mencari keadilan. Pengadilan adal ah tempat di mana pertemuan aturan hukum dengan sebuah tindak pelanggaran dan konsekuensinya. Dasarnya adalah undang-undang, alat bukti dan seperangkat proses interaksi manusia di dalamnya yang belum tentu menghasilkan rasa puas dahaga keadilan,” bebernya. Dia menambahkan, sehatnya sistem peradilan dan aturan hukum bagus akan menghasilkan sebuah keputusan pengadilan yang mendekati rasa keadilan. Di tempat terpisah, Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho mengungkapkan hal senada.

“Sudah saatnya ada evaluasi menyeluruh. Baik hakim karir, hakim tipikor, polisi dan jaksa. Harus ada koreksi di masing-masing pihak,” tandasnya. Dia menegaskan pentingnya posisi hakim yang memutus kasus bebasnya para koruptor. Menurutnya, vonis bebas pengadilan tipikor oleh para hakim menunjukkan adanya proses seleksi hakim yang tidak maksimal.

“MA yang melakukan seleksi hakim tipikor bisa disebut kecolongan saat perekrutan,” tandasnya. Pengawasan terhadap hakim nakal juga dia nilai tidak maksimal. Idealnya, hasil pengawasan terhadap hakim nakal diumumkan ke publik. Publik yang mengetahui track record seorang hakim diharapkan mampu menambah porsi kontrol dalam sebuah proses penhadilan. “Sampai sekarang publik tak pernah tahu hasil pengawasan itu,” katanya. Dia menambahkan, sanksi bagi hakim yang terbukti nakal juga harus ditambah. Sanksi berupa mutasi dinilai tidak menghasilkan efek jera. Harus ada sanksi hukum hingga pemecatan bagi halim nakal. Berdasarkan data ICW, sambung dia sampai Nopember 2011 ini sudah 40 terdakwa korupsi divonis bebas. Jumlah itu bakal bertambah terus jika tidak dilakukan kontrol. “Saya setuju memang masih ada mafia peradilan di tipikor. Masa hakim bisa begitu dipengaruhi putusannya tanpa sebab sedikitpun,” ujarnya.

Bukan Solusi

Gagasan membubarkan pengadilan tipikor daerah dianggap kontra produktif. Ide yang dilontarkan ketua Mahkamah Kon sti tusi, Mahfud MD itu hanya di anggap memperuncing polemik saja. ”Nggak begitu seharusnya. Bubarkan pengadilan tipikor daerah itu berarti mundur ke belakang. Itu malah kontra produktif,” tegas pengamat hu kum pidana UI, Gandjar L Bon dan di Jakarta, Sabtu (5/11).

Menurutnya persoalannya bukan lagi pada tataran suprasistem hukum yang diberlakukan. Tetapi operator sistem hukum yang lemah. Sehingga sistem yang baik itu masih terlihat sangat lemah dan buruk. Pengadilan tipikor itu, kata dia, merupakan langkah maju dalam pemberantasan korupsi. Artinya memberikan keterlibatan bagi pengadilan daerah mengurai persoalan korupsi. Tidak lagi tersentralistik di Jakarta. Apalagi, lanjut dia, sejak desentralisasi diberlakukan terjadi berbagai penyimpangan. Pengadilan tipikor menjadi bagian dari berjalannya konsep desntralisasi itu.

”Kalau dibubarkan ada ketimpangan dalam peradilan hukumnnya nanti,” tuturnya. Gandjar memastikan peradilan tipikor di daerah cukup melakukan penguatan dan penga wasan yang baik. Penguatan itu dibangun pada jajaran penegak hukumnya. Dengan melindungi integritas dan kualitasnya. Paling tidak, tegas dia, perlu dibuat mekanisme rekrutmen hakim tipikor yang lebih baik.

Memberikan kriteria yang cukup. Di antaranya pengalaman menjadi hakim dalam perkara korupsi. ”Jangan sampai ada hakim bermasalah di pengadilan tipikor. Track recordnya diragukan. Ini kan persoalan dalam personilnya,” jelas dia. Menurutnya peran kontroling yang dilakukan MA harus baik. Selama ini MA pun cenderung tertup dan menutup diri. Tidak memberikan kesempatan bagi publik menyampaikan datadata berkaitan hakim-hakim di pengadilan.

Padahal, dia meyakini keterlibatan masyarakat dalam menyaring hakim tipikor itu bakal efektif mencegah penyusupan hakim tak berkualitas. Bahkan publik bisa memberikan masukan terhadap hakim-hakim yang bermasalah di persidangan. “Saya lebih fokus pada kualitas hakim kita. Mau tidak mau hakim di daerah itu lemah sekali. Itu di tingkat hakim tipikor, belum hakim pengadilan umum,” pungkasnya. Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) UI, Harsil Hartanto pun tak mendukung gagasan pembubaran pengadilan tipikor. Pembubaran itu memiliki implikasi hukum yang lebih luas. Apalagi pengadilan hakim tipikor itu diatur dalam undangundang. (tir/rko/dms/jpnn)

sumber: http://www.riautoday.com/konten/4134/wow-40-terdakwa-merdeka.html
Read more…